Iqbaal tersenyum menatap benda di samping kursi kemudinya. Ia sudah tidak sabar memberikan benda ini pada gadisnya. Iqbaal berharap Lubi akan suka dengan buah tangan dari negara seribu pagoda yang ia kunjungi kemarin.
Lampu menyala hijau, dengan senyum mengembang cowok itu menginjak gas mobilnya. Meluncur menuju rumah Lubi—gadis yang dirindukannya. Ia sudah tidak sabar melihat senyum yang rekah di wajah gadis itu, begitu benda ini sampai di tangannya. Membayangkannya saja sudah membuat Iqbaal senyam-senyum sendiri macam orang yang pertama kali jatuh cinta. Ah candu sekali semua yang ada pada dirinya! Pantas saja Iqbaal suka.
Aku melirik jam yang menempel di dinding. Setengah Jam lalu Iqbaal bilang sedang on the way ke rumahku. Bukankah harusnya cowok itu sudah sampai sepuluh menit yang lalu? Tapi kenapa batang hidungnya tak kunjung terlihat? Aku mengangkat bahu. Banyak kemungkinan yang membuat cowok itu terlambat. Aku memilih menunggunya lima menit lagi, baru setelah lima menit cowok itu belum sampai juga aku akan menelponnya. Takut kalau terjadi sesuatu yang buruk padanya. Kuharap ini tidak terjadi. Semoga Tuhan selalu melindunginya.
Tepat setelah lima menit yang kuberikan padanya habis, bell rumahku berbunyi. Sepertinya itu Iqbaal. Aku yang niatnya akan menelpon cowok itu meletakan kembali ponselku di meja lalu dengan cepat lari menuju pintu, membukanya.
Pupilku membesar, aku mengangkat tanganku menutupi mulutku yang ternganga karena tertawa sekaligus terkejut dengan apa yang ada di depanku. Cowok itu membawa buket bunga mawar merah berukuran sedikit besar yang sengaja ia gunakan untuk menutupi wajahnya. Iqbaal menurunkan buket bunga yang menutupi wajahnya itu lalu mengulurkannya padaku. Aku menggigit bibir bawahku, mengulum senyum. Menerima buket itu. Kesambet apa dia jadi romantis gini?
Aku menatap Iqbaal. Kuangkat tanganku memegang dahinya. Mengecek suhu badan cowok itu. Aku menurunkan tanganku. Cowok itu menatapku heran.
"Aku baik-baik aja kok Bi. Pake acara dicek suhu badan segala." katanya menatapku.
Aku tersenyum membalas tatapan cowok itu. "Takutnya kamu sakit. Abis kamu aneh gini. Tumbenan romantis pake acara bawa bunga ke rumah pacar. Biasanya juga bawa diri doang." kekehku.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY CODA [IDR]
Fiksi Penggemar[SELESAI] "Bukan ngelukis pake kuas Maisha Lubi. Kalo itu si gue yakin lo gak bisa. Senyuman lo yang dua hari ini udah ngelukis hidup gue. Kehadiran lo di Yogyakarta ini yang udah ngelukis memori yang gue rasa paling manis di hidup gue. Makasih yaa...