Iqbaal berjalan lebih dulu di depanku membawa nampan berisi dua mangkuk mie yang tadi kita berdua buat. Menyadari kehadiran kami Mas Owen langsung berdiri dengan senyum sumringah sambil menepuk perutnya.
"Enak nih." katanya meraih mangkuk di nampan.
"Ya enaklah orang tinggal makan!" ucapku menjatuhkan bokongku duduk di sebelah Iqbaal. Mendengar itu Iqbaal mengangguk menyetujui lalu terkekeh pelan.
Mas Owen menirukan suaraku pelan lalu dengan sedikit misuh dia mulai memakan mienya.
"Panas." ungkap Mas Owen menjulurkan lidahnya sambil mengibaskan tangan di depan mulut.
Aku memutar kedua bola mataku. Menghembuskan napas pelan. "Makanya makan tuh berdoa dulu! terus makannya nyelow aja! gak usah buru-buru! kaya lagi dikejar monster aja." kataku menatap Mas Owen yang duduk di ujung.
Sang empunya mengerucutkan bibirnya ke depan, mengabaikan ucapanku dan melanjutkan acaranya menyantap mie yang kini sudah ia tiupi supaya sedikit dingin.
Aku mengalihkan atensiku ke arah Iqbaal yang sekarang sudah resmi menjadi pacarku beberapa menit lalu. Cowok itu tengah memakan mienya dengan santai, berbeda dengan Kakakku yang sangat tergesa-gesa. Yaampun kenapa memandangi wajahnya bisa semenyenangkan ini? Hatiku lagi-lagi menghangat mengingat kejadian di dapur tadi. Rasanya ada yang menggelitik di perutku, seperti kupu-kupu yang terbang ingin keluar. Ah Iqbaal! Kenapa kamu bikin aku jadi gini si? Tanpa aku sadari aku sudah menarik bibirku tersenyum begitu lebar menatapnya yang ternyata juga sudah menatapku.
"Kamu mau?" tanyanya sambil menaikan garpunya.
Aku menaikan alisku. "Gak buat kamu aja." kataku menggelengkan kepalaku menatapnya.
Iqbaal menyeruput mienya lagi. Setelah menalannya ia membuka suaranya kembali. "Yakin nih? Enak tau." ungkapnya menyeruput lagi mienya menggodaku.
Aku menelan salivaku. Liat dia makan gitu kenapa jadi keliatan enak banget. Terpaksa aku menunjukkan jajaran gigiku menatapnya. "Liat kamu yang makan keliatan enak banget. Mana bisa aku nolak. Taudeh yang brand amabasador sejatinya indomie." ucapku mengerucutkan bibir ke depan. Iqbaal terkekeh pelan lantas mengusap puncak kepalaku.
"Emang kamu gak kurang kalo aku mintain?" lanjutku menatapnya yang duduk menyerong menghadapku dengan mangkuk di tangannya.
Dia malah tersenyum. "Malah seneng bisa semangkok berdua sama pacar baru." katanya tersenyum menaikan alisnya. Aku membulatkan mataku. Mas Owen tersedak menatap kami berdua. Ia menggelengkan kepalanya.
"Buset kalian udah jadian? Gercep banget si Iqbaal. Bagus deh biar gak kaya jemuran adek gue. Traktir bisa kali Baal!" katanya mengangguk-anggukan kepala.
"Udah tadikan Mas? pizza hut." kata Iqbaal tersenyum.
"Pelit lo!" tukas Mas Owen menyenggol bahu Iqbaal.
Iqbaal tertawa menatap Mas Owen.
"Bercanda Baal! Kalau kalian udah pacaran berarti gue resmi jadi nyamuk malam ini?"
Aku dan Iqbaal terkekeh mengangguk.
Mas Owen mengelus dadanya. "Nasib...nasib."
"Makanya cari Mas! masa kalah sama adiknya? Emang mau kita langkahin?" ledek Iqbaal. Mendengar itu, refleks aku menepuk paha cowok itu dengan remot di tanganku. Iqbaal meringis pelan lalu mengangkat satu tangannya membentuk tanda damai.
Mas Owen melotot. "Enak aja gak ada yah! Gue udah ada tinggal Dor aja!" katanya meraih segelas air putih lalu meminumnya.
"Tetep aja mah namanya belum punya." ucap Iqbaal menggoda kakakku.
"Taudeh yang baru jadian. Iyain biar cepet. Kasian tuh pacarnya udah ngiler sama indomie di tangan lo." kata Mas Owen melemparkan pandangannya ke arahku.
Menyadari itu Iqbaal langsung menatapku. Ia nyengir lebar lalu meraih sesendok mie dari mangkuknya dan meniupinya agar sedikit dingin. Ia menyodorkan sendok dan mangkuknya mendekat ke arahku. Aku mengeryit. Iqbaal mengkodeku untuk membuka mulut. Ah ternyata cowok ini mau menyuapiku. Aku yang di suruh nurut saja. Satu sendok mie sudah masuk ke mulutku. Iqbaal tersenyum lalu mengacak rambut di puncak kepalaku gemas.
"Huah inikah rasanya jadi jomblo di tengah orang pacaran?" gumam Mas Owen menatap kedua insan di sebelahnya yang tengah bertukar senyum dan tatap.
"Kapan gue bisa ngerasain itu?" lanjutnya menatap Iqbaal yang tengah menyuapi Lubi.
"Baal udah ah. Kenyang." kataku.
"Baru juga dua sendok." balasnya menatapku.
"Tadikan udah makan Jco." ucapku.
Iqbaal mengangguk. "Yaudah! aku yang abisin deh, tapi gantian kamu yang suapin?" ucapnya tersenyum sambil mengedipkan kedua matanya menyerahkan mangkuk di tangannya. Aku mencubit pinggang cowok itu.
"Manja banget si! Nyuapin aku aja bisa, masa nyuapin diri sendiri ga bisa. Heum payah!" ucapku meraih mangkuk di tangannya.
Iqbaal tersenyum. "Kan mumpung ada kamu." katanya.
Aku memutar kedua mataku. Baiklah karena malam ini aku sedang senang jadi aku turuti saja kemaun pacarku yang satu ini.
"Lo disuapi Lubi kan Baal?" tanya Mas Owen.
"Kenapa Mas lo mau gue nyuapin lo?" tanya Iqbaal.
"Dih Ogah. Udah selese gue makannya dari tadi. Yuk lanjut main lagi?" katanya memberikan stik PS pada Iqbaal.
Iqbaal menatapku. "Gapapakan aku main kamu nyuapin?"
Aku menghembuskan napas pelan. "Emang bayi ya kamu?!"
Cowok itu tersenyum.
Setelah selesai menyuapi bayi besarku, maksudku Iqbaal pacarku. Aku bangkit dari dudukku membawa dua mangkuk dan dua gelas kosong ke dapur. Mencucinya. Membiarkan dua cowok itu bermain.
Akhirnya acara mencuci piringku selesai. Aku kembali duduk terpekur di sofa menonton mereka yang bertanding. Lama-lama mataku berat minta di pejamkan dan tanpa aku bisa kendalikan aku sudah tenggelam dalam tidurku. Tak mendengar suara sorak-sorai mereka lagi.
Iqbaal tersenyum menyadari pemandangan di belakangnya. Cewek itu ternyata sudah tertidur dengan damai.
"Gih Baal pindahin ke kamar dia. Jangan macem-macem lo! Cuma mindahin doang! Awas aja! Selese mindahin langsung ke kamar gue!" kata Mas Owen yang tengah membereskan peralatan PSnya.
Iqbaal bangkit dari duduknya. "Tenang Mas! aman." ucap Iqbaal lalu membopongku ke kamarku.
Iqbaal menarik selimut menutupi tubuh Lubi. Cowok itu mengulum senyum tipis begitu mendengar dengkuran halus yang keluar dari mulut gadisnya. Ia mengelus kepala gadisnya pelan.
"Tidur yang nyenyak! Gak usah mimpi apa-apa." katanya mengelus rambut Lubi pelan lalu berlalu dan memencet saklar lampu mematikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY CODA [IDR]
Fanfiction[SELESAI] "Bukan ngelukis pake kuas Maisha Lubi. Kalo itu si gue yakin lo gak bisa. Senyuman lo yang dua hari ini udah ngelukis hidup gue. Kehadiran lo di Yogyakarta ini yang udah ngelukis memori yang gue rasa paling manis di hidup gue. Makasih yaa...