Akhirnya prescon Ali dan Ratu-Ratu Quens selesai juga. Iqbaal menghembuskan napasnya lega karena semua berjalan lancar sesuai harapannya. Cowok itu langsung mencari keberadaan gadisnya dan Bu Mamut yang seharusnya duduk di tempat ini. Tapi kemana mereka?
Seseorang menepuk bahu Iqbaal. Rupanya itu Omen, managernya.
"Sorry dek tadi abis pipis. Lubi sama Bu Mamut udah ada di mobil." tukas Omen menjelaskan karena ia mengerti maksud dari tatapan Iqbaal.
"Mau ke mobil sekarang?" lanjut Omen menatap Iqbaal yang berdiri di depannya.
Iqbaal mengangguk.
"Yaudah yuk?"
Keduanya melangkah menuju mobil tempat dimana Bu Mamut dan Lubi sedang berada. Seperti orang tidak sabaran, Iqbaal melangkahkan kakinya lebar-lebar. Ingin cepat sampai dan mendudukan dirinya di sebelah Lubi, bersender di pundak cewek itu. Menghilangkan rasa lelah yang bersemayam dalam dirinya.
Obrolanku dan Bu Mamut terpaksa terhenti begitu kudengar derit pintu mobil yang terbuka. Ku temukan Iqbaal dengan senyum tipis berdiri di depan pintu mobil. Aku balas tersenyum lebar menatap cowok itu.
"Bu Mamut pindah belakang ya Bi?" tukas Bu Mamut menepuk pahaku.
Aku mengangguk menyetujui.
Setelah Bu Mamut pergi ke belakang, aku menggeser dudukku. Memberi tempat untuk Iqbaal duduk. Cowok itu masuk, duduk di sebelahku lalu menutup pintu mobil.
"Maaf yah lama? Kamu bosen yah nungguin aku? Harusnya aku gak maksa kamu buat temenin aku." tanya Iqbaal menyerongkan badannya menghadapku.
Aku menggeleng. "Gak kok. Aku malah seneng nemenin! Jadi tau jalannya prescon gimana. Itung-itung nambah pengalaman. Aku juga seneng dengerin jawaban kamu yang ngebabat habis pertanyaan para wartawan. Aku selalu suka tiap kamu ngomong. Rasanya ringan dan sesuai sama yang ada di hati dan pikiran. Ah pokoknya suka! Kalau boleh pinjem mulut kamu buat ngomong, aku pinjem deh tuh setiap kali mau debat atau mau presentasi. Pasti nilaiku jadi A+." gurauku menatap cowok itu.
Iqbaal membulatkan matanya. Dia tertawa pelan. "Ah Ubi mah emang yah suka berlebihan." ucapnya menoyor pipiku.
"Ih orang serius kok! Besok-besok ajarin aku dong biar pinter ngomong kaya kamu." ucapku menatapnya.
"Aku rasa malah kamu yang lebih pinter ngomong deh Bi. Harusnya aku yang berguru ke kamu." ucap Iqbaal menyenderkan kepalanya di bahuku.
Aku menggeleng, menyangkalnya. "Bilang aja gak mau bagi tipsnya." kataku sedikit menunduk, menatap cowok itu yang dengan nyaman bersender di bahuku.
Iqbaal mendongakan kepalanya menatapku. "Mau tau banget tipsnya?"
Aku mengangguk semangat.
Cowok itu tersenyum menatapku. Itu bukan senyum biasa. Itu senyuman jahil. "Tipsnya adalah... jangan bosen ngobrol sama aku. Biar ketularan pinter ngomongnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY CODA [IDR]
Fiksi Penggemar[SELESAI] "Bukan ngelukis pake kuas Maisha Lubi. Kalo itu si gue yakin lo gak bisa. Senyuman lo yang dua hari ini udah ngelukis hidup gue. Kehadiran lo di Yogyakarta ini yang udah ngelukis memori yang gue rasa paling manis di hidup gue. Makasih yaa...