Bukan lagi rumah namun warung kecil di pinggir jalan depan SMP mereka yang kini mereka jadikan tempat tongkrongan. Omar menghabiskan banyak rokok tanpa sadar.
“Udah habis berapa rokok lo, Bro?” tanya Jeka lalu minum segelas kopi dari atas meja.
“Tiga doang,” jawab Omar sambil mengetuk-ngetukkan sumbu rokoknya ke asbak.
“Gua aja cuma satu. Sayang rokok gua kalo cepet habis,” celetuk William padahal tidak ada yang nanya.
Jeka mengangkat betis kirinya ke paha kanan. “Stres lo ya digantungin sama Adara?”
“Iyalah. Cuma dia cewek yang buat gua nyaman selama di sekolah. Rasanya beda kalo gak sama Adara,” ungkap Omar.
“Kan ucapan gua bener, sekarang dia jadi satu-satunya cewek yang lo butuhin. Gak kuat kalo gak ada dia,” ujar Jeka.
“Kejar aja terus kalo emang lo ketergantungan. Ciyaelah udah kayak obat aja segala candu,” kata William.
Setelah berjam-jam mereka disana, mereka memutuskan untuk pulang karena sudah jam tujuh malam. Lagipula Omar sudah kirim pesan bahkan menghubungi pacarnya berkali-kali tidak juga terjawab. Omar ingin mendatangi rumah Adara untuk meluruskan masalahnya.
Omar berhenti di depan gerbang Adara, lalu menghubungi nomor Adara lagi namun tidak ada balasan. Perasaan bersalah makin menghantui dirinya.
“Ra, jawab. Gua kangen.”
Tiba-tiba ada suara pintu terbuka, Omar secepatnya menoleh kesana. Suma ingin buang sampah dan menghampiri gerbang.
“Loh kamu itu mantannya Adara ya yang waktu itu jemput?” tanya Suma.
Jangan tanya seberapa paniknya Omar sekarang karena di anggap mantan.
“Eh salah. Maksud saya pacarnya Adara. Kamu mau masuk?” tanya Suma lagi.
Omar menghela napasnya pelan. “Iya, Tante. Saya boleh temuin Adara?”
“Boleh banget. Kasian dia ngerasa sedih terus. Tante bukain gerbangnya kamu masuk aja ya,” ucap Suma sambil membuka gerbang.
Tadinya Omar ingin salim namun Suma minta langsung masuk saja karena tidak enak jika bawa sampah.
Di ruang tamu tidak ada siapa-siapa, mau tidak mau Omar naik ke kamar Adara karena memang kata Suma datangin saja.
Omar mengetuk pintu kamar Adara.
“Masuk aja, Mah!” sahut Adara yang lagi duduk di kursi belajarnya.
Saat melihat siapa yang masuk, Adara melotot lalu menghela napasnya kesal.
“Siapa yang suruh lo kesini sih? Gue gak suka ya lo kesini,” ujar Adara tanpa melihat Omar.
Omar menghampiri Adara. “Jangan marah terus Ra, gua gak enak kalo lo begini.”
“Lo mikir dong! Pacar mana yang bisa ngeliat pacarnya kayak gitu sama orang lain?” tanya Adara sambil melangkah dan duduk di tepi kasurnya.
Mata Omar memperhatikan perpindahan Adara. “Gua kan udah minta maaf. Kurang?”
Adara tidak menjawab.
“Mau putus?” tanya Omar. “Gua gak bisa. Putus juga gak bisa dari satu pihak.”
“Ya tinggal lo bilang kita putus aja susah banget.”
Kini Omar duduk di sebelah Adara lalu melihat wajah polos perempuan itu. “Gaklah. Gua gak segila itu buat asal mutusin lo. Gak liat seberapa susahnya gua buat dapetin lo waktu itu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
ADAROMAR
Teen FictionMenginjak tahun ketiga di SMA Djuanda, perempuan bernama Adara Lashita bertemu dengan ketua angkatannya, Omar Dasaad. Adara menjahili Omar karena sikap galak dan cuek yang dimiliki laki-laki itu, hingga suatu saat perasaan Adara tumbuh tanpa disadar...
