Prilly terduduk disisi ranjang, Prilly senang kembali lagi ke rumah Ali. Prilly akan berusaha sabar menghadapi Nadya yang masih saja belum menerimanya dengan baik. Prilly melihat sekeliling kamar ini, ternyata Ali mengganti cat kamarnya dengan warna biru langit. Serta ada putih-putihnya, sangat elegan bukan.
"Istirahatlah?"
Prilly mendongak, melihat Ali berada diambang pintu sambil melipatkan tangannya didada. Prilly memalingkan wajahnya, melihat Ali seperti ini, rasanya ada yang bergejolak didalam perutnya.
Huek
Buru-buru Prilly memasuki kamar mandi, Ali menyusul Prilly, takutnya kenapa-kenapa. Prilly memuntahkan cairan bening, Prilly berpegangan pada bahu wastafel. Tenaganya terkuras, gara-gara morning sickness. Setelah Prilly mencari tau didalam Browser.
"Lebih baik kita ke Rumah Sakit lagi?"
Prilly menggelengkan kepalanya, ini hanya bawaan si kecil, tak ada gejala yang serius. Kenapa Ali terkesan lebay sekali? Prilly merasakan Ali memijit tekuknya, kepalanya berdenyut membuat Prilly sedikit lemas.
Ali mendekap Prilly yang nyatanya sangatlah lemas, baru saja pulang dari Rumah Sakit. Prilly sudah melemas seketika, Prilly memejamkan matanya. Rasanya berat untuk membuka mata ini, Ali membaringkan Prilly diatas ranjang, lalu menyelimutinya sebatas dada.
"Ali?"
Ali menoleh, dirinya melihat Nadya berada diambang pintu dengan keadaan yang acak-acakkan. Ali melihat lagi Prilly, jika Ali meninggalkan Prilly. Takutnya Prilly kembali muntah-muntah, namun jika Ali meninggalkan Nadya. Keadaan Nadya sedang kacau, itu akan membuat Ali semakin pusing.
"Biarin dia, aku butuh kamu," pinta Nadya, membuat Ali harus meninggalkan Prilly yang masih terpejam.
Setelah tak mendengar lagi suara mereka, Prilly memberanikan diri untuk membuka matanya. Air matanya luruh seketika, dirinya juga membutuhkan Ali, bukan hanya Nadya saja. Prilly menyeka air mata sialan ini, kenapa harus mengalir seperti ini.
"Jangan rewel ya sayang."
Prilly mengelus perutnya, Prilly menggigit bibir bawahnya. Nyatanya sesak itu masih ada, tangannya meremas bantal yang berada disampingnya. Haruskah sesakit ini untuk bertahan dalam pernikahan ini?
Prilly beranjak dari berbaringnya, rasa haus menyerangnya. Prilly melihat gelasnya sudah kosong, membuat Prilly mau tak mau harus turun tangga. Prilly membuka pintu kamarnya, kepalanya menunduk. Menatap lantai yang sangatlah bersih, tepat didepan kamar Nadya. Prilly mendengar suara decapan, serta pintu yang sedikit terbuka. Mereka sedang berciuman!
Prilly harus rela waktunya terbagi dengan Nadya, toh Nadya juga istrinya Ali. Prilly melanjutkan kembali langkahnya, dengan rasa sesak yang menghimpit dadanya.
Tanpa mempedulikan tatapan pelayan-pelayan yang sedang bekerja, Prilly mengambil air didalam kulkas, lalu menuangkannya pada gelas. Prilly meneguk air didalam gelas itu sampai tandas, tangannya yang kurang erat memegang gelas, membuat gelas itu jatuh.
Prang
Prilly hanya diam melihat serpihan kaca itu yang mengenai kakinya, hingga darah mengalir keluar dari kulitnya yang terkena serpihan kaca. Prilly terduduk dikursi bar, sakit ini tak terbanding dengan rasa sakit hatinya.
Pelayan yang bernama Asri mulai membersihkan serpihan gelas, tanpa melihat keadaan Prilly yang sepertinya sedang kacau. Prilly meremas rambutnya, sungguh dirinya sangat membutuhkan Ali sekarang. Namun, Prilly tak ingin egois, Nadya berhak mendapatkan kasih sayang Ali.
"Kau belum pergi juga!"
Prilly mendongak, ternyata Dira datang kembali ke rumah ini. Lalu Prilly menunduk, dirinya siap mendengar semua cacian dan hinaan Dira terhadapnya.
