Airmatanya selalu saja mengalir, pandangannya kosong kedepan. Hanya dirinya seorang diri diruangan ini, ruangan luas namun sepi tak ada keramaian. Kenapa takdir tidak membawanya pergi? Prilly ingin pergi, tak ingin ikut campur dengan masalah berbelit ini. Harusnya ia mati, bukannya seperti ini. Kenapa mereka harus membiarkannya hidup jika mereka membuatnya kesakitan batin.
"ARGGGG..."
Prang
Prilly menyingkirkan mangkuk yanh berisikan bubur dihadapannya, Prilly muak. Prilly rasanya ingin mati saja daripada harus menikah dengan Pria itu, apapun caranya bagaimanapun keadaannya. Prilly menolak menikah dengan orang yang sama sekali tak ia cintai, semua itu hanya kehendak Ibunya bukan keinginannya.
"Argggg..."
Lagi-lagi Prilly mengerang bukan kesakitan, namun hatinya yang sakit. Haruskah takdir seakan-akan mempermainkannya.
Matanya melihat gelas bekasnya minum, Prilly mengambil gelas itu dan kembali membantingkannya kelantai. Tak ada Ali ataupun Ibunya, Prilly menurunkan pelan-pelan kakinya yang terbaluti oleh kain. Walau masih perih akibat dirinya berjalan diantara banyaknya pecahan beling.
Prilly memegang salahsatu beling itu, matanya menajam. Lebih baik Prilly mati disini, meninggalkan semua masalah yang membuatnya tertekan. Prilly mengarahkan beling itu pada pergelangan tangannya yang tidak diperban.
"Apa yang kau lakukan!!!!"
Sret
Belum sempat Prilly memotong denyut nadinya, tangannya tertepis oleh Ali hingga mengenai tangan Ali. Darah segar mulai keluar bersamaan dengan bau anyir yang tercium, Prilly hanya diam. Harusnya dirinya bukan Ali, Ali menatap dalam pada Prilly.
Bagai terhipnotis oleh mata elang milik Ali, Ali menuntun Prilly agar kembali ke ranjangnya. Tak memperdulikan lukanya yang mungkin saja sudah membasahi tangannya dengan darah.
"Sebentar aku akan panggilkan dokter dulu." Ali berkata serius.
Prilly menatap kepergian Ali, hatinya masih bertanya. Apakah tujuan Ali menikahinya? Apakah Pria itu tidak cukup dengan 1 istri? Dan, Prilly merasa semua ini misteri. Prilly tak habis pikir pada mereka, motif apa yang mereka buat? Apakah tujuannya harta? Namun itu adalah motif Ibunya.
Prilly menatap pecahan beling yang ia pecahkan, suster sedang membersihkannya. Sedangkan ia, hanya melamun memikirkan masalah itu. Tiba-tiba saja Ibunya datang dengan tatapan marah, Prilly hanya tertunduk tak mau menatap Amalia.
"Dasar anak yang tak tau diuntung! Dia ladang kekayaan Ibu, kamu harus mau menikahinya! Ibu gak mau lagi kata enggak! Kamu harus mau." Sentak Amalia.
"Aku enggak mau hiks.. enggak mau.. enggak mauu.." jerit Prilly.
Prilly memukul kepalanya lagi dengan tangisan yang histeris, namun Amalia tetap tenang. Itu sudah biasa ketika Prilly mulai tertekan dan psikisnya mulai terganggu. Suster tadi yang sedang membersihkan pecahan beling itupun tergesa-gesa memanggil dokter walaupun matanya menatap aneh pada Amalia.
"GAKK MAUU hiks.... KALIAN JAHATT hiks... GAK MAUUU.."
Dokter menyuntikkan obat penenang membuat Prilly tenang tak seperti tadi, walaupun pandangannya kembali kosong. Amalia hanya tenang kemudian pergi begitu saja untuk menemui Ali, Amalia semakin tak sabar membujuk Ali agar mempercepat agar pernikahan yang sangat menguntungkan baginya.
"Saya tidak mau tau, pernikahan itu harus segera dilaksanakan! Saya tidak mau tau caranya, pernikahan harus segera dilaksanakan!!!"
Dasar matre.
Masalah dan masalah lagi, Ali merasa pening pada kepalanya. Tangannya memang sudah diperban, namun lagi-lagi masalah itu datang padanya. Amalia terus memaksakan agar pernikahan itu terlaksanakan, terlebih lagi. Pembangunan diluar kota sedang kacaunya dan Ali harus kesana, terlebih lagi situasi disini sedang tidak memungkinkan dirinya meninggalkan Prilly. Bisa-bisa wanita itu bisa kabur.
"Oke!"
Amalia tersenyum bahagia, akhirnya impiannya menjadi seorang wanita kaya raya akan terlaksanakan secepatnya. Amalia jadi tak sabar menunggu hal itu, Amalia membayangkan bagaimana reaksi orang-orang yang pernah merendahkannya melihat dirinya mempunyai harta yang berlimpah.
"Bagaimana?"
Prilly menoleh pada Ali yang berada disampingnya, Prilly memalingkan wajahnya tak ingin bertatapan dengan Pria ini.
"Kau harus menjadi istriku, setelah kau sembuh. Pernikahan itu akan terlaksanakan." Ali berkata dingin.
"Beritahu saya istri anda siapa? Anda pikir saya mau menjadi istri anda! Saya rasa, pernikahan ini sangatlah bodoh. Mana mungkin saya mau menjadi istri kedua anda? Anda harus camkan ini, saya menolak pernikahan in---mhppp."
Cup
Ali melumat bibir tipis Prilly, Prilly berusaha berontak. Namun, nyatanya tenaganya lemah. Prilly hanya diam tak membalas ciuman ini, Ali menciumnya dengan kasar. Mungkin saja bibirnya sudah robek oleh Ali, Prilly memejamkan matanya. Rasa perih mulai menyerang bibirnya yang basah.
"Haaah... ada 2 pilihan? Ibumu akanku penjarakan dengan tuntutan pemerasan, atauu.... menikah denganku."
Pilihan apa itu? Tiba-tiba saja tanpa diminta, air matanya menangis. Prilly tak tega melihat Ibunya harus tinggal dipenjara, namun Prilly tak ingin menikah dengan Pria yang sudah beristri. Prilly membayangkan bagaimana ia menjadi istri kedua dari Pria ini. Rasanya tak ingin menjadi bahan cemoohan banyak orang.
"Tuan Ali yang terhormat. Coba bayangkan, bagaimana istri anda tau kelakuan anda yang ingin menikahi saya? Saya tak mauu.. kenapa anda memaksa dengan pilihan itu, anda taukan? Saya mempunyai psikis yang buruk, apa anda mau saya jadi gila karena anda?"
Ali terdiam. Ali tau konsekuensinya, bahkan orangtuanya sudah menyetujui dengan berbagai syarat. Namun, ada satu yang tidak Prilly ketahui. Satu alasan mengapa dirinya ingin sekali menikahi Prilly walau dirinya sudah menikah. Ali menatap bibir Prilly yang tampak bengkak dan terluka akibat perbuatan dirinya.
"Suatu hari kau akan mengerti!!!"
"Bagaimana saya bisa mengerti, jika anda tidak memberitahu saya akan semua ini. Saya bisa gila karena anda!!!" Teriak Prilly.
Ali berdeham, kemudian memberikan tisu pada Prilly. Namun, Prilly tepis tisu itu. Pria ini memang benar-benar membuatnya gila, Prilly menangis histeris tanpa memperdulikan Ali yang berada disisinya.
"PERNIKAHAN INI HARUS SEGERA DILAKSANAKAN! IBU TAK MAU ADA KATA TIDAK!" Teriak Amalia menggelegar membuat Prilly bersama Ali spontan menoleh pada Amalia.
"Ibu kenapa memaksakan kehendak Bu? Hiks.. aku enggak mauu Buu.. kenapa harus aku yang jadi istri kedua diaa, aku benci dia Bu.."
"Prilly, Ibu enggak mau ada kata enggak! Kamu harus menikah dengan dia." Sentak Amalia. Ali hanya diam sambil memerhatikan keduanya.
"Semua itu karena ambisi Ibu! Aku enggak mauu Bu terus-terus diperbudak!!!!" Teriak Prilly.
"PERGIIII.. PERGIII.. hiks.. AKU BENCI KALIANN hiks..." racau Prilly.
Prilly mulai memberontak kembali, Ali memeluk Prilly agar tidak memukul kepalanya lagi. Prilly menangis histeris namun Amalia hanya terdiam membisu, Ali berusaha menenangkan Prilly dengan cara memeluknya. Prilly memukul punggung Ali, Prilly menangis sambil teriak.
"AKU ENGGAK MAUUU.. hiks.. TOLONG JANGAN PAKSA AKU.."
Ada yang emosi liat tingkah Amalia?
Pasti emosi dong:(
Komen yang banyak biar kaii semangat ngetik setiap hari buat kalian
Selasa, 28 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR [PROSES PENERBITAN]
RomancePrilly Adryna tak pernah menyangka di dalam hidupnya akan dipaksa menikah dengan pengusaha bernama Ali Khalif Atmajaya, hanya karena uang dan paksaan ibunya. Bagaimana kisah selanjutnya? Ikuti terus cerita yang tertuang dalam kisah mereka.