Sudah hampir lima hari aku tak bertemu Iqbaal. Cowok itu tengah liburan dengan Bu Mamut, Kak Omen, dan kru menejemen lainnya ke Thailand. Ah aku mau ikut! Sayangnya gak bisa. Aku ada kuliah.
Aku menghembuskan napas pelan. Bosan dengan yang aku lakukan. Semua orang sibuk dengan pekerjaannya. Cuma aku sendiri sepertinya yang tak punya kesibukan apapun selain mengerjakan tugas dan nonton drama korea, sayangnya itu semua sudah selesai setengah jam lalu. Tak adalagi yang harus kulakukan. Ah monoton sekali hidupku tanpa Iqbaal.
Aku yang rebahan di atas kasur, menatap boneka pemberian Iqbaal yang tempo lalu ia berikan padaku karena memenangkan permainan di timezone. Aku menatap boneka itu, mengajaknya berbicara seolah sedang ngobrol dengan Iqbaal si pemberi boneka. "Iqbaal cepet pulang dong! Aku kesepian, mau kamu ada di sini. Nemenin aku duduk atau makan. Ngobrol hal acak dari yang bikin sebel sampe yang bikin ketawa. Aku kangen tau? Kamu gak emang?"
Aku menoyor kepala boneka beruang itu. "Huh! Bosen banget Lubi nih. Kasih saran dong biar ga bosen."
Aku mendekatkan mulut boneka beruang itu ke telingaku. "Hah? Gak mau ah! Nanti kalau aku telepon dia duluan ganggu lagi." ucapku geleng-geleng menjawab pertanyaan dari boneka di tanganku yang tentunya digerakan oleh aku dan pikiranku sendiri. Mana mungkin boneka bisa ngomong dan gerak sendiri? Kalau ada ngeri si! Yang ada aku lari-lari ke dapur nyari Mbak Onah biar ada temannya.
Aku melirik ponsel di meja. Menghidupkannya. Ternyata tidak ada nontifikasi dari siapapun. Kemana perginya orang-orang? Aku rasa dunia hari ini aneh sekali atau akulah yang aneh? Kenapa rasanya cuma aku yang hidup di sini? Aku menghembuskan napas kasar. Turun ke bawah ngobrol dengan Mbak Onah mungkin bisa mengusir kebosananku.
Aku melangkah menuju dapur. Tidak ada Mbak Onah di sana. Oh aku tahu! Mungkin wanita itu ada di taman belakang rumah sedang menyiram bunga dan tanaman lain.
Aku menatap sekitar taman. Senyum rekah di bibirku begitu kutemukan Mbak Onah dengan slang air di tangannya. Dugaanku benar dia sedang menyiram bunga. Ini kebiasaan Mbak Onah di sore hari.
"Mbak Onah!" tukasku berlari menujunya.
Mbak Onah menengok ke arahku. Wanita itu tersenyum. "Tumben nyamperin Mbak Onah? Ada apa non?"
Aku berdiri di sebelahnya. Menunjukan jajaran gigiku. "Bosen banget Mbak. Sini biar Lubi bantu nyiram." kataku meminta slang di tangan Mbak Onah.
Mbak Onah memberikannya padaku. Wanita itu sudah biasa aku recoki pekerjaannya. Jadi sudah maklum dan tidak heran. "Bagian kanan tuh yang belum." katanya sambil menunjuk bagian yang masih kering.
Aku mengangguk mengerti. Aku mulai menyemprotkan air ke bagian yang ditunjuk mbak Onah.
"Mbak Onah? Lubi pengen deh bikin kue cubit." ucapku mengalihkan atensi dari tanaman ke Mbak Onah yang berada di sampingku.
"Mau bikin abis ini?" tanyanya menatapku.
Aku mengangguk.
"Yaudah Mbak Onah ke dalam dulu yah? Nyiapin bahan kue cubit. Kamu nyiram yang bener jangan bikin banjir." kekehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY CODA [IDR]
Fiksi Penggemar[SELESAI] "Bukan ngelukis pake kuas Maisha Lubi. Kalo itu si gue yakin lo gak bisa. Senyuman lo yang dua hari ini udah ngelukis hidup gue. Kehadiran lo di Yogyakarta ini yang udah ngelukis memori yang gue rasa paling manis di hidup gue. Makasih yaa...