11. DUA MASALAH BERBEDA

3.2K 204 2
                                    

jangan lupa tinggalin jejak yess! 😻

——

Omar merasa sangat beruntung punya sahabat seperti William dan Jeka, meski mereka sering di anggap aneh, mereka adalah orang yang tulus.

William memutar kursinya menghadap ke Omar yang duduk di belakangnya. “Gimana bro kemarin pergi sama si onoh?”

Jeka menunggu jawabannya.

“Adara?” tanya Omar menyenderkan punggungnya ke tembok karena duduk di bagian pojok. “Gak gimana-gimana, emang lo pada maunya gimana?”

“Ya masa nanya, jadian lah. Mantep bro,” kata William seraya mengacungkan jempolnya.

“Apanya yang mantep?” tanya Omar lagi.

“Govlok lah si William, giliran ditanya apa yang mantep malah kicep,” celetuk Jeka. “Dia tuh baik Mar, gak kayak yang lo bilang. Gua liat dia bertingkah kayak gitu sama lo doang.”

“Kalo menurut lo baik mah pacarin Jek,” ucap Omar.

“Dia sukanya sama elo bukan gua,” balas Jeka.

“Misalnya dia suka sama lo, lo bakal jadiin dia pacar?” tanya Omar.

“Ya iyalah masa gua diemin aja? Gua bukan lo yang galak sama cewek sampe segitunya,” jelas Jeka berhasil membuat Omar tersentak diam.

“Gak pekaan banget buset dah sama cewek. Gua kalo jadi Adara udah berhenti berusaha dapetin perhatian si Omar,” sindir William pada Omar.

“Lo nyindirnya kurang ahli. Terlalu frontal Will,” kata Omar lalu mengeluarkan buku tulis cadangannya.

Mata William melirik buku terbuka yang ada di atas meja Omar. “Kayak kenal sama tulisannya.”

“Iya dia, emang kenapa dah? Lo mau gua bacok Will? Bahas cewek mah gak salah, tapi kalo bahas tuh cewek terus gua jadi males asli.” Omar menutup bukunya dan dia lempar ke kolong meja.

“Ngapain di buka kalo gak ada tugas?” tanya Jeka.

Pertanyaan Jeka tidak Omar jawab, dia sendiri juga bingung kenapa bisa mengeluarkan buku itu dari tasnya.

Ketika jam istirahat, Omar turun ke kantin sendiri karena dua temannya masih mengerjakan tugas dan dikumpul secepatnya. Dia menyender ke gerbang kantin dan matanya melesat pada satu perempuan yang sedang menguncir rambutnya.

Perlahan perempuan itu mendekat.

“Omar? Ngantin bareng yuk!” ajak Adara sambil tersenyum.

“Lo sendiri aja,” tolak Omar singkat.

“Berhubung lo sendiri dan gue juga sendiri, kenapa gak barengan aja? Darin lagi di toilet.”

“Yaudah tungguin.”

“Kalo gitu nunggu Darin dateng, gue disini sama lo ya?”

“Sebebas lo,” cetus Omar.

Adara menganggukkan kepalanya sambil mengerucutkan bibirnya. “Yaudah lo jadi pacar gue, gue bebas kan kata lo?”

ADAROMARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang