Chapter 33

9.5K 1.9K 320
                                    

Terima kasih untuk dukungan kalian ♡
.
.
.

Mobil Xavier memasuki halaman rumah tepat saat adzan maghrib berkumandang dari mushola di dekat rumah mereka, Langit turun lebih dulu  untuk mengambil tas nya dari kursi belakang sementara Xavier mematikan mesin mobil. 

Sejenak, Langit terdiam sambil menatap pada bangunan di depan nya.  Rumah yang telah dia tinggalkan, dan sekarang Langit akan memasukinya kembali. Bagaimana reaksi saudara-saudaranya nanti?  Ah, Langit jadi menyesal sudah menulis surat perpisahan yang terlalu menye-menye.

"Langit,"

Panggilan dari Xavier membuat Langit tersentak dari lamunan sesaatnya.

"Ayo masuk." ajak sang kakak yang kemudian masuk ke dalam rumah lebih dulu. 

Langit menyusul di belakang, dicangklongnya tas ransel yang lumayan berat dan besar itu. Hal pertama yang cowok itu rasakan saat masuk ke dalam rumah adalah perasaan hangat yang menjalar seperti melingkupi tubuhnya. Kalian pernah merasakannya tidak?  Waktu kalian entah beberapa jam atau bahkan beberapa hari jauh dari rumah dan saat kalian kembali ke sana kalian merasa hangat dan nyaman, itu adalah yang dirasakan Langit sekarang. 

"Akhirnya pulang juga nih anak nakal."

Suara Kala membuat Langit tersentak, Kala datang bersama Dylan yang mengekor di belakangnya. Alih-alih merangkul Langit karena rindu, Kala justru langsung menarik telinga Langit cukup keras membuat Langit mengaduh sembari berjinjit saking kerasnya jeweran yang dia terima.

"Aduh!  Sakit! Sakit!" jeritnya kesakitan sambil berusaha melepaskan tangan Kala yang menarik telinganya hingga memerah.

"Biarin aja sakit," Kala melepaskan jeweran ditelinga Langit dia sudah menahan diri untuk tidak memukul anak itu saat akhirnya mereka berhasil menemukan Langit di warnet, itu semua karena dia tidak mau merusak momen mengharukan antara ibu dan anak yang bertemu. Tapi sekarang berbeda, kan?  Kala bisa menumpahkan kekesalannya pada adik sepupunya itu.  "Siapa suruh lo minggat dari rumah, hah?!" kali ini Kala justru memukul punggung Langit berkali-kali. "Lo nggak tahu apa kita semua khawatir nyariin lo?!"

"Udah." Xavier menahan tangan Kala yang akan memberi pukulan pada Langit lagi yang nampak pasrah menerimanya. "Jangan mukulin adek gue terus."

Kala tertegun sejenak, mata bulatnya mengerjap mendengar perkataan Xavier sebelum akhirnya berdecak dan mundur satu langkah bersisian dengan Dylan yang sedari tadi hanya mengamati Kala menumpahkan kekesalannya sambil menahan tawa.

"Langit!"

Kali ini, sosok Satya keluar tergopoh-gopoh dari dapur dan langsung menubruk Langit memeluknya erat lalu menangkup kedua pipi Langit. "Kamu nggak apa-apa, kan? Kenapa pipi kamu jadi kecil begini? Kamu nggak dikasih makan sama Gama?" Satya terus memperhatikan tubuh Langit yang agak sedikit kurus dari terakhir kali mereka bertemu. 

"Gue nggak apa-apa, Bang." Langit risih diperlakukan seperti anak kecil oleh Satya, cowok itu berusaha melepaskan tangkupan tangan Satya pada pipinya. 

Satya menghela nafas kasar, kedua tangannya lantas bersidekap dengan ekspresi wajah yang sudah sepenuhnya berubah menjadi kesal menatap Langit. "Bagus, ya, minggat dari rumah, bolos sekolah,  bikin satu rumah panik enggak tahunya malah asik jaga warnet!  Jaga warnet aja sana!  Nggak usah sekolah lagi!" sembur Satya kesal.

"Udah, Sat!  Adek gue jangan diomelin terus, kabur lagi susah carinya." sahut Xavier yang mendudukan bokongnya di sofa sambil melepaskan jaket, sementara Langit tak menyahut apa-apa dan hanya menunduk sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Xavier tahu, adiknya itu jelas sangat merasa bersalah karena sudah membuat semua orang khawatir.

The Bagaskara's : Nebula ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang