Sehabis sarapan aku dan Iqbaal niatnya pergi jalan berdua untuk sekedar nonton film atau main di timezone. Sayangnya saat sudah setengah jalan meninggalkan rumahku, Iqbaal mendapat telepon dari Bu Mamut. Katanya ada sesuatu yang penting ingin dibicarakan. Jadilah niat jalan berdua ditunda. Sekarang aku dan Iqbaal tengah berada dalam mobil dan terjebak kemacetan. Aku tidak tau masalah apa yang terjadi. Setelah mendapat telepon itu kulihat muka Iqbaal sedikit pias dan menegang, seolah habis mendengar kabar buruk. Aku tidak mau menambah jelek moodnya jadi aku diam saja menunggu cowok itu bercerita dengan sendirinya. Waktu itu yang bisa aku lakukan hanyalah mengelus bahu cowok itu menenangkan, menyalurkan kehangatan berharap supaya dia menjadi lebih baik.
Aku lirik Iqbaal yang tengah menggigit bibir bawahnya di kursi kemudi. Menyadari itu, Iqbaal tersenyum menatapku, tapi itu bukan senyum yang biasa cowok itu pamerkan. Senyum itu terlihat begitu terpaksa. Seoalah berusaha menyembunyikan keadaannya. Bersikeras mengatakan padaku bahwa dia sedang baik-baik saja dan aku tak perlu khawatir. Tapi itu malah membuat aku jauh lebih khawatir.
Mobil yang kami naiki sudah sampai di salah satu tempat kami biasa nongkrong. Kita berdua keluar dari mobil. Cowok itu menggandengku masuk ke dalam. Mata kita berpendar mencari di mana kebaradaan Bu Mamut. Lambaian tangan seseorang berbaju navy terlihat di meja ujung. Itu tangan Bu Mamut. Melihat itu kita berdua langsung melangkah ke sana bergabung dengan mereka.
Sampai di sana kurasakan atmosfer abu-abu di wajah mereka. Ada kesedihan dan kekecewaan yang menghiasinya. Rinrin yang biasa heboh menyambut kedatanganku sekarang diam tak bergeming. Lainnya juga begitu, biasanya ketika aku datang dengan Iqbaal pasti mereka akan menggoda kita berdua sampai salting dan malu, tapi kali ini berbeda. Mereka benar-benar bungkam. Itu membuatku semakin bingung tentang apa yang sedang terjadi. Kenapa semua orang terlihat seperti kehilangan sesuatu yang istimewa menurut mereka? Dan sesuatu apa itu? Apa yang hilang? Aku tidak mengerti. Tak aku temukan sedikitpun klu di mata mereka.
"Duduk dulu Baal, Lubi." tukas Pak Mamut.
Kita berdua nurut saja langsung duduk di tempat yang masih kosong.
Pak Mamut menghembuskan napas pelan lalu memijat pangkal hidungnya. Ia menarik napas dalam sambil mendongak ke atas seolah tengah menyusun kata yang ingin ia lontarkan agar terkesan lebih baik, tidak asal ceplos.
Pak Mamut berdeham. "Hmm jadi gini, hari ini kita bakal rundingin sesuatu yang tadi Bu Mamut bicarakan ditelfon."
Mendengar itu, semua mengangguk lemah. Juga aku yang ikut mengangguk, padahal aku sama sekali tak mengerti permasalahan yang akan kita bicarakan dan rundingkan saat ini.
Pak Mamut melirik Agy yang duduk di sebelahnya. "Silahkan Gy, mungkin kamu aja yang ngomong biar semua jelas dan clear. Takutnya kalau Pak Mamut yang ngomong ada yang salah." kata Pak Mamut menatap Agy.
Aku tambah bingung lagi sekarang. Ada apa dengan Agy? Apa yang terjadi? Apa Agy...? Tidak! munurutku itu tak akan terjadi. Ku lihat mereka sangat akrab. Sama sekali tak ada masalah. Kemarin saja kita masih ngemaall bareng. Ketawa bareng. Seneng-seneng bareng. Lalu apa yang akan kita rundingkan? Apa ada masalah dengan cowok itu sampai-sampai membuat wajah semua orang begitu kecewa? Entahlah tak kutemukan jawaban di mukanya. Jadi aku simak saja apa yang akan Agy bicarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY CODA [IDR]
Fiksi Penggemar[SELESAI] "Bukan ngelukis pake kuas Maisha Lubi. Kalo itu si gue yakin lo gak bisa. Senyuman lo yang dua hari ini udah ngelukis hidup gue. Kehadiran lo di Yogyakarta ini yang udah ngelukis memori yang gue rasa paling manis di hidup gue. Makasih yaa...