jangan lupa tinggalin jejak yess! 😻
——
Sebelumnya Adara sudah berkali-kali mengajak Darin ke perpustakaan untuk mengisi jam istirahat tapi akhirnya dia pergi sendiri karena Darin masih ada tugas yang belum selesai. Padahal bisa lanjut di perpustakaan yang lebih sepi dan dingin. Entahlah.
Ketika sampai lantai tiga Adara bingung harus melanjutkan langkahnya atau mengurungkan niatnya baca buku di perpustakaan. Omar dan dua temannya duduk santai di depan kelasnya. Akhirnya dia memberanikan diri untuk lewati mereka karena kenapa harus memikirkan mereka?
“Kosong delapan satu...” sindir Jeka melihat Omar dan Adara bergantian.
“Weh nama lo Raisa kan? Sini mau gua bagi nomernya gak? Pake segala lewat depan kita lagi!” panggil William sambil menegakan tubuh yang sebelumnya menyender ke tembok.
Ingin rasanya Adara mencabik-cabik mulut dua orang itu, sedangkan yang bersangkutan diam saja. Adara langsung masuk ke dalam perpustakaan lalu duduk dan menutup wajahnya dengan tangan saking malunya.
“Coba kalo Darin gak ngangkat tangan gue senin itu, gue gak bakal di ledekin sama tuh dua kunyuk. Tapi gue juga kenapa harus nanya nomor? Gue gugup anjir waktu itu!” ungkap Adara meratapi kejadian kemarin.
Setelah menetralkan pikirannya, Adara membaca satu buku sampai bel masuk dibiarkan lewat begitu saja. Hingga penjaga perpustakaan menarik buku yang sedang Adara baca.
“Neng! Udah bel dari lima menit yang lalu, emang udah tau kalo gurunya gak masuk?” tanya Pak Darma.
“Udah bel? Perasaan saya gak denger apa-apa dari tadi deh, Pak.” Adara kebingungan. “Itu nanya atau ngasih tau?”
“Ya saya nanya, lebih baik kamu kembali ke kelas daripada di marahin guru yang ngajar, lain kali aja kesini lagi.”
“Yah, yaudah deh. Maaf emang saya rada budeg hehe.” Adara berdiri dan meninggalkan perpustakaan untuk kembali ke kelas.
Ternyata ketiga orang itu masih ada sibuk bercanda di depan kelas sampai dimarahi guru mereka. Adara memilih untuk diam di balik pintu sampai mereka semua masuk.
“Omar! William! Jeka! Masuk kelas! Kebiasaan dari kelas sepuluh suka nongkrong di depan!” bentak Bu Hema, wali kelas mereka yang juga Guru Matematika jurusan IPS.
“Ampun dah Matematika lagi. Kapan break nya, Bu? Otak saya mumet nih sampe rumus gak bisa masuk.” Omar mengacak rambutnya frustasi.
“Gimana materi mau masuk kalo kamu nimbrung bercandaannya William sama Jeka? Sekarang masuk atau nilai kalian saya kurangin?!” Bu Hema menunjuk kelas.
“Iya deh. Selamat memasuki waktu Indonesia bagian pusing,” kata William mengikuti Omar yang duluan masuk.
“Apaan anjir yang mau dikurangin? Nilai aja pas-pasan,” umpat Jeka menyenggol sikutnya ke lengan Omar.
“Nilai lima puluh aja gua bersyukur Jek. Haha,” jawab Omar terkekeh.
Setelah mereka masuk ke dalam kelas, Adara lari dan turun tangga menuju kelasnya. Ternyata gurunya belum datang.
“Lah kalo gitu gue mending di perpustakaan aja tadi njir!” dengus Adara sambil duduk di kursinya.
“Lama banget lo baliknya kan gue nungguin lo disini,” ucap Darin.
“Maap guys, gue gak denger bel saking asiknya baca buku disana.” Adara nyengir.
“Lain kali gue ikut deh Ra, biar gak bosen dikelas.”

KAMU SEDANG MEMBACA
ADAROMAR
Novela JuvenilMenginjak tahun ketiga di SMA Djuanda, perempuan bernama Adara Lashita bertemu dengan ketua angkatannya, Omar Dasaad. Adara menjahili Omar karena sikap galak dan cuek yang dimiliki laki-laki itu, hingga suatu saat perasaan Adara tumbuh tanpa disadar...