10 || Malam Minggu

188K 15.9K 3.1K
                                    

Kini Lea dan Vivi sudah berada di sekolah, dan yang membuat langkah Lea berhenti karna seseorang memanggilnya, Lea mengernyitkan dahinya perlahan ia sadar siapa orang tersebut. Vivi meremas rok Lea, dengan cepat Lea menghempaskan tangan Vivi.

"Apaan sih lo, Vi." Vivi berdecak sebal.

"Itu Sevanya." Lea tak menanggapi, toh sebelum Vivi memberitahunya ia sudah tahu siapa yang sedang menghampirinya saat ini.

Sevanya tersenyum manis setelah sampai di depan Lea dan juga Vivi, jangan melupakan antek-antek Sevanya yang pernah bertengkar dengannya di kantin waktu itu.

Tere menatap Lea dari atas sampai ujung kaki dengan tatapan sinis, Lea tak menanggapi lalu menatap Sevanya.

"Ada apa ya, Kak?" tanya Lea sopan walaupun mukanya terlihat jutek.

"Muka lo biasa aja dong," sahut Tere berani. Lea mengernyit bingung.

"Padahal gue udah biasa lho. Mungkin lo aja yang cepet kesinggung," balas Lea tidak mempedulikan kedudukannya di sini adik kelas. Tapi, ia berpikir bahwa di sekolah ini saja dirinya bayar jadi kenapa harus takut gitu?

"Udah-udah, maafin temen gue ya. Btw lo yang namanya Lea ya?" tanya Sevanya seraya tersenyum. Lea menggangguk lalu membalas senyum Sevanya.

"Kenalin gue--" dengan cepat Lea mengangkat kedua tangannya.

"Udah kenal, Kak! Hehe, siapa yang nggak tau lo sih," potong Lea seraya tertawa kecil. Sevanya membalas Lea dengan senyuman lalu beralih pada Vivi.

"Kamu siapa namanya?"

"Vivian, Kak. Biasa di panggil Vivi."

"Wah kalian cantik banget ya. Aku mau ajak kalian join nih," refleks Tere menoleh dengan wajah terkejut.

"Nya! Nggak salah? Lo gila ya?" tanya Tere membuat Vivi dan Lea sedikit bingung, ada apa sih dengan kakak kelasnya ini?

"Lo diem aja deh, Ter." Tere mengerucutkan bibirnya, lalu ia memberi Lea selembar kertas dan Vivi selembar kertas yang sama bisa dibilang seperti surat pendaftaran.

"Ini---"

"Ayo gabung jadi tim pemandu sorak," Vivi yang norak mengernyit bingung.

Lea menyenggol bahu Vivi dengan bahunya, "cheerleaders, oneng."

"Ohhh, MAU!" tanpa pikir panjang Vivi menyetujui, refleks Lea melotot.

"Vi?" Lea menegur.

Sevanya tersenyum manis.

"Ayo tinggal lo, lo mau nggak?" tanya Sevanya. Lea menyengir kuda sedikit canggung pasalnya dia tidak mau jadi yang seperti itu.

"Emm...kayaknya gue gak bisa deh."

"Yahhh, kok gitu sih, mau dong please. Mauuu yaaa? Lo cantik banget lho."

"Cantikan lo lah, Kak," balas Lea merasa risih dibilang cantik yang pada kenyataannya Sevanya lebih cantik darinya. Astaga menyebalkan sebenarnya.

"Hm gue pikir-"

"Yeay! Jangan lupa isi ya. Gue duluan," potong Sevanya lalu pergi meninggalkan Lea dan Vivi sedangkan Tere menatap sinis Lea lalu segera mengejar Sevanya yang sudah menjauh. Vivi tersenyum manis.

"Gila sih kak Sevanya cakep banget dari deket," kagumnya, sedangkan Lea menghentakkan kakinya kesal.

"Tuh cewek keknya sengaja banget deh maksa gitu," ujar Lea membuat Vivi melotot.

"Eh kok lo suudzon? Gaboleh, Le. Kak Sevanya baik tolol."

"Eh lo liat aja dia kayak ngerendah buat meroket mulu jir. Licik amat," Lea berucap demikian. Vivi langsung mendorong bahu Lea.

Phantera LEO (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang