33. SAYANG

4.6K 253 97
                                    

Jangan takut. Lo juga gak perlu khawatir. Karena yang boleh milikin dua hal itu cuma gua ke lo Ra.”

——

Pukul tujuh pagi, Adara baru sampai di sekolah karena kesiangan. Telat setengah jam itu sudah termasuk cari masalah dengan Pak Mungkas. Lima menit? Di suruh lari sepuluh putaran. Bagaimana dengan Adara?

“Kamu yang suka sama Omar kan?” tanya Pak Mungkas. “Maksud saya yang suka bareng Omar. Kenapa sama-sama suka cari masalah?!”

Adara menghela pelan. “Mungkin bapak salah liat, bukan saya itu.”

“Sudahlah. Sekarang kamu bersihkan perpustakaan. Saya ingin sebelum istirahat sudah selesai. Kalau belum? Saya tambahkan hukumannya!” perintah Pak Mungkas sambil menggebrak mejanya. Adara tidak takut lagi. Entah mengapa.

“Baik, Pak. Saya bakal lapor kalo sudah selesai. Permisi,” ucap Adara kemudian keluar dari ruangan Pak Mungkas.

Bersama rasa malas Adara naik ke lantai tiga untuk membersihkan perpustakaan. Adara melewati kelas Omar yang berisiknya tidak tertolong. Di dalam sana ada yang lempar sapu sampai keluar saking serunya bercanda.

Adara juga dengar suara tertawa William dan Jeka. Tapi Omar tidur. Nyatanya kelas mereka jam kosong.

Ingat nama Omar, Adara jadi teringat ucapan Jeka kemarin yang buat penasaran. Tapi sudahlah, yang penting hukumannya cepat selesai.

“Kalo gitu gue mendingan gak usah kerjain tugas sampe tengah malem kalo gue kelewat jam pelajarannya. Nyesek sih,” kata Adara meratapi nasibnya.

Omar keluar dari kelasnya sambil meregangkan tubuhnya hingga tulang punggungnya bunyi. Kretek.

“Apaan tuh?” tanya Adara lalu menoleh ke sumber suara.

“Apa?” Omar bertanya kembali sambil menyilangkan kedua tangannya di atas perut. Menatap Adara masih dengan wajah baru bangun tidurnya.

“Gak.” Adara menaruh tasnya di lantai.

“Ngapain lo disini?” Omar heran.

“Mau gue ngapain kek, bukan urusan lo.” Adara ingin masuk ke dalam perpustaaan namun Omar mengambil tas Adara dari bawah.

Omar membuka resleting tas Adara kemudian mendecak. “Ck, bawa buku banyak amat, gak pegel tulang lo?”

Adara langsung merampas tasnya kembali. “Songong banget! Ini tas orang! Jangan asal buka! Gak usah seenaknya!” ketus Adara sambil memeluk tasnya.

“Gak usah gitu. Nanti lo kalo jadi pacar gua juga bebas mau ngapain aja, asal gak di luar batas.”

“Apaan sih! Aneh lo! Gak bakal!” Adara membawa masuk tasnya lalu menutup pintunya kencang.

Tawa miring muncul di bibir Omar yang kini masuk ke dalam toilet untuk mencuci wajahnya yang masih mengantuk. Dia senang, bangun-bangun sudah ada perempuan yang dia suka.

Di dalam, Adara membeku mengingat kembali apa yang dia lihat barusan.

“Muka Omar kok memarnya lebih banyak dari kemarin?” tanya Adara pada dirinya sendiri. Kemudian menggeleng cepat. “Gak. Berusaha berpikir positif Ra. Dia gapapa.”

ADAROMARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang