16

5.4K 411 42
                                    

Prilly menceritakan ini semua pada Sarah, hatinya sedikit lega sudah menceritakannya pada Sarah. Sarah memeluk Prilly untuk memberikan ketenangan, Sarah tau. Prilly pasti lelah menahan beban yang Prilly pikul sendiri, terlebih lagi. Ibunya yang haus akan harta. Prilly sudah lelah bertahan dalam pernikahan itu, Prilly lelah terkurung didalam rumah itu.

"Mending lo cerai aja, Ill. Daripada lo kesiksa batin terus!" Gerutu Sarah.

Prilly menggelengkan kepalanya, dirinya tak ingin bercerai. Hatinya yang terdapat nama Ali, tak semudah itu Prilly menceraikan Ali. Prilly tetap ingin mempertahankan pernikahan ini, walaupun Ali tetap seperti itu. Tak ingin terbuka dengannya, dan tetap merahasiakan semua ini.

Drrrtt

Prilly melepaskan pelukannya, kemudian mengambil ponselnya.

Ali is calling

Sarah menyuruh Prilly agar mengangkatnya, Prilly ragu-ragu untuk mengangkatnya. Namun, Sarah mengangguk meyakinkan Prilly agar mengangkat panggilan dari Ali. Prilly berdiri kemudian sedikit menjauh dari Sarah.

"Iya, aku pulang."

"Gausah, aku bisa sendiri!"

"Aku bilang, aku bisa sendiri!!!!"

"Terserah Kakak deh!"

Tutt

Prilly memutuskan panggilan sepihak, kemudian kembali pada Sarah. Prilly merenggut kesal pada Ali yang memaksa untuk segera pulang, padahal dirinya baru bertemu dengan Sarah. Sarah menepuk pundak Prilly mengerti.

"Aku pulang ya Sar, takut dia ngamuk lagi." Pamit Prilly pada Sarah.

Sarah mengacungkan jempolnya, lalu memeluk Prilly secara singkat. Daripada Ali marah, lebih baik Prilly menuruti keinginan Ali. Dirinya terlalu pusing untuk menebak pemikiran Ali yang menurutnya rumit, bahkan sangatlah rumit. Prilly memijit pelipisnya yang terasa sangatlah pusing.

Bruk

Pundaknya tertabrak hingga menyebabkan Prilly terhuyung ketengah jalan, Prilly memegang bahunya yang terasa sangatlah sakit. Prilly melihat orang itu lagi, semuanya berpakain hitam. Namun, pandangannya mengejut melihat sebuah mobil melaju kearahnya. Prilly berusaha bangkit, namun kakinya terasa kram.

Tit

Rasanya ada yang mengangkat tubuhnya, Prilly membuat matanya dan bertemu dengan mata Ali. Prilly memeluk Ali dengan sangatlah erat, Prilly takut. Takut trauma itu akan kembali, Ali bisa merasakan bahu Prilly berguncang. Ali memeluk Prilly yang kembali histeris, seperti waktu itu.

"Sudahlah.."

"Hiks.. maafin aku Kak."

"Untuk?"

"Pergi tanpa seijin dari Kakak itu benar-benar membahayakan."

Ali membantu Prilly berdiri, namun kakinya terasa sangatlah sakit. Ali mengangkat tubuh Prilly kemudian menggendongnya menuju mobil yang terparkir tak jauh dari tempat ini, pikiran Prilly masih berkelana. Entah perasaannya atau tidak, Pria misterius itu mengikutinya. Bahkan sejak Prilly mendatangi cafe tempatnya dulu bekerja, Pria itu benar-benar mengintainya.

Ali mendudukkan Prilly didalam mobilnya, Prilly hanya mampu terdiam dengan sedikit isakan yang mungkin saja terdengar oleh Ali. Prilly hanya bisa menunduk tak ingin bertatapan dengan pemilik mata tajam itu, tiba-tiba saja ada tangan yang menghapus air matanya. Prilly mendongak dan menatap Ali.

"Sudah jangan menangis lagi."

Tatapan itu berubah menjadi teduh, Prilly terhipnotis oleh tatapan Ali yang meneduhkan. Prilly memalingkan wajahnya kemudian menatap sekilas Ali yang akan menyetir, mereka terdiam tak tau harus berbicara apa. Prilly menggigit bibir bawahnya, pikirannya masih menerka-nerka siapa Pria yang berpakaian hitam yang mengintainya itu.

TAKDIR [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang