Apa yang sedang diterangkan oleh Bu Widya—dosenku tak ada satupun yang masuk ke kepalaku. Sudah berkali-kali aku menatap jendela yang ada di sampingku karena merasa bosan. Bahkan aku sudah menguap dua kali.
Aku yang berharap kelas ini segera selesai melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Yes! Ternyata lima menit lagi semua penderitaan ini akan berakhir. Tapi sepertinya tidak juga. Tujuh hari setelah kepergian Iqbaal ke Amerika untuk syuting filmnya yang baru hari-hariku menjadi sedikit kosong. Seperti ada yang hilang.
Aku menghembuskan napasku pelan. Sebenarnya bukan kelas ini yang tidak asik sehingga membuatku bosan, tapi hatiku dan pikiranku tidak berada di sini. Keduanya mengembara, berpetualang bersama Iqbaal di sana.
Kepalaku hanya di penuhi wajahnya yang tersenyum,cemberut, dan wajahnya yang tengah sedih atau marah. Selain itu semua kepalaku juga diisi berbagai pertanyaan tidak penting tentang Iqbaal seperti, apakah cowok itu sudah makan? Apa yang sedang dilakukannya di sana? Apa dia bersenang-senang di sana? Bertemu dengan kawan SMAnya di Amerika? Apa syutingnya berjalan lancar? Apakah dia baik-baik saja? Dan masih banyak apakah lainnya yang mengisi penuh dan berputar-putar di kepalaku.
Aku memejamkan mataku. Memijat kepalaku, berharap semua itu pergi dari sana tak menggangguku lagi. Tapi sayangnya itu mustahil. Rindu tidak ada tombol on atau offnya, aku tak bisa mengendalikannya. Rasanya aku ingin segera menghebungi cowok itu untuk sekedar bertukar kabar. Sayangnya percuma saja aku menghubunginya. Pasti sekarang dia sedang tidur. Di sana kan malam karena perbedaan waktu Indoseia dan Amerika hampir setangah hari. Selain itu juga dia pasti sibuk syuting. Aku tak mau mengganggu cowok itu. Huh! Kenapa merindukan Iqbaal bisa semenyebalkan ini?
Aku menoleh ke kanan karena merasakan ada tangan yang menepuk bahuku. Kutemukan shila yang tengah mengerucutkan bibirnya ke depan, cemberut menatapku. Aku mengeryitkan alisku bingung dengan cewek itu yang sudah membawa tas di bahunya. Pandanganku berpendar ke seluruh ruangan, benar saja kelas sudah kosong hanya tinggal aku dan Shila. Aku nyengir lebar menatap cewek itu.
"Mikirin apa si Bi? Sampe gue panggil sepuluh kali lo gak nyaut?" katanya memegang bahuku.
Aku mengulum senyum menggeleng.
Shila menatapku. "Cerita aja kali. Kaya sama siapa lo! Gue tau! pasti lo mikirin Iqbaal kan?"
Aku menunjukkan jajaran gigiku.
Shila menoyor jidatku. "Kan bener! Kenapa? dia nyakitin lo?"
Aku membulatkan mataku. "Eh kok gitu si ngomongnya? Amit-amit jangan sampe!" ucapku menepuk meja lalu menepuk jidat.
Shila terkekeh. "Ya abis muka lo sedih gitu."
Aku bangkit dari dudukku setelah memasukan buku ke dalam totebagku yang kini sudah menggantung di bahu. Aku merangkul pundak cewek itu, mengajaknya meninggalkan ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY CODA [IDR]
Fanfiction[SELESAI] "Bukan ngelukis pake kuas Maisha Lubi. Kalo itu si gue yakin lo gak bisa. Senyuman lo yang dua hari ini udah ngelukis hidup gue. Kehadiran lo di Yogyakarta ini yang udah ngelukis memori yang gue rasa paling manis di hidup gue. Makasih yaa...