42. HARGA DIRI

2.4K 134 82
                                    

Kala Omar mengancingkan seragamnya dan tersisa satu terbuka bagian atas, ada telepon lagi dari Ali.

“Halo. Tolong bantu saya buat Deon menjenguk saya.”

“Liat nanti.”

Teleponnya pun berakhir. Kini Omar merasa lebih buruk namun dia harus tetap menyelesaikannya dengan penuh. Dia akan meminta Deon untuk menemui Ali.

Omar ke motor lalu memakai helm dan berangkat ke sekolah dengan kecepatan di atas rata-rata.

Sampai di sekolah, Omar menemui Adara lebih dulu untuk memastikan pacarnya baik-baik saja.

“Rin. Adara mana?” tanya Omar santai pada Darin yang duduk di depan kelas.

“Belum dateng,” jawab Darin kemudian menunjuk Adara yang mendadak muncul. “Nah itu dia! Jangan deket-deket! Gue gak mau sahabat gue nangis terus gara-gara lo!” Lalu masuk ke dalam kelas.

Adara melewati Omar begitu saja. Omar langsung menarik tas ransel Adara hingga berdiri di sebelahnya.

“Cuek banget,” cetus Omar.

“Bodo amat,” ketus Adara berusaha terus jalan tapi Omar tahan.

“Jangan pengennya ditahan terus Ra, diem dong. Berdiri di sebelah gua. Lo tau kan, gua kangen.” Omar mencubit pipi Adara saking gemasnya.

“Apaan sih!” Adara memukul tangan Omar yang buru-buru menghindar jadi yang terpukul justru pipinya sendiri.

“Sakit ya? Makanya gak usah mukul,” ujar Omar seraya mengelus pipi Adara.

“Gak usah gila!” Adara menginjak kaki Omar lalu mendongak karena Omar jauh lebih tinggi. “Gue bilang jangan deket-deket!”

Omar tersenyum miring. “Kenapa? Baper ya?”

“Terserah lo orang gila!” Adara langsung meninggalkan Omar ke kursinya menemui Darin sambil bergedik bahu.

Omar keluar dari kelas Adara lalu melihatnya lewat jendela tempat Adara duduk. “Lucu banget marahnya.”

Lihat perbedaannya, ketika Omar bersama Adara. Dia terlihat menyenangkan kan? Ya namanya sudah cinta, beda.

Lagipula marahnya Adara justru menggemaskan buat Omar. Tapi tetap saja, rasa bersalah itu masih ada.

Ekspresi wajah Omar berubah seratus delapan puluh derajat jadi tidak santai, alisnya mengernyit. Dia naik ke lantai atas untuk menemui Deon di kelasnya.

“Woy koplok!” panggil William yang habis kalah main dari Jeka ketika melihat Omar lewat kelasnya.

“Bentaran,” sahut Omar.

Tanpa salam, Omar langsung masuk ke dalam kelas Deon. Orang yang dicari lagi sibuk ngobrol sampai tertawa bersama teman-temannya.

Satu kelas diam begitu tahu Omar datang dan menggebrak meja Deon.

“Ikut gua lo sekarang,” desis Omar lalu melangkah keluar. Tapi Deon enggan mengikuti.

“Woy brengsek! Keluar!” ulang Omar akhirnya Deon keluar mengikuti Omar dengan terpaksa serta marah.

“Lo mau bilang kalo putus sama cewek lo? Haha bagus,” cetus Deon tertawa bangga.

“Gak usah bangga lo, isi kepala lo cuma cewek sama hiburan. Kagak mikirin orang yang udah ngerawat lo dari kecil? Gak bisa ngotak si,” kata Omar dengan entengnya.

“Maksud lo siapa? Pak Ali? Gak peduli gua!”

“Jangan sampe gua brutalin lo sampe mampus! Dia masuk rumah sakit butuh kedatangan lo!”

ADAROMARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang