jangan lupa tinggalin jejak yess! 😻
——
Ali mengetuk pintu rumah begitu Omar sedang main komputer di ruang tamu. Tangan Omar tidak berhenti mengetik pada obrolannya dengan William dan Jeka dalam permainan online nya.
“OMAR BUKA PINTU! KAMU GAK BISA DENGAR SUARA SAYA? ATAU KAMU GAK MAU KETEMU SAYA?!” geram Ali di depan pintu lalu menggedor-gedor sampai tetangga dengar.
Mereka saling menyalakan pesan suara hingga suara Ali masuk ke dalam sana sebelum Omar matikan.
“Mar? Bapak lo udah sampe?” tanya William sangat panik.
“Udahin dulu dah Mar, nanti lo join lagi. Samperin dulu bapak lo!” ujar Jeka tergesa-gesa.
“Males gua, Bre!” balas Omar dengan suara datar.
Ali semakin murka karena belum juga di bukakan pintunya. “OMAR! BUKA!”
Terpaksa Omar menghentikan permainannya, dia jalan ke arah pintu lalu membukanya. Ali pun langsung membentak Omar saking murkanya.
“Anak gak tau diri! Gak punya sopan santun sama orangtua!” bentak Ali sambil masuk ke dalam rumah lalu menggebrak meja komputer milik Omar. “Apalagi ini? Game? Kerjaaannya cuma main! Kapan kamu bisa belajar dengan baik? Lebih utama belajar menghargai yang lebih tua apalagi saya ayah kamu Omar!”
Omar tertawa miris melihat Ali. “Pak Ali cuma tau saya main game, saya di sekolah buat apa Pak? Saya belajar selama delapan jam masih gak di anggap? Saya jelas menghargai yang lebih tua tapi maaf saya gak paham cara menghargai Pak Ali yang kerjaannya cuma ngebentak dan gak ngertiin anaknya sendiri.”
“Saya salah besar kenapa harus punya anak seperti kamu?! Benar-benar tidak tau di untung!” Ali melempar mouse yang ada di dekat tangannya ke wajah Omar sampai mengenai mata kanannya.
Omar berusaha sabar. Dia mengangguk pelan melihat perlakuan Ali padanya. Hingga akhirnya dia emosi begitu Ali ingin membanting handphone Omar yang terletak di atas prosesor.
“Jangan banting barang saya lagi!” Omar merampas handphone nya dari tangan Ali. “Pak Ali lebih baik pergi daripada cuma marahin anaknya yang selalu salah di mata Pak Ali!”
Ali tertawa remeh. “Sudah merasa hebat bisa usir saya? Sudah tau saya pulang hanya satu kali dalam setahun kenapa kamu gak mau saya pulang sekarang?!”
“Saya jauh lebih tenang waktu Pak Ali gak ada di dekat saya! Gimana mau merasa damai kalo Pak Ali datang? Atau cara Pak Ali mengasihi saya harus dengan cara kasar dan membentak saya tanpa henti?” tanya Omar sambil menggenggam erat handphone nya. “Bukan cuma saya gak mau Pak Ali ke sini sekarang, tapi lebih baik gak sama sekali.”
“Omar! Lancang sekali kamu!” unjuk Ali pada Omar dengan wajahnya yang bagai lautan emosi.
Omar menghela napasnya kasar. “Apa belum sadar sama kesalahan yang pernah Pak Ali perbuat sampai Ibu saya meninggal? Dia sakit karena Pak Ali! Saya gak memandang Pak Ali sakah karena sekarang pulang tapi gak ada gunanya karena Ibu saya udah gak ada disini!”
“Bilang apa kamu? Bilang lagi! Saya kurang dengar!” Ali mulai melangkah perlahan mengangkat dagunya melihat Omar.
“PAK ALI UDAH BUAT ORANG YANG SAYA SAYANG PERGI UNTUK SELAMANYA! GAK ADA LAGI YANG BISA NGOBATIN LUKA SAYA! TERMASUK KEHADIRAN PAK ALI DISINI!” Omar menatap benci Pak Ali dengan alisnya yang bertautan hingga terbetuk kerutan di dahinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADAROMAR
Teen FictionMenginjak tahun ketiga di SMA Djuanda, perempuan bernama Adara Lashita bertemu dengan ketua angkatannya, Omar Dasaad. Adara menjahili Omar karena sikap galak dan cuek yang dimiliki laki-laki itu, hingga suatu saat perasaan Adara tumbuh tanpa disadar...