26

3.3K 331 5
                                    

Upacara pemakaman diselimuti oleh dengan duka yang sangat pekat. Hujan terus turun sejak kemarin membuat tanah itu basah dan lembab. Semua pelayat menggunakan pakaian berkabung mengantarkan Kaisar mereka untuk terakhir kali ke peristirahatan terakhir.

Xiang Fei duduk di dalam gua yang menjadi rumah dimana Kaisar Baozai dibaringkan di dalam nya, dipelajarinya setiap ukiran pada peti mati itu. Ukiran yang melambangkan tentang fase manusia saat menjalani kehidupan nya di dunia, mulai ketika dia lahir, tumbuh dewasa dan pada akhirnya mati.

Didalamnya dibakar dupa yang menguatkan wewangian yang dulu dipakai oleh Kaisar semasa hidup. Aroma yang dirindukan oleh seorang anak pada Ayah nya. Xiang Fei masih bertahan disana hingga beberapa jam meski sang arsitektur telah mewanti-wanti nya untuk keluar sebelum tengah hari.

"Dulu saat festival lampion aku pernah berharap jika dilahirkan kembali aku akan memilih menjadi Putri dari seorang petani. Aku tidak perlu memikirkan intrik politik perebutan tahta, ataupun terjebak dalam konspirasi yang menghantarkan nyawa." Kata Xiang Fei bercerita pada peti yang permukaan nya mulai mendingin. "Tapi Ayah, jika seperti itu pasti aku tidak akan bertemu denganmu karena kau ditakdirkan surga untuk menjadi penguasa. Saat ini apakah kau tengah berjalan mencari cahaya? Kata seorang biksu pada saat itu kau bisa mendengarkan suaraku karena nya aku bercerita, aku ingin mengatakan jika aku tidak menyesal menjadi Putrimu dan aku bangga memiliki Ayah sepertimu."

Suara gemuruh dari luar menjadi pertanda untuk Xiang Fei agar keluar dari gua. Xiang Fei membungkuk untuk terakhir kali sebelum keluar menyusuri lorong bersedimen batu yang dingin.

Ketika ia keluar semua orang membungkuk padanya disertai dengan suara ledakan ketika pintu yang terbuka dari batu diledakan agar tertutup permanen.

"Panjang umur untuk Maharani."

"Segala keagungan untuk Maharani."

Semua kata sanjungan itu dibalas dengan dingin oleh Xiang Fei, ia masuk kedalam tandu menuju prosesi selanjutnya dimana para pahlawan perang akan dimakamkan.

Ketika sampai disana peti mati belum dimasukan kedalam liang, seperti kepercayaan toisme Xiang Fei membakar dupa dan membakar uang-uang kertas untuk mereka.

Pada saat itu semilir angin lembut mengayunkan hiasan rambut Xiang Fei, ketika ia mendongak Xiang Fei menemukan para prajurit yang dipimpin oleh Jenderal Bei tengah tersenyum padanya. Untuk sesaat Xiang Fei masih terpaku atas pemandangan dihadapannya, wujud samar dari mereka seolah-olah ingin menunjukkan sesuatu padanya.

'Anda wanita luar biasa yang mulia' suara itu muncul ditelinga Xiang Fei, lalu bayangan itu hilang tersapu oleh angin kencang. "Aku tidak akan menyerah lagi Jendral Bei. Terimakasih untuk segalanya."

Xiang Fei tersenyum tipis, ia menuangkan sebotol arak keatas bara api, memicu api yang lebih besar.

"Jadikan hari ini sebagai peringatan kematian mereka, aku ingin semua orang mengingat jasa mereka." Kata Xiang Fei diiyakan oleh para menteri.

...

Sekembalinya ia dari pemakaman Xiang Fei langsung digiring menuju balairung tahta. Ia duduk disana mendengar setiap laporan dari menteri nya, meski mereka tengah berduka laporan demi laporan bahkan tidak dapat berkompromi.

Xiang Fei duduk diam memilah setiap kata sambil memejamkan mata, hari ini ia sangat lelah tapi perkerjaan tidak kunjung usai sampai terasa seperti dewa telah memangkas hidup nya hingga 50 tahun.

Pantas saja Ayah nya suka menyeretnya saat rapat hanya agar dapat bernapas sejenak.

"Bawa semua tahanan bandit dan tentara musuh yang tersisa, adili mereka di pasar agar masyarakat bisa melihatnya. Eksekusi mereka dengan Hukuman Lingchi." Kata Xiang Fei bahkan tanpa membuka matanya.

Semua orang terkesiap. Siapapun tahu jika hukuman Lingchi berarti 'kematian oleh seribu luka.' yang dimana tahanan akan diikat, dan anggota tubuhnya dipotong satu per satu.

Seolah-olah tidak menyadari reaksi keterkejutan itu Xiang Fei kembali berbicara tentang permasalahan selanjutnya.

"Krisis yang terjadi di daerah timur segera atasi dengan mengirimkan persediaan makanan dari gudang, dan kirim upeti untuk memperbaiki kestabilan ekonomi. Bangun sebuah waduk untuk mencegah kekeringan berulang. Lalu kirim dua orang mentri yang berkompeten untuk meninjau kembali daerah itu."

"Satu lagi yang mulia. Rakyat mulai mempertanyakan tentang pernikahan anda?" Kata seorang menteri membacakan laporan dari seorang penjabat. Mendengar itu seketika Xiang Fei membuka matanya, ia memperbaiki posisi duduk nya menghadap kearah menteri tersebut yang seketika gugup menerima tatapan dingin dari Xiang Fei.

 Mendengar itu seketika Xiang Fei membuka matanya, ia memperbaiki posisi duduk nya menghadap kearah menteri tersebut yang seketika gugup menerima tatapan dingin dari Xiang Fei

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kau tahu ini belum menginjak sehari setelah pemakaman kaisar terdahulu? Lalu kalian mempertanyakan pernikahan disaat seperti ini?" Kata Xiang Fei.

Menteri tersebut langsung melemparkan dirinya kelantai memohon ampun. "Ampuni hamba yang mulia, menteri bodoh ini telah salah!"

Xiang Fei masih diam, "bakar gulungan itu!"

"Apapun isi perkamen yang memintaku untuk segera menikah segera bakar mereka. Sampai aku menemukan nya maka jabatan kalian yang akan kubakar!"
Emosi Xiang Fei masih belum terkendali setelah serangakaian peristiwa yang terjadi, jadi wajar saja jika perangai nya bisa berubah sedrastis ini sehingga orang-orang tidak lagi mengenali nya.

Jika orang lain ditempatkan pada posisi nya maka percayalah jika seseorang itu akan segera kehilangan kewarasan nya pada saat itu juga. Kehilangan ibu saat berusia belasan, berlanjut dengan kematian tunangan lalu kembali berulang dengan kepergian ayah serta orang-orang yang disayanginya. Hampir semua hamba sahaya Xiang Fei meninggal karena berusaha melindungi istana nya dari penjarahan dan pengerusakan dari bandit yang ikut serta dalam penyerangan.

Harta benda Xiang Fei memang utuh tapi tidak dengan nyawa orang-orang yang dikasihinya. Belum lagi keadaan panti asuhan di kota yang masih selamat karena dilindungi oleh beberapa tentara Hanzi.

Xiang Fei menelusuri lorong istana, menemukan bercak darah menghitam setiap kali ia melangkah. "Aku menginginkan seluruh istana bersih dari darah." Perintah Xiang Fei mengelus permukaan dinding yang terkena bercak darah.

"Baik yang mulia." Sahut kepala pelayan.

Xiang Fei melewati paviliun dimana dulu ia suka bersembunyi disana, bayangan seorang gadis berlarian bersama dayang nya membuat Xiang Fei mengulum senyum pedih. Kenangan itu tidak akan terulang untuk kedua kali, dan hanya akan bertahan sebagai memori.

"Jika dia masih hidup seharusnya ada seorang bayi kecil disini." Gumam Xiang Fei mengingat pernikahan Dayang An yang masih sangat muda.

Xiang Fei menuju kediaman nya dulu, berdiri disana menatap sekitarnya dimana dulu ia akan melihat para hamba sahaya nya berkeliaran kesana kemari tersenyum hangat menyambut nya. Tapi kini hanya tersisa kekosongan disana, bahkan rasanya kediamannya terasa sangat dingin.

"Apa guna nya semua ini jika kalian semua pergi? Aku tidak membutuhkan ini, tapi aku membutuhkan kalian untuk ada disini." Xiang Fei memungut sebuah tusuk rambut yang tergeletak dalam kondisi patah menjadi dua, tusuk rambut yang dulu ia berikan pada seluruh dayang sebagai hadiah di malam festival lampion.

Empress Xiang FeiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang