Begitu kakiku dan Iqbaal menapaki Museum, kami di sambut dengan ruangan berwarana biru mint dengan berbagai lukisan karya Affandi menggantung di sana. Warna biru mint pada tembok disandingkan dengan lantai berwarna putih kebiruan dan merah membuat ruangan ini terlihat begitu kontras dan menambah kesan yang unik.
"Keren yaa Baal? Ada gitu orang bisa ngelukis sekeren ini. Lo bisa ngelukis? Zidny mantan lo pinter gambar kan?" Sambil mengalihkan pandangan dari lukisan Affandi ke wajah iqbaal yang begitu serius memandang lukisan-lukisan di tembok Museum.
"iyaaa keren. Yaa kan setiap orang udah punya bakat masing-masing. Hubungannya mantan gue bisa gambar sama gue bisa ngelukis itu apa yaa btw?" tanyanya bertanya kepadaku.
"Yaa kan siapa tau nular atau lo bisa belajar dari dia?" Sambil memandang lurus lukisan di depanku.
Iqbaal tersenyum. "Gue rasa lo malah lebih jago ngelukisnya dari pada dia mantan gue."
"Boro-boro bisa ngelukis. Pegang kuas aja jarang." ujarku memukul pelan lengannya.
"Bukan ngelukis pake kuas Maisha Lubi. Kalo itu si gue yakin lo gak bisa. Senyuman lo yang dua hari ini udah ngelukis hidup gue. Kehadiran lo di Yogyakarta ini yang udah ngelukis memori yang gue rasa paling manis di hidup gue. Makasih yaa!"
"Hahaha becanda lo ga lucu deh! Ntar ada yang marah lagi lo bilang gitu ke gue." ujarku sambil memukul lengannya sekali lagi.
"Siapa yang marah? pacar Lo?" tukasnya dengan muka yang tak setenang tadi.
"Mikaila pacar lo? Gue mah santuy hehhe! JOMBLO BEBAS!" Sambil menghadap Iqbaal.
Tiba-tiba raut muka Iqbaal berubah menjadi datar. Senyum kecut menghiasi wajahnya.
"Gue udah putus sama dia setahun yang lalu. Waktu gue mulai kuliah di Australia."
"Sorry gu.."
"It's Okay." sambar Iqbaal.
"Gue putus sama dia selain gara-gara LDR juga gara-gara iman kita yang beda. Kultur kita juga ga sama. Terus komitmen kita juga udah beda." lanjutnya dengan suara lemah dan tatapan menerawang jauh.
"Mmm gue turut prihatin ya Baal. Semoga lo bisa dapet pengganti yang lebih baik." ujarku sambil mengelus salah satu bahunya.
Iqbaal sudah tidak menunduk. Dia tersenyum dan menatapku yang berada di sebelahnya. "Penggantinya udah dikirim tuhan. Sekarang dia ada di depan gue. Doa lo manjur juga." ujarnya tersenyum jail.
Begitulah Iqbaal si jahil yang suka sekali menggoda anak orang hingga pipinya bersemu merah, untung gak sampe ungu. Aku yang malu menutupi wajahku dengan cara menunduk. Iqbaal yang mengetahui itu langsung saja menyemburkan tawa tanpa rasa bersalah sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY CODA [IDR]
Fanfiction[SELESAI] "Bukan ngelukis pake kuas Maisha Lubi. Kalo itu si gue yakin lo gak bisa. Senyuman lo yang dua hari ini udah ngelukis hidup gue. Kehadiran lo di Yogyakarta ini yang udah ngelukis memori yang gue rasa paling manis di hidup gue. Makasih yaa...