48

3.6K 322 14
                                    

Prilly memainkan ponselnya tanpa minat, benar-benar hari weekend nya harus hanya karena keberadaan Vanya, sepupu suaminya yang benar-benar berisik.

Minta inilah, itulah.

Prilly menyeruput es jeruk tanpa minat. Vanya benar-benar mengacaukan semuanya, bahkan dia terang-terangan tak menyukai keberadaannya. Memangnya dia siapa?

"Ngapain sih lo malah rujuk sama mantan istri lo? Malah ninggalin Nadya yang tentunya perfect, ck, mata lo emang udah rabun ya Li," omel Vanya marah-marah.

Ali melihat ke arah Prilly benar-benar suntuk atas keberadaan Vanya, ia menarik tangan Prilly lalu menggenggamnya dengan erat membuat Prilly terhenyak.

"Jodoh sudah diatur," balas Ali.

"Kenapa harus sama dia sih?"

Vanya mendelik ke arah Prilly yang hanya diam. Vanya melihat Prilly dari bawah ke atas, tentunya penampilannya akan berubah, semua itu pasti karena sudah menguras habis isi dompet sepupunya ini.

Takkan Vanya biarkan wanita ini menguras habis uang Ali.

"Kesel gue lama-lama liat lo malah milih dia. Mata lo udah buta ya Li? Katanya CEO ternama, tapi milih istri di bawah standar lo, kenapa lo gak minta gue buat nyariin istri lagi bukan balik sama mantan lo itu," geram Vanya.

"Jaga ucapan kamu, Vanya!"

Prilly meremas tangannya sendiri, mulut Vanya memang sangatlah pedas. Cantik sih, tapi mulutnya seringkali menghina seseorang, semua itu percuma.

"Kamu juga ngapain sama om-om? Gak dapet uang dari Mama?"

Pertanyaan itu membuat Vanya salah tingkah, kenapa Ali sampai tau jika diriny bermain-main dengan om-om. Bisa bahaya jika Ali memberitahu semua itu pada Mamanya, bisa-bisa ia terusir dari rumah dan di cabut dari kartu keluarga. Bahkan Vanya tak bisa membayangkan jika ia tak dapat warisan sepeserpun.

"L---lo ngomong jangan asal ya Li, mana mungkin gue khianatin Ryan. Uang gue banyak, ngapain juga gue harus main-main sama om-om," elak Vanya sambil meminum minumannya.

"Terserah, lagian itu bukan urusan saya, kamu sudah dewasa. Pilih pasangan yang bener, bukan om-om," kata Ali.

Ingin sekali Prilly tertawa melihat wajah Vanya yang semakin masam, namun, Prilly menghormati Vanya sebagai sepupu Ali. Lagian Prilly juga lelah meladeni Vanya yang tidak pergi-pergi.

"Li, temenin yuk ke dermaga. Mager gue sendirian," pinta Vanya merengek.

"Lebihbaik kamu dengan Prilly," usul Ali membuat Vanya cemberut. "Ogah, berdua aja," rengek Vanya.

"Kita semua ke sana."

Prilly menghela nafasnya saat Vanya tak mengijinkannya untuk berjalan beriringan bersama Ali. Membuatnya terpaksa harus berjalan di belakang Ali dan Vanya, Ali menoleh ke belakang, lalu tersenyum pada Prilly.

"Sinii?"

Prilly tersenyum saat Ali mengulurkan tangannya, namun, senyumannya menghilang saat Vanya merebut uluran tangan Ali. Membuat Prilly sangat kesal pada Vanya.

Sesampainya di pantai, Vanya merentangkan tangannya menghirup udara yang benar-benar sangatlah sejuk. Ali memperhatikan Prilly yang memandang luasnya lautan dengan senyuman yang selalu saja terbit.

"Kamu cantik?" bisik Ali.

Bisikan itu membuat Prilly tersipu, Prilly menyelipkan anak rambut yang berjatuhan. Vanya yang kesal melihat Ali memperhatikan Prilly terus-terusan.

Vanya tersenyum sinis, ia menghampiri Ali serta Prilly. Dengan sengajanya, Vanya tiba-tiba saja berdiri di antara keduanya dan mendorong tubuh Prilly ke arah laut.

TAKDIR [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang