34

4.9K 421 38
                                    

"Bagaimana keadaan Nadya, dok?"

Dokter Mala menggelengkan kepalanya, kondisi Nadya kritis akibat terlalu banyak meminum obat tidur atau bisa dibilang Nadya overdosis, kandungannya pun tidak bisa dipertahankan. Nadya hanya tinggal sendiri disini, membuat Dira dan Wisnu harus bertanggungjawab dengan kondisi Nadya.

"Dia kembali kritis, walau sempat stabil. Kita hanya bisa berdo'a, agar pasien bisa kembali stabil," ujar dokter Mala.

"Saya permisi."

Dira mendengus kesal dengan keadaan Nadya, walau Dira sangat benci pada Nadya yang sudah mengkhianatinya. Dira kasihan pada Nadya yang hanya yatim piatu, ditinggal oleh kedua orangtuanya karena pembunuhan. Miris, membuat Dira bertanggungjawab atas Nadya.

"Cih. Kenapa pelacur itu melakukan hal sebodoh itu, merepotkan saja, heh." Dira mendengus, Wisnu hanya membiarkan Dira berkata apapun sesuka hatinya.

"Saya ada pekerjaan, lebihbaik kamu yang handle orang yang kamu anggap pelacur itu," kata Wisnu.

Wisnu pergi meninggalkan Dira, Dira menghentakkan kakinya. Dia benar-benar tidak bisa lari dari tanggungjawaban ini, Dira mendial nomor Ali. Namun, nyatanya anak pembangkang itu tidak mengangkat ponselnya. Kemana dia? Dia bahkan belum resmi bercerai dengan Nadya, lalu kenapa dia yang harus repot-repot mengurus Nadya.

Dilain tempat.

Prilly termenung, sepertinya yang tertembak bukanlah Reza. Apa mungkin Ali? Waktu itu Prilly hanya melihat sekilas, orang itu memakai jas berwarna hitam.

"Ali sering memakai jas hitam?" Batin Prilly.

Benar, Prilly seringkali melihat Ali memakai jas hitam. Lalu Prilly melepaskan infus yang berada ditangannya, ia harus memastikan jika yang tertembak itu Ali bukan Reza. Entahlah feeling nya terhadap Ali terlalu kuat.

Langkah Prilly terhenti mendengar suara Amalia yang sedang menelpon.

"Thalia orang yang sangat bahaya Reza bagi Prilly, dia mengincar Prilly karena suamiku sudah membunuh keluarganya. Tapi, Ibu enggak percaya akan hal itu. Mana mungkin Suami Ibu membunuh keluarga mereka, sedangkan kita mempunyai ikatan darah. Thalia adalah keponakan Ibu, Reza. Bahkan Ibu tahu persis sikapnya Ayah Prilly yang sangat penyayang."

Deg

Fakta apa ini?

Kenapa semua berhubungan dengan pembunuhan yang tidak Prilly mengerti sama sekali, Prilly menghapus airmatanya yang mengalir. Tak peduli tangan bekas infusannya mengalirkan darah, setelah tak ada Amalia. Prilly keluar ruangannya.

"Pembunuhan? Ayah? Ali? Thalia? Sebenarnya siapa yang salah disini," batin Prilly.

Prilly berjalan kearah resepsionis. "Sus tolong cek, apakah ada pasien bernama Ali khalif admajaya?" Resepsionis itu mengangguk, lalu membuka catatan miliknya.

"Pak Ali berada diruangan ICU."

Setelah mendengar jawaban dari resepsionis, Prilly bergegas keruangan ICU. Kenapa Ali melakukan hal ini? Prilly malah berterima-kasih kepada Reza bukan Ali, Prilly menatap nanar pada ruangan ICU. Disana Ali koma, setelah mengalami masa kritisnya.

Prilly mengelus perutnya, tiba-tiba saja Baby menendang perutnya. Mungkinkah menyuruhnya untuk masuk? Prilly merasa ragu-ragu untuk masuk, perasaan bencinya masih ada, serta perasaan itu hanya terpendam dihatinya.

"Masuk atau tidak?" Batin Prilly.

Tangannya mengelus perutnya yang semakin hari semakin membuncit, Prilly memejamkan matanya. Lalu menghembuskan nafasnya, Prilly mendorong pintu ICU. Nafasnya tercekat melihat Ali berbaring diatas bansal dengan suara monitor yang berirama, Prilly sedikit meringis melihat begitu banyaknya kabel yang menempel pada badan Ali.

"Kenapa Kak Ali melakukan hal ini sama aku? Kenapa Kak Ali enggak biarin aku mati aja seperti Kakak membunuh Ayah aku," Prilly terduduk dikursi, menatap nanar pada Ali.

"Maafin aku Kak, gara-gara aku. Kakak seperti ini, Kakak bangun ya? Kalo Kakak bangun, aku janji Kak akan mengijinkan Kakak untuk melihat Anak kita nanti Kak. Walau aku enggak menjanjikan hubungan kita kembali Kak, walau sulit untuk menerima orang yang sudah membunuh Ayah aku."

Prilly dengan ragu-ragu menyentuh tangan dingin Ali, kenapa harus Ali yang seperti ini? Lalu kenapa Reza serta Amalia yang berbohong kepadanya, Prilly menghapus airmatanya. Lalu memejamkan matanya sambil mencium tangan Ali.

Prilly berdiri, lalu mengarahkan tangan Ali agar menyentuh perutnya. Prilly menggigit bibir bawahnya, menahan isakan yang akan keluar. Prilly melihat luka tembakan itu yang berada di dada Ali, bukannya itu salahsatu organ vital.

"Kenapa menyakitkan?" Batin Prilly.

Tak kuasa menahan tangisannya, Prilly meletakkan kembali tangan Ali. Lalu pergi dari ruangan ICU, tanpa Prilly tau, Ali membuka matanya dengan airmata yang mengalir.

"Kita saling mencintai, namun terhalang masalalu," batin Ali.

Prilly terduduk didepan pintu ICU, hatinya teriris. Haruskah hati dan egonya berperang seperti ini?

"Aaahiks. hiks. hiks," isak Prilly.

Kejam memang, Prilly mengira percintaannya akan baik-baik saja. Nyatanya, cinta malah terhalang oleh masalalu kelam itu. Prilly berdiri, lalu pergi dari ICU. Membawa sebuah janji yang harus segera ditepati, tanpa Prilly tau Ali sudah sadar.

"Darimana aja kamu? Bikin Ibu khawatir sama kamu, kenapa sih kamu selalu bikin Ibu kerepotan gara-gara kamu. Orang sakit itu diem disini, bukan maennya keluyuran. Nanti kalo kamu diculik lagi gimana? Yang khawatir juga siapa? Ibu sendirikan," omel Amalia.

"Lebihbaik aku diculik dan dibunuh oleh Thalia Bu, daripada harus merasakan sakitnya mencintai dan terhalang oleh masalalu."

Amalia terdiam mendengar balasan dari Prilly, apakah Prilly mendengar percakapannya ditelepon bersama Reza. Jika benar, Amalia takut psikisnya Prilly kembali terganggu oleh ancaman Thalia. Amalia mengikuti langkah Prillu, Amalia melihat bercak darah pada tangan Prilly yang sudah mengering.

"Kamu tahu?"

"IYA BU, AKU TAHU SEMUANYA!"

Prilly terduduk dengan tangisan yang kembali terdengar, tangannya memukul-mukul kepalanya. Amalia mendekati Prilly, lalu memeluk Prilly agar tidak melakukan hal itu.

"Stop. Jangan seperti ini? Kamu sedang hamil besar Prilly, stop bikin Ibu pusing dengan tingkah kamu," bentak Amalia.

"Bu, apa aku dan Kak Ali enggak ditakdirkan untuk bersama? Aku mencintainya Bu, tetapi rasa benci itu semakin membesar Bu. hiks. Kenapa aku teramat sangat mencintainya, apakah ini hukuman Bu. Kenapa mencintai Kak Ali selalu banyak rintangannya Bu? Kenapa harus masalalu itu harus ada?"

Amalia memeluk Prilly, Amalia bisa merasakan Prilly sangatlah rapuh. Prilly memeluk Amalia, Amalia mengelus punggung Prilly agar tenang.

"Kenapa masalaluku harus berhubungan dengan pembunuhan?" Batin Prilly.

Terlalu banyak membatin, membuat Prilly tersiksa. "Kamu jangan terlalu banyak menangis, cucu Ibu kasihan nanti. Ibu enggak mau dia kenapa-kenapa, gara-gara kamu keseringan menangis," ujar Amalia.

Prilly akan berusaha kuat, demi buah cintanya  bersama Ali. Dialah penguatnya sekarang, disaat orang yang dicintainya tengah berjuang antara hidup dan matinya.

"Bu, kenapa masalalu Ayah harus tentang pembunuhan? Kenapa aku yang kena imbasnya," tanya Prilly.

"Kalau soal itu, Ibu kurang tahu. Ibu hanya tahu, kamu adalah Anak kesayangan Ayah. Makanya mereka banyak mengincarmu," balas Amalia.

"Aku mencintai Kak Ali, tetapi aku juga teramat membencinya."

Sudah ada yang mengerti?

A/N

Wuahh. Mengetik dari jam 7 kurang sampai jam 8 lebih, sambil olahraga otak dan jempol nihh.. badan sakit-sakit demi up sekarang;(

Sab, 6 juni 2020. Cianjur

TAKDIR [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang