Ini panjang lho!
"Lo yakin Langit ada di sini?"
Saat ini Kala dan Dylan berada tepat di depan warung bi Ncum yang nampak agak sepi, mereka hanya liat tiga orang anak SMA sedang duduk di kursi panjang sambil ngerokok dan melihat mereka berdua dengan tatapan aneh. Mungkin mengira kedua cowok itu kesasar karena berada di tempat yang agak suram seperti ini.
"Ya mana gue tahu," jawab Dylan kesal, "ayo masuk." Dylan mengambil langkah lebih dulu, memberanikan diri masuk ke dalam yang ternyata tidak ada siapa-siapa kecuali seorang wanita tua yang sedang mengangkat gorengan yang Dylan yakini sebagai pemilik warung itu juga seorang anak SMA yang sedang menghisap rokoknya tepat saat kedua mata nya dan Dylan bertatapan.
"Sori, lo anak Garuda bukan?" Dylan bertanya, sementara Kala sudah duduk di kursi panjang sambil mencomot satu gorengan bakwan yang masih hangat.
"Iya, kenapa?" Gama mengepulkan asap rokoknya ke udara, dia seperti familiar dengan dua wajah di depannya itu. Kemudian dia menyadari kalau keduanya dari keluarga Bagaskara, oh sodaranya Langit.
"Bwentar..." Kala yang masih mengunyah gorengannya menginterupsi.
"Telen dulu gorengan lo!" Dylan menepuk punggung Kala agak kuat membuat saudaranya itu batuk-batuk.
Susah payah Kala menelan gorengannya, mengambil gelas es teh manis milik Gama yang tinggal setengah. Meneguknya sampai habis membuat Gama mengerutkan kening.
"Lo yang waktu itu di rumah sakit, kan? Yang nolongin Langit?" Ya, dari awal masuk ke warung itu Kala seperti pernah melihat anak SMA di depannya itu, wajah songongnya tak asing untuk Kala. Akhirnya dia bisa mengingat dimana mereka pernah bertemu.
"Oh, iya." Gama menjawab singkat, tidak mau mengingat kejadian itu juga. Kesambet apa mungkin dia waktu itu sampai bisa-bisa nya nolongin Langit padahal udah pernah dikasih bogem mentah ke dia
"Ho.. Lo yang nolongin Langit waktu itu?" Dylan memang waktu itu tidak sempat bertemu dengan Gama di rumah sakit, maka nya dia tidak mengenali Gama sebagai orang yang telah menolong Langit malam itu. Dylan mengambil tangan Gama, menjabatnya erat sambil tersenyum. "Makasih ya waktu itu udah nolongin Langit."
Gama membalas jabatan tangan Dylan dengan sedikit senyum canggung, lalu menarik tangannya lagi. Bukan apa-apa, tangan nya berminyak abis makan gorengan. "Kalian ngapain di sini?" Gama mengambil tisu, mengelap tangannya yang kotor.
Wajah Kala dan Dylan kembali serius, saling bersitatap sejenak.
"Kita ke sini mau cari Langit."
"Langit? Hari ini dia nggak masuk sekolah." Gama menuang teh panas di dalam teko ke gelasnya yang sudah kosong. "bukannya kalian satu rumah, ngapain nyari dia sampe ke sini?"
"Langit pergi dari rumah." Kala yang giliran menjawab.
Gama tak bereaksi apa-apa selain mengangguk-anggukan kepala lalu meneguk teh panasnya. "Langit nggak ke sini, lagian juga dia udah jarang ke sini. Kalian salah tempat kalo mau nyari dia." katanya acuh.
"Lo kan temen nya, masa lo nggak tahu tempat lain yang biasa Langit tongkrongin selain di sini?" Kala mulai nggak sabaran, lagipula jengkel juga dia melihat gaya sengak anak SMA yang mengambil gorengan entah keberapa nya itu.
Gama mengunyah gorengannya sebentar, lalu menolehkan pandang pada Kala sambil tersenyum miring. "Gue bukan teman nya Langit. Kalian salah orang kalo ngira gue sedeket itu sama dia." Gama menjawab dengan santainya, tidak peduli Kala yang sudah bangun dari bangku hendak menghampiri Gama kalau saja Dylan tidak lebih dulu menahannya, menarik Kala mundur ke belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bagaskara's : Nebula ✔
Teen Fiction[ Lokal Fiction Series ] Seperti ada kabut yang menyelimuti keluarga BAGASKARA. Kabut yang membungkus masalah yang terjadi di dalam nya dan hanya membuat orang berpikir bahwa mereka adalah keluarga yang sempurna. Tetapi, saat kabut itu perlahan...