3

6.3K 465 14
                                    

DEG

Hati siapa yang tak hancur.
Ketika Amalia tidak akan menganggapnya seorang anak untuk sebuah harta titipan, apakah pantas disebut seorang Ibu yang mau menukarkannya dengan sejumlah harta yang tak pernah bisa dibawa mati?

Kenapa Ibunya tega? Prilly bahkan tak habis pikir pada Amalia yang tetap mengejar kekayaan.

"Terserah hiks.. toh selama ini, aku hidup pun enggak Ibu anggap. Yang Ibu anggap itu uang, uang, dan selalu uang yang Ibu anggap."

Amalia pergi dengan wajah memerah, tubuh Prilly melorot kelantai. Dirinya tak mau menjadikan harga dirinya sebagai keegoisan Amalia, Prilly akan berusaha melunasi hutang-hutang Ibunya. Prilly tidak mau menikah dengan millyader itu.

Semalaman. Prilly tidak bisa tidur dengan nyenyak, waktunya terkuras untuk menangisi semua ini. Prilly bangkit dari tidurnya, mengambil handuk. Karena hari ini, Prilly akan mengambil shif pagi dan shif malam. Semoga saja, manager nya memberikannya.

Prilly melihat Amalia yang sedang melahap sepiring nasi goreng, tak ada untuknya. Prilly masuk kedalam WC tanpa berkata apapun, sudahlah.. Prilly akan memberikan pelajaran yang terbaik buat Amalia.

Setelah siap-siap, Prilly menghampiri Amalia yang memainkan ponsel canggihnya yang ia beli bekas. Yaa, walaupun bekas sih. Masih layak untuk dipakai Ibu.

"Kalo kamu nikah sama dia, hidup kita enggak akan se kere ini." Celetuk Amalia tanpa melihat kearah Prilly yang sedang menalikan sepatunya.

"Kalo aku ingin, aku udah bilang sama Ibu. Tapi, aku enggak mau Ibu. Kenapa enggak Ibu aja yang jadi istri kedua dia? Ada yaa, orang yang ngeduain istrinya sendiri."

Setelah berkata demikian, Prilly pergi tanpa berkata apapun pada Amalia. Prilly berjalan dengan sesekali berusaha menahan sesak nafasnya, selalu saja seperti ini saat ia mengeluarkan suara tingginya. Prilly mengambil sebotol air mineral ditas punggungnya, Prilly meneguknya sedikit.

Setelah merasa enakkan, Prilly berjalan kembali menyelurusi setiap gang yang ia lewati. Prilly berdoa, agar manager nya mau memberikan shif pagi dan shif siang sampai malam untuknya disaat ia hanya mempunyai satu pekerjaan saja.

***

"Sar?"

Merasa dipanggil.
Sarah menoleh dan tersenyum sumringah atas kedatangan Prilly yang secara tiba-tiba, ini masih pagi. Tetapi kenapa Prilly datang ke cafe ini, bukannya Prilly mempunyai satu shif di cafe lain.

"Lly bukannya?"

"Aku dipecat Sar dari cafe itu, akibat keteledoran aku. Tanpa pesangon apapun."

"What, seriously. Gilaa! Itu manager nya siapa sih Lly, pengen gue hajar aja. Masa dipecat, tapi enggak dapet pesangon sih." Omel Sarah dengan nada tingginya membuat pekerja lainnya melihat kearahnya dengan mata keheranan.

"Sar kecilin suara kamu isss, malu diliatin mereka. Kamu mau aku disangka nodong kamu lagi."

Sarah nyengir ketika banyak teman-teman sesama pelayan melihat kearahnya, Prilly ijin dulu untuk menemuin manager nya diruangan yang berada disebelah bar. Entahlah, akibat masalalu kelamnya. Tak ada yang mau berteman dengan seorang sepertinya, hanya ada Sarah yang mau berteman baik dengannya.

Dengan segala bujuk rayuannya, Prilly akhirnya bernafas lega. Manager nya mengijinkan ia untuk bekerja full di cafe ini, tentunya Prilly senang. Walau nantinya akan seperti biasa lagi.

TAKDIR [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang