Chapter 26

11.2K 2.1K 291
                                    

Sial! Sial! Sial!

Marvin mengumpat dalam hati sambil menuruni tangga masuk stasiun yang seakan tiada akhirnya itu. Tas ranselnya bergoyang-goyang seiring dengan kakinya yang terus berlari menyusuri trotoar, membiarkan tali sepatunya sedikit terlepas serta dasinya yang tidak terpasang dengan rapi.

Masa bodo, Marvin tidak perduli, yang penting dia harus segera sampai di sekolah sebelum gerbang ditutup atau hari pertamanya sebagai murid SMA akan benar-benar kacau.

Ya, hari ini adalah hari pertama Marvin menjadi murid SMA setelah tiga hari merasakan perpeloncoan Masa Orientasi Sekolah, sialnya hari pertamanya tidak berjalan dengan mulus karena tadi pagi dia ketinggalan kereta dan harus menunggu kereta selanjutnya yang datang sepuluh menit kemudian. Salahkan koh Alvinㅡkakaknya dan juga si biru, motor vespa kesayangan si kakak yang mogok di tengah jalan karena kehabisan bensin dan harus di dorong sampai pom bensin. 

Sepertinya, sejak usaha papanya mengalami kebangkrutan hidup Marvin tidak  jauh-jauh dari kesialan.  Dulu hidupnya  bisa dibilang enak,  serba berkecukupan, punya rumah sendiri yang halamannya luas biasa dia pakai buat main badminton sama koh Alvin,  ke sekolah dianter jemput pakai mobil enggak  usah panas-panasan apalagi ngejar kereta kayak sekarang,  dan juga bisa sekolah  di sekolahan yang bagus,  nggak seperti sekarang.

SMA GARUDA,  tentu saja tidak pernah ada di urutan teratas sebagai SMA yang Marvin inginkan.  Dia sudah sering mendengar tentang sekolah itu dan segala reputasi buruk yang mengelilinginya.  Tapi karena keadaan yang membuat Marvin akhirnya harus berakhir di sana juga,  dengan  sebuah rasa keterpaksaan. 

"Pak!  Pak!  Bukain pak!" nafasnya tak beraturan,  tangannya menarik teralis besi pagar SMA Garuda yang sudah tertutup  rapat.

Pak Amin,  satpam SMA Garuda keluar dari posnya.  Memperhatikan Marvin yang bercucuran keringat sedang mengatur nafas.  "Kamu murid baru, ya?" tanyanya.

Marvin mengangguk polos.

Lantas pak Amin langsung  masuk kembali ke dalam posnya,  Marvin bisa melihat lelaki dengan kumis seperti suami inul daratista itu tengah menepon entah siapa.  Marvin sempat berpikir,  apa sebaiknya  dia panjat aja gerbang itu?  Tapi tinggi juga,  runcing lagi atasnya.  Salah-salah nanti masa depan Marvin yang ketusuk.  Kan nggak lucu.  Tak lama,  seorang dengan pakaian seragam dinas berjalan mendekat  ke gerbang,  pak Amin keluar lagi dari posnya lalu mengangguk hormat.

"Kamu terlambat?"

Marvin mengangguk lagi.

"Murid baru kan?"

Marvin mengangguk untuk kesekian kalinya.

"Baru hari pertama aja kamu udah telat," guru itu sedikit mengomel, "pak Amin, buka gerbangnya."

Pak Amin menurut,  satpam itu membuka gembok dan membiarkan Marvin masuk.  Marvin memasuki gerbang dengan hati-hati, sedikit menundukan kepala tidak berani menatap guru  di depannya.

"Ikut bapak."

Marvin pasrah,  dia sudah menduga pasti setelah ini dia akan dapat hukuman. Bagus banget!  Hari pertama,  udah dihukum. Entah kesialan apa lagi yang akan dihadapi Marvin setelah ini.  Guru tadi membawa Marvin ke lapangan,  diliriknya sekilas ada anak lain di sana.  Marvin tidak terlalu memperhatikan,  yang pasti dari seragam nya yang masih kelihatan baru sepertinya dia anak baru juga sama seperti dirinya.  Sedang hormat bendera,  mungkin  sebentar lagi dia akan bernasib sama.

"Sekarang kamu hormat bendera sampai jam pelajaran berikutnya."

Nah,  bener, kan?

Marvin langsung berdiri bersebelahan dengan anak cowok yang sudah lebih dulu di sana,  Marvin tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena sinar matahari yang sudah agak naik juga.

The Bagaskara's : Nebula ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang