"Selamat pagi pak Satya."
Senyum manis, suara yang halus dan wajah yang tidak bisa menyembunyikan kesenangannya waktu berpapasan sama gue di koridor sekolah yang waktu itu masih sepi.
Itu Bu Anna, guru seni rupa yang barusan nyapa gue dengan gerakan sedikit centil sambil menyelipkan sebagian rambut panjangnya di belakang telinga dengan senyum malu-malu ala anak sinetron di televisi.
"Pagi, Bu. Selamat hari senin." gue menyapa balik, dengan enggak tersenyum malu-malu seperti beliau.
"Pak Satya sudah sarapan?" bu Anna kembali bertanya ketika kami sama-sama berjalan menuju ke ruang guru. "Mau sarapan bareng? Kebetulan tadi saya beli nasi uduk di jalan depan, enak loh, Pak."
Ini perasaan gue aja atau mata Bu Anna waktu natap gue kayak ada binar-binarnya gitu?
Gue tersenyum sekilas sambil mengusap tengkuk tak enak, "Maaf, Bu. Saya kebetulan sudah sarapan di rumah."
Gue bisa lihat muka Bu Anna yang kelihatan sedikit kecewa, lagi pula kalo pun gue meng-iyakan ajakan sarapannya juga Bu Anna kan cuma beli nasi uduk satu. Masa sepiring berdua? Kalau yang nawarin Chelsea Islan sih gue nggak bakal nolak, disuruh makan sama piring-piringnya juga ayok aja buat neng Chelsea.
"Wah, Pak Satya memang sayang keluarga sekali ya. Buktinya aja lebih milih makan di rumah dari pada di luar."
Gue cuma senyum malu-malu waktu bu Anna muji gue, tapi yang dibilang sama bu Anna emang bener, sih. Gue sayang keluarga gue, keluarga Bagaskara, terutama orang tua gue yang udah ngasih gue wajah yang rupawan dan mempesona ini.
Oh... Ok.. Ok.. Mungkin kalian udah bosen dengar gue muji ketampanan gue sendiri. Jadi dari pada gue yang ngomong sendiri, lebih baik kalian dengar dari orang lain aja biar gue nggak dikira sombong gitu.
"Oh, iya, hari ini giliran pak Satya yang jaga UKS, ya?"
Pertanyaan bu Anna barusan membuat gue teringat sesuatu yang hampir gue lupa. Hari ini jadwal gue buat jaga UKS, harusnya sih sekolah ini punya guru kesehatan sendiri yang jaga UKS cuma ya...guru kesehatan yang terakhir ngundurin diri karena nggak kuat. Gimana bisa kuat coba kalau setiap hari yang dia hadapi anak-anak nakal yang suka berantem, atau korban dari anak-anak yang berusaha sok jagoan. Jadilah, kami para guru yang masih ada bergantian untuk jaga di UKS. Nggak tiap hari, sih. Seminggu tiga kali saja.
"Iya, Bu." gue menjawab singkat, kami berdua lalu menaiki tangga untuk naik ke lantai dua.
"Kayaknya kita harus segera cari guru pengganti, deh. Kasihan kan kalau Pak Satya juga harus ikut mengobati anak-anak nakal di sini juga, pak Satya pasti mengalami banyak kesulitan, ya, Pak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bagaskara's : Nebula ✔
Teen Fiction[ Lokal Fiction Series ] Seperti ada kabut yang menyelimuti keluarga BAGASKARA. Kabut yang membungkus masalah yang terjadi di dalam nya dan hanya membuat orang berpikir bahwa mereka adalah keluarga yang sempurna. Tetapi, saat kabut itu perlahan...