Chapter 18

11.6K 2.2K 433
                                    

Saat Xavier bilang dia tidak akan menanyakan hal apapun pada Kala dan Langit, dia benar-benar melakukannya. Cowok itu tidak bertanya apapun perihal Gading yang disebut sebut Kala dan Langit sejak mereka di rumah, juga hanya mengekor dari belakang Kala dan Langit saat ketiganya memasuki bangunan apartemen itu. 

Kala segera memencet bel ketika mereka bertiga sampai di depan kamar milik Gading, untung saja waktu itu Dylan pernah mengajaknya ke sana dan untung juga Kala sedikit memiliki ingatan yang baik. 

Kala menggerutu kesal, jarinya terus menekan bel tak sabar karena pintu dihadapannya tak juga membuka sedari tadi. Apa Gading tidak ada di sana?  Kalau begitu percuma juga, ini adalah satu-satunya tempat yang Kala tahu.

Saat pintu di hadapan mereka akhirnya terbuka, ketiganya mendapati cowok dengan tampang kumal dan rambut belum tersisir rapi yang menatap ketiganya agak terkejut. Gading, jelas mengenal Kala. Buru-buru cowon itu hendak menutup pintunya kembali, namun kaki Langit lebih gesit untuk menahannya. Mendorong pintunya agar terbuka lebih lebar membuat celah agar mereka bertiga bisa masuk ke dalam apartemen milik Gading yang nampak berantakan.

"Ada urusan apa kalian ke sini?" Gading berusaha menyamar kan suaranya yang sedikit gemetar karena takut. Dia takut pada Kala, jujur saja. Meski dia lebih dekat dan bersahabat baik dengan Dylan tapi tentu saja Gading juga mengenal Kala, cowok yang semasa SMA dulu sering juga membuat ulah itu.  Dia juga tahu sedekat apa hubungan Dylan dan Kala,juga bagaimana Dylan kerap membicarakan tentang Kala kapanpun dia dan Dylan mengobrol.

"Lo masih bisa tinggal dengan tenang di sini?" Kala langsung bertanya, pandangannya tajam menatap Gading. Tangannya sudah gatal ingin memberi pukulan pada wajah yang memasang ekspresi tanpa dosa itu. "Sementara temen lo sekarang lagi berusaha nutupin kebusukan lo!"

Gading mendengus, melipat kedua tangannya ke dada bersikap seolah tak peduli. "Gue nggak pernah minta dia buat nutupin apa yang gue lakuin. Lo tahu kan gimana saudara lo itu?" menatap jengah pada Kala, "selalu bersikap sok baik sama orang lain, selalu merasa cuma dia yang paling mampu nolong orang lain." Gading lantas tertawa pelan, "tapi apa pernah dia berpikir kalau orang yang dia tolong itu sebenernya belum tentu mau ditolong?" Gading menatap tepat pada iris mata Kala yang tajam menatapnya. "Gimana...kalau pertolongan yang diberikan sama dia justru nggak ngebuat mereka yang ditolong merasa bahagia?"

"Emang akan ada yang selalu ngerasa kayak gitu." Langit yang sedari tadi berdiri tak jauh di belakang Kala membuka suara, membuat Gading mengalihkan atensinya pada anak SMA itu. "Ada orang yang akan ngerasa bersyukur karena udah ditolong, tapi ada juga orang yang ngerasa bisa selesain semua masalah sendiri tanpa bantuan orang lain." Langit memasukan kedua tangannya ke dalam saku jaketnya. "Gue rasa, lo masuk ke kategori yang kedua."

"Lo siapa? Nggak usah sok ikut campur." Gading bertanya, merasa asing dengan wajah Langit yang baru pertama kali dilihat nya. Lantas netranya tertuju pada Xavier yang juga berdiri di belakang sana, menatap pada Langit yang sepintas dengan tatapan khawatir yang samar-samar bisa cowok itu tangkap dan langsung membuatnya menarik sebuah kesimpulan yang menerbitkan senyum mengejeknya. "Ah, lo pasti adik baru nya Xavier,ya?" matanya bersitatap dengan Xavier sekilas sebelum kembali pada Langit. "Ngapain lo ikut ke sini? Mau sok nolongin Dylan juga? Nggak salah?" pandangannya lalu tertuju pada Xavier yang berdiri diam terlihat kaku dengan ekspresi wajah datar. "Bang Xavier, lo nggak salah bawa dia ke sini? Bukannya dia ini anak haram bokap lo itu,Bang?"

Kala membulatkan matanya, hampir saja melayangkan tinjunya pada Gading yang sudah sangat keterlaluan menurutnya. Tapi terlambat, Xavier sudah terlebih dahulu melakukannya dan itu membuat Kala juga Langit terkejut.

"Jaga mulut lo!" Xavier mengepalkan tangannya, berusaha tak ingin menghajar Gading lebih dari ini karena memang awalnya dia ke sini bukan untuk melakukan hal ini, kan?  Tapi kata-kata Gading barusan benar-benar membuat Xavier naik pitam. "Jangan pernah lo ngomong macem-macem soal adik gue dengan mulut kotor lo itu!" Xavier mengacungkan jari telunjuknya pada Gading yang berusaha bangun dari lantai dengan luka berdarah di sudut bibirnya.

The Bagaskara's : Nebula ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang