Langit bisa merasakan perubahan-perubahan itu.
Perubahan yang terjadi di dalam rumah mereka, atau lebih tepatnya, perubahan yang terjadi pada segala tindak-tanduk saudara-saudaranya. Terkhusus Kala, Dylan dan Andra.
Seperti pagi ini, Langit turun ke bawah pukul enam pagi. Dia berpapasan dengan Satya saat memijak tangga terakhir dimana Satya terlihat terburu-buru saat menyapanya pagi itu.
"Abang berangkat duluan, ya." katanya, "Sampe ketemu di sekolah." Satya mengulas senyum tipis, lalu sedikit terburu meneruskan jalannya ke arah depan, tak lama Langit mendengar suara pintu terbuka dan tertutup kembali.
Saat Langit memasuki ruang makan dia mendapati saudaranya yang lain sudah ada di sana, Kala yang biasanya selalu duduk bersebelahan dengan Dylan sekarang memilih untuk mengambil kursi yang paling jauh dari sepupunya itu. Garda yang diam-diam curi pandang pada Andra dan Dylan lantas menghela nafas tak terdengar, lalu Xavier...Langit menjatuhkan pandangannya pada sang abang yang menyantap sarapannya tanpa suara, seperti biasa.
Langit memilih untuk tidak menyentuh sarapannya, dia enggan duduk bersama dalam atmosfer yang tak mengenakan seperti ini. Jadj cowok itu hanya meneguk susu kental manisnya hingga tak bersisa.
"Gue berangkat." Langit berpamitan, melirik saudara-saudaranya sekilas lalu berjalan keluar lagi dari ruang makan.
Tak ada sahutan yang terdengar di belakang seperti biasanya, Kala yang biasanya paling semangat menjawab setiap Langit berpamitan juga tak menyahut. Ah, jadi seperti ini rasanya kalau saudara saling marahan? Diem-dieman? Walaupun antara dia dan Xavier sudah lebih dulu merasakannya, tapi ini pertama kalinya Langit melihat sepupunya yang lain tak saling bicara seperti ini, bahkan di tahun pertama dia datang ke rumah Bagaskara Langit sempat berpikir, apa mereka semua pernah bertengkar? Saking Langit menganggap mereka berenam terlalu dekat satu sama lain.
"Langit,"
Langit menoleh, mendapati Xavier keluar dari pintu depan yang baru ia lewati.
"Ayo bareng gue," lanjutnya.
Kening Langit mengerut dalam, hampir mengorek telinga nya sendiri takut salah dengar sementara Xavier sudah berjalan duluan ke mobilnya.
"Sampe kapan mau diem di situ? Keburu siang, gue males ngebut-ngebut."
Ocehan Xavier seketika membuat Langit segera menghampiri mobil kakak nya, lalu duduk di kursi penumpang sementara kakaknya memanaskan mesin mobil dan tak lama mengendarai mobilnya keluar dari garasi rumah mereka.
"Gue mau ketemuan sama orang, kebetulan searah sama sekolah lo." Xavier akhirnya buka suara sambil menyalakan radio mobil, mungkin mengetahui apa yang sedang Langit pertanyakan dalam pikirannya sekarang.
"Oh..." Langit bergumam sebagai jawaban, ini pertama kali mereka hanya berdua dalam satu mobil.
Sial, canggung banget, sih. Langit mengumpat dalam hati, berusaha mengalihkan pandang pada jalanan Jakarta pagi hari yang untungnya tidak terlalu macet saat itu, bayangkan saja kalau jalanan macet dan dia harus berlama-lama dengan Xavier seperti ini. Bukannya Langit tidak mau, tapi dia hanya tidak ingin menghadapi kecanggungan luar biasa seperti ini. Langit hanya belum terbiasa dengan Xavier yang mungkin sebenarnya sedikit demi sedikit tengah mengambil langkah untuk lebih dekat dengan sang adik.
"Kemarin malem pergi kemana sama Kala?"
Langit menoleh cepat, terkejut dengan pertanyaan Xavier yang begitu tiba-tiba. Apalagi ternyata Xavier tahu kalau dia dan Kala pergi diam-diam malam itu.
"Apa ada hubungannya sama masalah Dylan?" Xavier kembali bertanya.
Langit tidak pernah menyangka kakaknya ternyata banyak bicara seperti ini, maksudnya ini benar-benar sangat baru bagi Langit dan dia tidak tahu harus merespon seperti apa kendati dia juga bingung akan menjawab seperti apa pertanyaan yang di lontarkan abangnya barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bagaskara's : Nebula ✔
Teen Fiction[ Lokal Fiction Series ] Seperti ada kabut yang menyelimuti keluarga BAGASKARA. Kabut yang membungkus masalah yang terjadi di dalam nya dan hanya membuat orang berpikir bahwa mereka adalah keluarga yang sempurna. Tetapi, saat kabut itu perlahan...