Otakku rasanya hampir terbakar setelah mengerjakan kuis dadakan. Dosen itu memang suka sekali membawa kejutan untuk mahasiswanya. Sayangnya, kejutan itu tidak terlalu membahagiakan. Aku menghembuskan napas pelan. Semoga saja nilaiku cukup dan tak usah mengulang mata kuliahnya. Ih amit-amit jangan sampai. Aku bergidik ngeri. Membayangkannya saja aku tersiksa.
"Wei doinya Iqbaal kenapa mukanya kusut gitu? Iqbaalnya nikah ya sama Nurani? Cerita kali! Kok lo bisa si jadi deket sama idola lo? Sampe masuk lambe gosip lagi? Luar biasa lo Bi! Lucinta Luna kalah nih bentar lagi!" ungkap Shila berdiri di sebelah bangkuku sambil bersedekap dada dan geleng-geleng kepala.
Aku memutar mataku melihat kehadirannya. Si rusuh ini pasti kepo banget. Aku bangkit dari dudukku dan memegang bahunya.
"Shil! Lo bisa diem dulu gak? Jangan brondong gue sama pertanyaan lo? Simpen dulu yah? Gue lagi mumet banget kaya mau meledak. Mending lo temenin gue ngantin! Beli jus yuk?" ajakku menggandeng tangannya sebelum ia membeo menodongku dengan pertanyaan yang ia simpan sejak minggu lalu.
Shila yang melihatku sedang seperti ini langsung bungkam. Mana mau dia kena amuk? Lebih baik nurut daripada masalah tambah runyam.
Aku dan Shila sudah duduk di bangku dengan dua gelas jus berada di depanku.
"Adem juga otak gue." kataku setelah menyeruput jus strowberry yang aku pesan tadi.
"Udah ademkan? gue nanya udah boleh belom?" tanya Shila menatapku sambil menaikan alisnya.
Aku menggeleng. "Bayar kalau mau nanya."
"Dih itungan banget! Mentang-mentang deket sama artis jadi gaya!"
Aku memutar mataku lagi. Mengerucutkan bibirku dan mengeluarkan sesuatu dari tas ku.
"Nih buat lo, ini kan yang mau lo tanyain? Oleh-oleh?"
Mata Shila berbinar meraih papperbag yang kusodorkan padanya. Tangannya mulai membukanya, melihat apa yang ada di dalamnya.
"Lo ke Yogyakarta jauh-jauh cuma beliin gue gelang dua ribuan? Mending kek daster atau apa gitu." katanya sewot sambil memperlihatkan gelang di tangannya.
"Bersyukur kali Shil! Itu tandanya gue inget sama lo!" kataku tersenyum lalu menjulurkan lidah.
"Taudeh yang di sana asik pacaran! Jadi sahabatnya dinomor duakan. Paham gue Bi!" tukasnya dengan muka dibuat sok ngambek lalu menyeruput jus avocado-nya.
Aku mencubit lengannya yang berada di atas meja.
"Sakit, kebiasaan! Tapi faktanya benerkan?" katanya mengelus lengan yang kucubit lalu menatapku.
Aku menggeleng. "Kita ketemu gak sengaja! Pacaran pala lo!"
"Gue gak punya pala! Mamih tuh di dapur banyak buat masak rendang kalo gak opor." katanya bersungut-sungut.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY CODA [IDR]
Fiksi Penggemar[SELESAI] "Bukan ngelukis pake kuas Maisha Lubi. Kalo itu si gue yakin lo gak bisa. Senyuman lo yang dua hari ini udah ngelukis hidup gue. Kehadiran lo di Yogyakarta ini yang udah ngelukis memori yang gue rasa paling manis di hidup gue. Makasih yaa...