Cerita dari Xavi

12.7K 2.5K 233
                                    

X a v i

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

X a v i

Mama pernah bilang, papa adalah laki-laki paling baik yang pernah mama temui. Paling Setia, paling segala-galanya yang membuat mama jatuh Cinta pada seorang Satrio Bagaskara.

Gue pikir kisah Cinta mereka benar-benar Indah, gue ngerasa suatu saat nanti gue juga mau punya kisah Cinta yang manis seperti papa dan mama.  Itu pikiran gue dulu, pikiran seorang anak yang nggak tahu dibalik itu semua tersimpan kebusukan papa yang akhirnya tercium juga.

Tepat dua tahun lalu papa pergi, meninggalkan gue dan mama selamanya. Tapi, kepergian papa mendatangkan seseorang ke dalam keluarga Bagaskara. 

Langit.

Gue nggak ngerti apa yang terjadi, yang gue tahu cuma mama nerima sepucuk surat yang dibawa Langit sore itu. Lalu mama menangis di kamar, berulang kali gue tanya ada apa?  Kenapa mama nangis?  Mama nggak jawab, cuma menggeleng sambil memeluk gue. Nggak lama, mama genggam tangan gue dan mengatakan sesuatu yang buat gue mulai menyadari situasinya,

"Vi,  kamu sekarang akan jadi seorang kakak. Kamu harus sayang sama Langit, ya. Dia adik kamu."

Cuma itu, lalu setelahnya mama keluar dan memeluk Langit sambil menangis. Adik katanya? Tapi mama nggak pernah melahirkan Langit, anak mama cuma gue. Lalu Langit?  Siapa yang melahirkannya?  Saat itu kepercayaan gue pada cerita bahagia mama dan papa udah hancur, nggak ada yang namanya cerita bahagia, nggak ada yang namanya akhir bahagia juga, setidaknya enggak buat gue dan mama yang mulai saat itu harus menerima keberadaan anak papa dari wanita lain. Setelah itu, hampir setiap malam gue lihat mama nangis di kamar sendirian. Gue tahu betapa hancurnya hati mama, hati seorang isteri yang dikhianati suaminya sendiri. Gue juga merasakannya, sakit hati dikhianati seseorang yang gue anggap sebagai laki-laki paling baik di dunia. 

Tapi waktu itu gue nggak bisa berbuat apa-apa, sejak dulu gue selalu memendam semua perasaan gue sendirian. Gue selalu berpikiran nggak ada yang ngerti perasaan gue selain diri gue sendiri , begitupun dalam masalah ini. Rasanya,bahkan saudara-saudara gue sendiri pun nggak tahu gimana rasanya jadi gue yang tiba-tiba kedatangan tamu tak di undang yang menghancurkan rumah yang telah mama dan papa bangun.

Pada akhirnya,gue melampiaskan dan menenggelamkan diri gue pada musik. Dari dulu gue memang udah tertarik dalam bidang itu, daripada ambil jurusan bisnis seperti Garda dan Andra gue malah memilih jurusan musik sampai akhirnya lulus beberapa tahun yang lalu. Keluarga Bagaskara memang tidak terlalu memaksakan anak-anaknya untuk mengabdi di perusahaan keluarga, yah, untungnya. 

Tapi lagi-lagi,  meskipun gue berusaha mengalihkan perasaan kecewa gue pada musik tetap aja setiap kali gue pulang ke rumah dan bertatap muka dengan Langit perasaan benci itu muncul lagi.  Perasaan yang membuat gue rasanya nggak akan pernah bisa menyayangi dia sebagai bagian dari keluarga Bagaskara, sebagai bagian hidup gue, sebagai seorang kakak terhadap adiknya.

Maaf, ma. Xavi belum bisa benar-benar menganggap Langit sebagai adik Xavi sendiri.

The Bagaskara's : Nebula ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang