Chapter 05

13.3K 2.4K 228
                                    

"Jadi, apa masalahnya?"

Satya,  sudah menanyakan hal yang sama hampir 3 kali dan tiga kali pula tidak ada yang mau menjawab.  Baik itu Langit maupun Gama yang penampilan nya sama saja, baju berantakan dan kotor,  wajah babak belur.  Satya memijit pelipisnya, migrain mendadak kalau sudah dihadapkan dengan dua murid yang kerap membuat masalah ini. Sayangnya, salah satu dari mereka justru saudara Satya sendiri. Meskipun di sekolah ini tidak ada yang tahu perihal Langit yang juga bagian anggota keluarga Bagaskara. 

"Bapak bisa kasih hukuman yang lebih berat kalau kalian berdua nggak mau jawab." Satya menyandarkan punggung pada bangkunya, melipat tangan ke perut menunggu reaksi dari kedua anak sok jagoan itu.  "Ok, mungkin di skors satu minggu ditambah pemanggilan orang tua bisa membuat kalian berubah pikiran." Satya menarik laci mejanya, mencari lembaran kertas yang berisi surat keterangan.

"Gama duluan yang mukul saya, Pak." akhirnya Langit menjawab, Gama menoleh padanya masih dengan tatapan mendendam karena di sini dialah yang dihajar habis-habisan oleh Langit.

"Benar itu,  Gama?" kedua Netra Satya menatap pada salah satu anak muridnya itu.

"Kalau bapak nggak percaya, bapak bisa tanya pada Marvin atau anak-anak yang ada di sana juga." lanjut Langit.

Brengsek! Gama mengumpat dalam hati,  merasa sudah di jebak oleh Langit.  Membuat seolah Gama lah yang memulai semua ini lebih dulu dan Langit lah yang menjadi korbannya.  Padahal kalau dilihat-lihat,  kondisi Gama jauh lebih parah dari pada Langit yang hanya terkenal satu atau dua pukulannya. Bener-bener licik! 

"Iya, pak." akhirnya Gama menjawab meski dengan perasaan dongkol, netranya melirik sekilas pada Langit yang diam-diam menyunggingkan senyum.

Satya menghela nafas, memindai kedua murid yang sudah menjadi langganan keluar masuk ruangannya. Mulai dari di beri nasihat, sampai dihukum pun sudah pernah mereka berdua jalani. Satya heran dengan Langit, Gama, maupun Christ, kenapa mereka gemar berbuat sesuatu yang justru merugikan untuk diri mereka sendiri?  Apa mereka tidak memikirkan perasaan orang tua yang sudah menitipkan mereka pada sekolah untuk di bina dan dijaga?  Satya,  sedikit banyak mengerti bagaimana perasaan sebagai orang tua yang berharap sekolah bisa membina dan membentuk kepribadian anak-anaknya, melihat Langit yang kerap membuat masalah seperti ini membuatnya miris dan merasa iba. Meski Langit baru bersama mereka dua tahun belakangan ini, juga fakta kalau Langit bukanlah anak yang sah dari om Satrio tapi cowok remaja itu tetap saja saudaranya, bukan?  Dia beserta saudaranya yang lain memang sudah sepakat untuk menerima keberadaan Langit di tengah-tengah mereka. Tapi Langit?  Sepertinya dia sendiri yang tidak mau berada di tengah-tengah Satya dan saudaranya yang lain. 

"Kalian bapak hukum bersihin toilet dari lantai satu sampai lantai tiga selama satu minggu." Satya akhirnya memberi hukuman pada keduanya.  Terdengar suara keluhan dari Langit maupun Gama. "Sudah Bagus bapak kasih hukuman yang ringan, sekarang kembali ke kelas kalian. Sepulang sekolah bapak akan pantau apa kalian mengerjakan hukuman yang bapak berikan atau tidak."

Gama dan Langit kompak langsung berdiri dari kursi mereka masing-masing, sudah tidak mau juga berlama lama di sana dan mendengarkan nasihat lagi dari wali kelas mereka itu. 

"Langit,  bapak mau bicara sebentar sama kamu."

Langit membalik badan kembali,  menghela nafas berat sembari menggusak rambutnya malas lalu kembali duduk di kursinya. Sementara Gama hanya tersenyum sinis, berpikir bahwa rival nya itu akan mendapat nasihat tambahan dari guru mereka.

Satya bangun dari kursinya, berjalan ke arah jendela untuk menutup gordennya agar tidak bisa dilihat dari luar. Ketika sudah merasa aman, lantas pemuda itu langsung mendekati Langit.  Satya mengulurkan tangan, menyentuh dagu nya Langit agar menghadap padanya mengamati wajah Langit yang nampak bingung juga risih ditatap seperti itu.

The Bagaskara's : Nebula ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang