Koper berukuran sedang menemani langkahku menapaki Stasiun Gambir. Netraku memandang jauh ke semua penjuru stasiun mencoba mencari bangku yang kosong. Ku lihat semua bangku penuh hingga netraku terhenti dan melihat sebuah bangku panjang di sudut stasiun. Aku membawa koperku berjalan dengan kecepatan yang bisa dibilang sangat cepat, mewanti-wanti bangku itu nantinya akan diduduki oleh seseorang.
Aku menghembuskan napas lega. Apa yang aku taktutkan tidak terjadi. sekarang aku sudah duduk santai dengan earphone yang sudah menempel di kedua telingaku. Lagu milik Hanindhiya 'Suatu Saat Nanti' memenuhi telingaku dan otakku. Irama, nada, dan lirik yang mudah membuatku ikut melantunkannya dan hanyut dengan pemikiranku sendiri.
Lagu ini persis sekali dengan apa yang kurasakan saat ini. Lagu ini mengingatkanku pada satu nama Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan. Entah mengapa lagu milik Hanindhiya ini benar-benar mewakili perasaanku; tentang aku yang mengagumi Iqbaal, tapi tak ia hiaraukan, tentang aku yang tak mungkin memilikinya, tentang semua sedih dan perih yang kunikmati kalau-kalau Iqbaal dikabarkan dengan gadis lain, tentang aku yang mencoba melupakan Iqbaal tapi malah membuat rasa ini menjadi lebih kuat, dan tentang aku yang berharap rasa ini suatu saat nanti akan Iqbaal balas.
Aku yang terlalu larut dengan pemikiranku dan lagu itu membuatku tidak menyadari ada seorang laki-laki bertubuh jangkung tiba-tiba sudah berdiri di sebelahku. Aku meliriknya sepintas, tapi tak ada gambaran seperti apa wajahnya. Yang kulihat dia memakai celana panjang sedikit longgar berwarna hitam, kemeja kotak-kotak biru dibiarkan terbuka dengan inner berwarna biru sedikit abu-abu, dan kupluk berwarna abu-abu yang menempel di kepalanya. Melihat style baju dan bentuk tubuh pemuda ini, aku seperti mengenalnya. Aku menggelengkan kepalaku, menolak yang aku pikirkan. Itu Tidak mungkin Iqbaal diakan masih di Australia pikirku.
Aku sesegera mungkin mengalihkan pandanganku takut sang empunya balik memperhatikan karena ulahku. Benar saja setelah beberapa detik aku fokus pada HPku kembali aku mendengar suara yang aku yakini suara milik pemuda yang berdiri di sebelahku.
"Ikut duduk yah?" Pemuda itu membuka suara.
Aku mendadak diam. Dunia seakan berhenti berputar. Jantungku terasa berdetak begitu hebat dan cepat. Ini tidak salah lagi. Ini suara seseorang yang sedari tadi muncul di kepalaku. Tapi lagi-lagi logikaku bekerja. Bukankankah ada beberapa orang yang memiliki suara hampir sama dan raut muka yang mirip di dunia ini?
"Hei kok diem? Ngelamun ya?" Ujarnya lagi sambil melambaikan tangan kanannya di depan mukaku.
Aku yang sadar, memutar kepalaku menghadap wajah cowok itu. Netranya dan netraku bertemu. Dengan cepat aku menyembunyikan rasa kaget dan Maluku.
"Oh lo ngajak ngomong gue? Sorry hehe." Ujarku sambil menyopot earphone yang masih menggantung di telingaku, tapi musiknya sudah mati sedari aku memperhatikannya.
"Tadi lo nanya apa? Gue gak denger?" Ujarku Pura-pura sambil melambaikan tanganku.
"Gue boleh ikut duduk di sini?" Ujarnya sedikit terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY CODA [IDR]
Fanfiction[SELESAI] "Bukan ngelukis pake kuas Maisha Lubi. Kalo itu si gue yakin lo gak bisa. Senyuman lo yang dua hari ini udah ngelukis hidup gue. Kehadiran lo di Yogyakarta ini yang udah ngelukis memori yang gue rasa paling manis di hidup gue. Makasih yaa...