Kini Prilly berada dirumah Amalia, tentunya tidak bersama Ali. Ali pastinya sedang menenangkan Nadya yang syok mendengar dirinya yang sedang mengandung darah daging Ali, Prilly melihat Amalia yang duduk diseberangnya dengan menyesap Teh Hangat.
"Kamu mau tau pendapat Ibu?"
Prilly mengangguk, pandangannya terlalu kosong. Terlalu banyak masalah akhir-akhir ini, membuat Prilly merasa kembali tertekan.
"Ibu pernah menjadi istri kedua Ayahmu, jadi Ibu bisa merasakan bagaimana perihnya menjadi istri kedua. Ibu minta maaf, Ibu menyesal membiarkan kamu menjadi istri keduanya. Jika kamu mau, lebih baik kamu bercerai, Ibu akan mengurus cucu Ibu tanpa suamimu itu."
Prilly menggelengkan kepalanya, dirinya tak mau bercerai dengan Ali. Bagaimanapun Prilly tak ingin anaknya kehilangan figur seorang ayah, Prilly akan bertahan, bertahan disisi Ali.
"Apa Ibu benar? Ibu sudah berubah, tidak lagi gila harta?" Tanya Prilly.
"Walaupun Ibu sekarang banyak harta, tetap Ibu ngerasa kesepian tinggal disini. Ibu menghargai pendapat kamu yang tak ingin bercerai dengan suamimu itu, tinggallah sementara disini."
Prilly mengangguk, dirinya akan menenangkan fikiran serta hatinya disini, sambil menunggu Ali menjemputnya. Prilly menghampiri Amalia, lalu memeluk Amalia dengan erat.
"Makasih Bu, Ibu sudah berubah!"
"Sama-sama sayang."
Prilly membuka pintu kamarnya, rasa lelah membuatnya ingin sekali merebahkan tubuhnya diatas ranjang besar itu. Prilly menatap jendela, Prilly berharap Ali menjemputnya sekarang. Rindu itu nyatanya menggunung, Prilly mengelus perutnya.
Sebelum kerumah Ibu, Prilly diantar oleh Ali memeriksa kandunganya. Prilly merasa bahagia, melihat hasil USG janinnya yang sangat sehat.
Prilly mengambil hasil foto itu, air mata haru mengalir. Semoga ini awal kebahagiaannya, Prilly mengusap foto janinnya yang baru saja berusia 2 minggu. Janinnya yang baru saja berbentuk segumpal darah.
Andai saja Ali melihat semua ini, Ali memang belum sempat melihat foto ini. Karena Nadya menelpon Ali untuk segera pulang, itu membuatnya sedikit sesak.
"Semoga ini awal kebahagiaan kita."
Prilly berharap Ali menelponnya atau mengiriminya pesan, baru saja ditinggal seperti ini. Prilly sudah rindu pada Ali, Prilly memfokuskan dirinya pada handphone. Berharap Ali menelponnya.
Drrtt
Buru-buru Prilly mengambil ponselnya, dan tersenyum sumringah melihat username Kak Ali terpampang disana, Prilly segera menekan tombol angkat lalu menempelkannya pada telinga.
"Baik."
"Kakak kapan jemput aku?"
"Semoga Kak Nadya mulai menerima aku ya Kak."
"Kok sebentar?"
"Hmm, iya."
Tut
Ali menelpon hanya memastikan dirinya baik-baik saja, Prilly merebahkan tubuhnya. Tiba-tiba Prilly badmood seketika, Prilly menatap langit-langit kamarnya.
"Semoga Kak Nadya menerima keberadaanku, aku tak ingin terus-terus bertengkar dengan dia," gumam Prilly lalu terlelap dalam tidurnya.
***
Sudah hampir sebulan, Ali belum menjemputnya. Namun, Ali sering menanyakan kabarnya melalui chat. Prilly rindu Ali, walau Ali tetap menafkahinya. Secara batin, Ali tak menafkahinya. Prilly menyeka air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR [PROSES PENERBITAN]
RomancePrilly Adryna tak pernah menyangka di dalam hidupnya akan dipaksa menikah dengan pengusaha bernama Ali Khalif Atmajaya, hanya karena uang dan paksaan ibunya. Bagaimana kisah selanjutnya? Ikuti terus cerita yang tertuang dalam kisah mereka.