Dua puluh tujuh tahun yang lalu...
Gerimis mengguyur Jakarta saat Setyo dan Arora tiba di rumah sakit, Setyo menggendong Satya kecil yang terlelap dalam pelukannya selagi tangan kirinya sibuk mendorong kursi roda terburu-buru. Arora terlihat kepayahan mengatur nafasnya yang tidak beraturan dengan bulir-bulir keringat menetes dari kening ke pipinya.
"Sabar ya sayang." Setyo berusaha menenangkan isterinya.
Beberapa perawat di depan lobby sigap mengambil alih kursi roda ketika melihat Setyo mendorong Arora yang hendak melahirkan malam itu. Seharusnya tidak hari ini, masih ada waktu satu bulan lagi. Semua ini terlalu mendadak dan itu membuat Setyo takut sekaligus cemas, diikutinya perawat yang mendorong kursi roda Arora tadi sampai ke ruang bersalin. Tak lama seorang dokter yang sudah Setyo kenal baik mendatanginya dengan wajah tak kalah cemas.
"Setyo, ini terlalu cepat dari waktu perkiraan." Katanya.
"Aku tahu,Nis." Setyo menjawab dokter bernama Denis itu. Mereka sudah mengenal sejak lama, mungkin bisa dibilang sekarang Denis ini lebih mirip dokter pribadi keluarga Bagaskara. "Tolong selamatkan anak dan isteriku." Setyo menatap Denis sungguh-sungguh.
"Kami akan usahakan yang terbaik." Denis meremas lengan Setyo sekilas sebelum buru-buru masuk ke ruangan bersalin.
Setyo mendudukan diri di kursi, pikirannya kacau. Kalau saja kehamilan kedua Arora ini berjalan baik dia tentu tidak akan sepanik ini, namun dari awal dokter sudah mengatakan bahwa kandungan Arora yang kedua ini lemah dan berbahaya. Bahkan selama kehamilannya kali ini Arora lebih banyak diam di tempat tidur karena benar-benar tidak boleh melakukan aktifitas terlalu berat.
Setyo mendekap erat Satya yang bergerak gelisah dalam gendongannya, menghiraukan ponselnya terus bergetar di dalam saku celana. Pasti itu dari kedua adiknya, Aryo dan Satrio yang saat itu tidak ada di Jakarta. Aryo yang memang tinggal di Bandung jelas tidak bisa datang menemani Setyo karena Utami juga sekarang sedang hamil tua, begitupun adik bungsunya, Satrio yang saat ini berada di luar negeri untuk keperluan bisnis. Saat ini yang bisa menenangkan Setyo hanya Satya yang bergelung dalam dekapannya.
"Setyo!"
Pria itu mendongak, mendapati ibunya datang tergopoh-gopoh padanya.
"Gimana persalinannya?" Anita duduk di sebelah anak sulungnya, wajahnya juga menyiratkan kekhawatiran.
Setyo hanya menggeleng lemah, tak menyahut.
"Sini, biar Satya mama yang gendong." Anita mengambil alih Satya dari dekapan Setyo, cucu pertamanya itu sedikit berontak namun kemudian segera bergelung kembali di dalam pelukan sang oma.
Keduanya menunggu dengan hati gelisah, tak henti Setyo merapalkan doa memohon keselamatan untuk isteri serta anaknya. Hingga akhirnya pintu ruang bersalin itu terbuka, Denis keluar dari ruangan itu dengan ekspresi wajah yang tak bisa Setyo baca.
"Gimana?"
"Maaf, Tyo. Kami gagal menyelamatkan bayimu."
Setyo seakan kehilangan kekuatannya untuk berdiri, pikirannya tiba-tiba langsung kosong mendengar berita buruk yang disampaikan Denis dengan wajah penuh rasa bersalah.
"Bayimu keadaannya sangat lemah, dan beberapa saat setelah dilahirkan dia tidak bisa bertahan. Maaf."
"Lalu Arora? Bagaimana keadaannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bagaskara's : Nebula ✔
Teen Fiction[ Lokal Fiction Series ] Seperti ada kabut yang menyelimuti keluarga BAGASKARA. Kabut yang membungkus masalah yang terjadi di dalam nya dan hanya membuat orang berpikir bahwa mereka adalah keluarga yang sempurna. Tetapi, saat kabut itu perlahan...