Langit, turun dari mobil yang dikendarai oleh Xaviet ketika ia dan saudara-saudaranya yang lain sampai di rumah utama. Mata bulatnya terpaku pada bangunan besar di depannya, rumah yang pertamakali di pijaknya beberapa tahun lalu dengan harap dapat bertemu dengan kedua orang tuanya.
"Langit! Ngapain? Ayo masuk!"
Tepukan Dylan pada bahunya membuat Langit terperanjat, di sampingnya Dylan tengah menatapnya dengan sepasang mata kecil nan ramah itu.
"Gue balik aja, deh."
"Ngaco!" dengan ringan, Kala mendaratkan pukulan pelan pada belakang kepala Langit lalu berdiri di hadapan adik sepupunya itu dengan pandangan kesal dan kedua tangan bersidekap. "Ngapain lo mau balik?"
"Gue nggak mau ganggu acara kalian."
Jawaban Langit membuat Dylan menghela nafas, bahkan sejak beberapa hari lalu mereka mendebatkan hal yang sama karena kekeraskepalaan Langit yang tidak mau ikut acara keluarga itu. Lagi-lagi dengan alasan bahwa dia tidak mau merusak suasana, Langit masih terlalu takut bahwa dia tidak bisa diterima oleh sang nenek yang bahkan sampai terakhir Langit meninggalkan rumah itu untuk ikut pindah, Anita tidak mau menyebut namanya.
"Bawa ke dalam." tiba-tiba saja Xavier menyerahkan satu keranjang buah ke tangan Langit yang terbengong-bengong.
Dylan dan Kala saling melempar pandang kemudian terkekeh lalu berjalan mengikuti Xavier yang sudah lebih dulu masuk ke rumah.
"Buruan masuk! Apa lo mau gantiin patung selamat datang?"
Celetukan Kala yang sudah mencapai pintu membuat bibir Langit mengerucut sebal, kemudian menyusul ke dalam meski dengan langkah sedikit berat. Memorinya kembali berkelana ke dua tahun silam saat dia menginjakan kaki di rumah itu, tatapan penuh selidik dan rasa tidak percaya ketika Langit memberikan selembar foto sebagai identitasnya. Jujur, Langit masih takut akan menghadapi tatapan yang sama lagi, tatapan oma yang mengintimidasinya dalam diam.
"Langit?"
Langit membalik badan, dilihatnya Arora yang baru saja keluar dari kamar mandi dan langsung menghampirinya. Oleh Arora, diberinya Langit sebuah pelukan hangat dan usapan di kepala, Langit bisa melihat binar di mata ibu dari Satya, Garda dan Kala itu padanya.
"Yaampun, udah lama banget tante nggak ketemu kamu. Kamu sehat-sehat aja, kan?"
Langit mengangguk, mengulas senyum kecil pada Arora. "Alhamdulillah, sehat, tante. Tante sendiri gimana? Sehat?"
"Tante sehat, kok." lalu Arora merangkul bahu Langit, merapatkan diri pada keponakan kecilnya itu. "Ayo, yang lain pasti udah pada nunggu di belakang." Arora mengajak Langit untuk masuk lebih dalam ke rumah.
Tempat piknik keluarga mereka hari ini bukan di sebuah taman kota, apalagi di luar kota ataupun luar negeri. Mereka hanya akan piknik di halaman belakang rumah utama, sekedar berbincang di gazebo sambil barbeque - an. Begitu rencana yang Garda sampaikan pada mereka kemarin malam saat mereka semua tengah makan malam bersama sambil membahas apa yang akan mereka lakukan di piknik keluarga hari ini.
Semalam, Langit bisa melihat saudara-saudaranya nampak antusias dengan acara ini. Wajar saja, ini adalah acara kumpul keluarga setelah sekian lama. Dylan dan Kala bahkan diam-diam sudah merancang rencana untuk menceburkan kakak-kakak mereka ke kolam berenang, Langit hanya diam saja mendengarkan rencana-rencana jail kedua sepupunya itu. Apa yang harus Langit lakukan besok? Langit bahkan tidak tahu apa dia bisa menghadapi wajah oma nya atau tidak.
Keriuhan di halaman belakang membuat Langit yang melamun jadi tersadar, Arora sudah meninggalkan Langit untuk bergabung dengan Intan yang sudah mulai memasak. Sementara saudara-saudaranya yang lain sedang berkerumun di sekitar nenek mereka, Langit bisa melihat Kala yang tengah memeluk sang nenek sementara yang lain tertawa begitu bahagia. Langit menghela nafas, setengah menyeret kakinya untuk ikut bergabung dengan kerumunan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bagaskara's : Nebula ✔
Teen Fiction[ Lokal Fiction Series ] Seperti ada kabut yang menyelimuti keluarga BAGASKARA. Kabut yang membungkus masalah yang terjadi di dalam nya dan hanya membuat orang berpikir bahwa mereka adalah keluarga yang sempurna. Tetapi, saat kabut itu perlahan...