"Berapa nominal yang kau butuhkan untuk menjauhi Anak saya? Kau itu benalu untuk menantu saya, menantu saya lebih tinggi derajatnya dari kau yang notabenya orang miskin yang mengemis meminta harta Anak saya." Kata Dira, membuat ulu hati Prilly kembali terluka.
"Hiks. aku t---tak ingin harta, a---aku cuman butuh figur seorang Ayah untuk Anakku. Aku mengandung benih Kak Ali, dia cucumu!"
Dira tertegun, jadi orang yang dirinya anggap benalu, sedang mengandung cucunya. Namun, Dira mencoba menyingkirkan rasa itu. Dira menatap tajam pada Prilly yang terus saja menunduk, Dira melihat luka dikaki Prilly yang sudah mulai mengering.
"Dia bukan cucuku, kau pasti mengada-ngada, kan? Mengatakan dia adalah benih Anakku, padahal dia adalah benih Pria lain. Cihh, taktikmu murahan sekali."
Hati Prilly kembali sakit, ingin rasanya pergi dari kehidupan Ali, namun hatinya seringkali menolak dan memaksanya untuk bertahan disamping Ali. Prilly mendekap mulutnya dengan satu tangan, agar isakan yang menyayat hati.
"Demi Allah. Aku tidak pernah memberikan tubuhku kepada laki-laki lain, selain Kak Ali hiks. kenapa Mama menuduhku? Ini benar-benar cucumu." Isak Prilly.
"Saya tak percaya apa yang kau katakan, pergi dari kehidupan Anak saya." Sentak Dira.
Prilly melepaskan dekapannya, kemudian menangis dihadapan Dira yang tampak tak peduli dengannya.
"Mama apa-apaan!"
Prilly mendongak, Ali datang dengan wajah datarnya. Ali menghampiri Prilly dan memegang dagu Prilly agar tidak menunduk, Prilly tetap saja menangis. Ali membawa Prilly kedalam pelukannya, Prilly mencengkram pakaian Ali.
Semua itu disaksikan oleh Dira serta Nadya yang menatap nanar keduanya, Dira berusaha bersikap acuh dan menutupi semua itu dengan kebencian. Prilly menangis dipelukan Ali, kenapa semua orang membenci keberadaannya yang berada disamping Ali. Semua itu bukan keinginannya, semua itu takdir.
"Menangislah, tumpahkan semuanya padaku. Daannn.. maaf!"
Hiks.
Nadya tak sanggup melihat Ali memeluk Prilly dengan erat, Nadya kembali kekamarnya. Dira yang melihat Nadya pun bertindak dengan melepaskan pelukan Ali kepada Prilly.
"Kau ini benar-benar benalu, Nadya melihatmu Li. Dia tersakiti, melihatmu memeluk perempuan ini," bentak Dira, kepada Ali.
"Maa, Prilly istriku Ma. Dia butuh aku sekarang, dia membutuhkan figur suami dariku Ma, Mama stop ikut campur tentang keluargaku. Tentang Nadya, dia belum mengerti posisiku yang harus adil pada mereka. Harusnya Mama mengerti, karena Mama pernah menjadi dimadu oleh Papa!" Ujar Ali panjang lebar.
Plak
Dira menampar Ali dihadapan Prilly, Prilly hanya diam. Ali hanya bisa mematung saat Dira menamparnya.
"Itu masa lalu Mama, aku tak ingin Nadya bernasib sama sepertiku!"
Masa lalu yang membuat Dira sulit untuk memaafkan Wisnu, Papa Ali. Walau pernikahan kedua Wisnu sudah berakhir, Dira pergi meninggal rumah Ali tanpa berpamitan pada Anaknya.
"Maaf atas semua rasa sakitnya."
Ali kembali memeluk Prilly, Prilly hanya diam dengan pandangan yang tentunya kosong. Ali menyeka air mata Prilly yang masih saja mengalir.
"Kenapa bertahan itu sesakit ini Kak?"
Jika kalian berada diposisi Prilly, kalian akan melakukan apa?
Pergi dengan kebencian?
Atau.. bertahan walau itu sakit?
Minggu, 17 mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR [PROSES PENERBITAN]
Storie d'amorePrilly Adryna tak pernah menyangka di dalam hidupnya akan dipaksa menikah dengan pengusaha bernama Ali Khalif Atmajaya, hanya karena uang dan paksaan ibunya. Bagaimana kisah selanjutnya? Ikuti terus cerita yang tertuang dalam kisah mereka.