40. Surrender

300 36 16
                                    

Iqbaal menengok ketika Rinrin memanggil namanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iqbaal menengok ketika Rinrin memanggil namanya. Ia menaikan alisnya.

"Lo dari tadi nyari pacar lo kan?" tanya Rinrin.

Iqbaal menggeleng. "Sotoy." katanya menoyor dahi Rinrin.

"Gue tau kali Bay. Gak usah gengsi gitu deh. Mobil Lubi mogok Bay jadi telat. Akhirnya naik ojol. Harusnya si sekarang udah sampe." kata Rinrin menatap Iqbaal yang sedang duduk.

Rinrin mengalihkan pandangannya mendengar derap langkah dari ambang pintu. Matanya membesar mengetahui siapa yang datang. "Nah tuh yang diomongin dateng."

Iqbaal menarik tangan Rinrin yang berdiri. Ia menyuruhnya duduk di kursi yang seharusnya menjadi tempat Lubi duduk. "Lo sini aja Rin." bisik Iqbaal pada Rinrin yang sedang bingung dengan tingkah Iqbaal.

"Tapi ini tempatnya Lubi Bay."

Iqbaal menatap tajam cewek keriting di sebelahnya. "Udah diem. Nurut aja sama yang gue bilang. Lagi males gue sama dia."

Rinrin membulatkan matanya. Heran dengan ucapan Iqbaal. Apa kupingnya tidak salah dengar? "Lo kenapa dah Bay? Aneh banget? Lo marah gara-gara dia telat?" bisik Rinrin sambil melirik Lubi yang lima langkah lagi berada di depan mereka berdua.

Iqbaal menaikan bahumya.

Melihat ekspresi cowok di sampingnya sepertinya bukan hanya itu alasan yang membuat Iqbaal berwajah masam. Ada hal yang di sembunyikan cowok itu. Tapi entahlah. Rinrin tak mau menguliknya lebih dalam. Ia tak mau ikut campur dalam hubungan asmara sahabatnya. Sebenarnya ia juga ingin kabur dari sini karena tak mau memihak siapapun. Tapi ia lebih takut diamuk Iqbaal. Bisa-bisa dirinya pulang-pulang sudah jadi daging cincang.

Aku melangkah mendekat ke arah Iqbaal yang sedang duduk dengan Rinrin di meja ujung sambil sesekali bertukar sapa dan senyum dengan orang-orang yang berada di sekitarku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku melangkah mendekat ke arah Iqbaal yang sedang duduk dengan Rinrin di meja ujung sambil sesekali bertukar sapa dan senyum dengan orang-orang yang berada di sekitarku. Entah kenapa aku merasakan tatapan yang Iqbaal berikan di kejauhan berbeda dengan biasanya. Ada raut kekecewaan dan kemarahan kutemukan di sana. Mendapat tatapan itu aku menjadi takut dan bersalah padahal aku tidak merasa melakukan kedua hal yang membuatnya begitu. Apa mungkin dia marah karena aku lama membalas pesannya kemarin? Atau karena aku telat datang? Aku tak tahu.

HAPPY CODA [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang