53.

1.3K 77 3
                                    

Aku bertemu dengan Ken di sebuah angkringan depan stadion manahan Solo. Aku menceritakan segalanya sama Ken. Tentang perjalananku kemarin, tentang Dika yang nembak aku lagi. Tentang penolakanku pada Dika. Dan tentang kejadian tadi pagi Dika yang kulihat berciuman dengan Keira.
"Nyesel ?" Tanya Ken.
Aku mengangguk. Sambil menangis tentunya.
"Kamu tu lucu. Dari kemarin-kemarin gak mau, tapi begitu dia udah sama orang lain baru ditangisin begini."
"Jangan gitu dong Ken!"
"Hahahah .... Dulu pas Dika nembak kamu, kamu tolak. Dika sama Tere kamu ngambek. Sekarang sama lagi, malah sama temen deket kamu sendiri lagi."
"Itu yang bikin kesel."
"Resiko orang ganteng sih. Siapa aja banyak yang mau. Ahahaha."
"Ken ? Aku lagi ga mau diketawain."
"Iya iya, maaf. Kamu lucu serius."
"Trus aku harus gimana ?"
"Lha gimana ? Emang mereka udah pacaran beneran ?"
"Gatau!"
"Tanya dong."
"Ogah ah! Orang udah jelas gitu buktinya."
"Siapa tau kamu salah lihat?"
"Enggaklah. Aku tu lihat sendiri pakai mata kepalaku Ken?"
"Kan kamu lihatnya dari belakang tubuh Dika. Mana tau Dika lagi nolongin Kei matanya kelilipan atau apa gitu?"
"Tau ah ! Aku pokoknya sebel sama Dika. Aku gamau kenal sama Dika lagi."
Aku kembali menangis. Kutelungkupkan wajahku pada kadua kakiku.
"Aku telpon Dika ya ?" Tanya Ken.
"Buat apa ?"
"Biar kalian bisa ngobrol. Kan jadi jelas permasalahannya. Kamu juga bisa ngomongin perasaan kamu ke dia."
"Gamau ah. Malu !"
"Kenapa malu ? Karena udah nolak dia ?"
Aku mengangguk.
"Ya makanya kan sekarang ketemu, ngobrol, trus diterima deh tu si Dika."
"Ogah ! Orang dia sama Kei."
"Kan belum pasti. Dikasih tau juga."
Aku diam.
"Sisi .... Pertama belok emang gitu. Malu-malu takut. Malu sama lingkungan sekitar, takut sama keluarga, takut sama lingkungan, teman, itu wajar."
"Kamu dulu juga ?"
"Iyalah. Dika juga gitu. Kalau diawal belok ga ada yang bener-bener langsung berani menyatakan kalau dirinya belok. Konsekuensi Si."
Aku diam memperhatikan penjelasan Ken.
"Banyak konsekuensi yang harus ditanggung. Dijauhi keluarga, temen, kerabat. Dihina, udah biasa kaya gitu. Dan jarang ada orang yang bisa nerima kita kalau kita belok. Rata-rata pasti mereka takut sama kita. Takut dijerumuskan sama kita. Hahaha"
"Dika menjerumuskanku ya ?"
"Itu balik lagi ke kamu. Kamu merasa dijerumuskan sama Dika atau emang dasarnya kamu suka sendir ke Dika ?"
Aku menggeleng. Berfikir sejak kapan aku mulai menyukai Dika.
"Secara langsung selama kita kenal Dika gapernah sih ngajak aku buat jadi anak belok. Dia cuma baik, perhatian aja sama aku."
"Trus kamu baper? Awalnya gatau kalau itu suka ? Trus tau-tau cemburu gitu dia sama Tere ?"
Aku mengangguk.
"Kamu baperan sih. Hahha "
"Ken !"
"Bercanda! Mungkin itu cara Dika sih buat bikin kamu belok, nah gimana kuatnya hati kamu aja buat ikut belok atau enggak."
"Trus aku harus gimana ?"
"Kamu serius suka sama Dika ?"
Aku diam. Bingung. Bener-bener gatau tentang perasaanku yang sebenarnya.
"Kamu masih punya temen-temen. Mereka baik-baik, dan kupikir mereka ga akan kok ngejauhin kamu cuma karena kamu belok."
"Tapi aku takut."
"Kenapa lagi?"
"Aku takut setelah aku bener-bener mau nerima Dika, Dika malah ninggalin aku."
"Kayanya sih enggak deh. Dika tipe setia. Kalau enggak mana mungkin dia sampai bertahun-tahun sama Tere ?"
"Tere kan cantik, modis, anak kuliahan lagi, dia juga udah belok sebelumnya. Nah aku ?"
"Kamu juga cantik kok. Makanya Dika suka. Orang belok atau lurus sama aja kali Si, bedanya kalau lurus mantannya cowok, kalau belok mantannya cewek. Gitu aja."
"Emang Dika suka yang cantik ?"
"Yaiyalah. Dia kan juga keren. Emang enggak ?" Goda Ken.
"Apaan sih Ken ?" Aku malu. "Tapi aku udah telat. Dia udah sama Kei. Aku mundur aja."
"Kenapa ?"
"Kei temen aku. Aku juga tau Kei suka sama Dika lama. Baiknya mundur aja, daripada harus ribut cuma gara-gara masalah Dika.
"Eh tapi serius, kayanya gak deh kalau Dika sama Kei. Itu pendapatku."

girl friend (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang