Chapter 28

10.1K 2K 262
                                    

Xavier,  cepat-cepat berdiri saat Intan memasuki restoran dan berjalan dengan senyum mengembang ke arahnya. Pemuda itu mencium punggung tangan Intan dan menarik kursi agak ibunya bisa duduk. 

Malam kemarin setelah ia dan saudaranya yang lain pulang dari panti asuhan dalam rangka mencari keberadaan Langit,  sang ibu meneleponnya. Hanya sekedar menanyakan kabar seperti biasa, namun bagi Xavier mungkin ini adalah feeling seorang ibu yang menanyakan keadaan anak-anaknya. Jadi, Xavier memutuskan untuk segera bertemu dengan ibunya dan membicarakan soal kepergian Langit. Meski Intan bukanlah ibu yang melahirkan Langit tapi Xavier tahu ibunya itu sangat menyayangi Langit seperti halnya sang ibu menyayangi dirinya.

"Tumben kamu ngajak mama ketemu." Intan membuka percakapan, sembari sibuk membalik buku menu yang ditinggalkan pelayan restoran beberapa saat lalu.

"Ada hal penting yang mau Xavi kasih tahu, Ma."

Intan menutup buku menu,  mengangkat pandangan pada anak sulungnya dengan senyum yang masih mengembang. "Kamu mau bicara apa?  Kayaknya serius banget?" Intan kemudian memberikan senyum jahil pada anaknya, "Jangan-jangan kamu mau ngenalin calon kamu ya sama mama? Duh, udah mama tunggu-tunggu lho momen kayak gini."

Xavier hanya mengulum senyum kecil entah harus membalas apa pada guyonan ibunya, cowok itu kemudian membasahi bibirnya yang kering,  dia gugup. Darimana dia harus mengatakan nya? Bagaimana dia harus menjelaskan situasinya pada sang ibu?

"Xavi?" Intan memanggil nama anaknya,  lantas tangannya menggapai jemari Xavier dan mengusapnya lembut. Kalau leluconnya tak ditanggapi itu artinya Xavier sedang dalam mode serius, "Kamu lagi ada masalah?"

"Ini...soal Langit, Ma." Xavier memberanikan diri menatap tepat pada kedua Netra Intan yang membulat terkejut.

"Langit? Ada apa?  Apa ada masalah sama adik kamu?" Intan terlihat khawatir, dia juga tahu bagaimana perangai Langit yang kadang suka terlibat masalah dan dari ekspresi Xavier yang sekarang terlihat gelisah jelas ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada anak bungsunya itu.

"Tapi mama harus tenang,ya. Jangan panik dulu."

Intan makin mengerutkan kening, bingung sekaligus khawatir. "Justru kalo kamu bilang kayak gitu mama malah nggak tenang, Vi." Jawab Intan. "Kenapa sama Langit?" Intan bertanya kembali.

Xavier menghembuskan nafas keras-keras, lalu mengeluarkan selembar kertas dari dalam saku jaketnya pada Intan. "Langit...pergi dari rumah, Ma." Xavier bahkan tak berani menatap wajah ibunya saat mengatakan hal itu.

"Pergi? Pergi kemana?" Intan makin tidak mengerti, kenapa Xavier mengatakan hal sepotong-sepotong dan tidak jelas seperti itu. Wanita itu mengambil kertas yang diberikan Xavier, membacanya dalam diam. Matanya membulat tak percaya saat dia membaca kata demi kata yang ditulis tangan oleh Langit, matanya berkaca-kaca dengan tangan yang gemetar lalu saat wanita itu selesai membaca membaca surat dari Langit, Intan menatap Xavier kembali yang sudah menutup kedua tangannya dengan telapak tangan. "Langit kemana, Xavier?!" Intan menarik tangan Xavier agar dapat menatap wajahnya. "Adik kamu pergi kemana?!" Intan mengguncangkan tangan Xavier histeris, tiba-tiba saja tangisnya pecah karena rasa khawatir yang membuncah.

Xavier menggeleng, "Xavi juga nggak tahu,Ma!"

"Kamu berantem lagi sama Langit?"

"Enggak, Ma!" Xavier membantah, "Xavi juga udah bilang kan sama mama, kalo Xavi udah bisa nerima Langit sekarang. Hubungan Xavi sama Langit juga akhir-akhir ini udah baik-baik aja, tapi..." Xavier menggeleng lagi, "Xavi bener-bener nggak tahu kenapa Langit bisa sampe berpikir kayak gitu." Xavier mengepalkan tangannya sendiri, merasa gagal menjaga Langit yang hancur sendirian.

The Bagaskara's : Nebula ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang