Hubunganku dan Iqbaal masih berjalan baik. Kita belajar untuk saling memahami satu sama lain. Iqbaal yang mulai mengerti aku. Aku yang mencoba untuk mengerti Iqbaal. Bahkan kita tahu jadwal satu sama lain. Agar ketika telepon tak saling mengganggu kegiatan masing-masing.
Waktu itu Iqbaal bilang rencananya ia akan pulang pertengahan akhir September ini. Cowok itu libur sampai akhir Februari. Banyak aktivitas menunggunya di sini. Jadi tetap saja walaupun Iqbaal pulang nantinya aku dan dia akan jarang bertemu karena kesibukannya. Mulai dari konser bandnya, promo film barunya, pemotretan, dan banyak lagi. Tapi walaupun begitu akhirnya setelah satu bulan lamanya kita tak bertatap muka kesempatan itu tiba. Aku bisa melihat senyum itu lagi. Mendengar suaranya memanggilku. Merasakan usakan di puncak kepalaku lagi secara nyata. Bahagia sekali rasanya!
Aku menatap punggung Shila yang tengah berjalan diantara rak buku. Cewek itu memintaku untuk menemaninya nugas sebentar. Aku iyakan saja sekalian aku juga ingin segera menyelesaikan tugasku itu yang tinggal seperempat. Shila masih setengah lagi, ia masih butuh banyak referensi yang pas. Shila—cewek itu tersenyum girang begitu menemukan buku yang ia cari. Ia bernapas lega. Sepertinya ia bisa menyelesaikan di waktu yang sama dengan Lubi atau paling lama satu jam setelah Lubi selesai. Tak apa intinya dia bisa menyelesaikannya hari ini. Jadi nanti malam ia bisa tidur tanpa beban.
Aku dan Shila memutuskan keluar dari perpustakaan. Kita memilih mengerjakan tugas di luar karena takut berisik, mengingat kebiasaanku dan Shila yang suka sekali ngobrol sambil nugas.
Kita memilih mengerjakana tugas di luar kampus. Mencari cafe terdekat. Sambil nongkrong, sambil nugas. Aku menarik lengan Shila menuju kursi yang dekat dengan jendela.
"Paham deh yang suka liatin langit." katanya melirik ke arahku.
Aku menunjukkan jajaran gigiku padanya.
"Lagian Iqbaal juga gak keliatan Bi! kalau maksud dari lo suka liat langit tuh nungguin pesawatnya si Iqbaal. Bukanya dia juga pulangnya besok?" tukasnya sambil menaruh macbook ke atas meja lalu membukanya.
Aku membulatkan mataku. "Dih ngarang banget. Gue liat langit tuh bukan karena nungguin pesawatnya doi Shil. Gue tuh kagum banget sama langit Shil, tinggi tapi dia selalu membumi, lewat hujannya. Langit juga menenangkan karena warnanya. Penat ilang gitu aja, ikut hanyut kebawa birunya. Liat langit bawaannya energi positif ngalir gituh ke gue. Lo harus coba deh." kataku melempar pandangan dari langit ke arah Shila.
Mendengar itu Shila memandang langit biru yang kelihatan di jendela. Ia lantas mengalihkan pandangannya padaku. "Muka lo jadi ijo Bi." ucapnya menunjukku dengan telunjuknya.
Aku menggetok kepalanya dengan kertas yang ku gulung. "Gue kira lo lagi ngeresapin tentang langit Shil!"
Cewek itu mengaduh pelan. "Gue kan bukan lo yang apa-apa dirasa. Tapi pendapat lo tentang langit gue setuju si. Gue juga merasakan ketenangan itu, apalagi kalau malem. Kan gelap tuh. Waktunya tidur. Ah enak banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY CODA [IDR]
Fanfiction[SELESAI] "Bukan ngelukis pake kuas Maisha Lubi. Kalo itu si gue yakin lo gak bisa. Senyuman lo yang dua hari ini udah ngelukis hidup gue. Kehadiran lo di Yogyakarta ini yang udah ngelukis memori yang gue rasa paling manis di hidup gue. Makasih yaa...