"Phil, masih banyak gak sih?" Laurel berseru sedikit kesal.Sedari tadi Phileo menyuruhnya menggambar berbagai hiasan untuk gapura nanti namun setengahnya pun belum diberi warna oleh teman-temannya.
"Eh, udah cukup deh," ujar Phileo sambil menyengir.
"Ya udah, gua pulang ya," pamit Laurel sambil buru-buru membereskan alat-alat menggambarnya.
Phileo mengangguk. "Gapuranya kita lanjut besok aja kalo gitu. Thanks ya semuanya."
Mereka semua pun merapikan alat-alatnya masing-masing. Dino merapikan perkakas karena tugas laki-laki itu memotong triplek sedangkan Diana merapikan cat-catnya.
"Rel, mau bareng gak? Gua juga mau ke GOR," ajak Phileo.
Laurel lantas tersenyum kecil dan menggeleng. "Gak usah, gua bisa sendiri kok."
"Bukannya lo buru-buru mau kesana? Gua ngebut kok."
Laurel tampak berpikir sebentar sebelum mengangguk, mengiyakan.
Phileo tidak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. "Ya udah, ayo naik."
Laurel pun naik ke atas motor laki-laki itu dan meletakkan tasnya di antara keduanya.
"Rel, sorry ya gara-gara waktu itu. Gua gak bermaksud," ujar Phileo di tengah perjalanan mereka.
Laurel sekarang bingung ingin membalas apa. Jadi ia memilih diam.
"Gua kira Max paksa lo jadi cewek lo. Lo beneran suka ya sama dia?"
Laurel mengangguk, membenarkan.
Phileo mendesah kecewa. "Gak ada kesempatan buat gua dong?" tanyanya sambil tertawa.
"Banyak kali cewek yang mau sama lo, Phil."
Phileo mengangguk. "Coba semua cewek persis kayak lo ya, Rel," ujarnya sambil tertawa.
"Ya kali!" ujar Laurel sambil tertawa.
"Gua masih bisa jadi temen lo kan, Rel?" tanya Phileo. Biar saja semua dimulai dari teman.
Laurel mengangguk. "Iyalah!"
_______________________________
"Maaf kak. Pertandingan sudah dimulai 20 menit yang lalu, jadi pintu sudah tidak bisa dibuka lagi," ujar seorang petugas di sana.
Laurel menatapnya tidak percaya. "Serius mas?" tanyanya.
Pemuda itu mengangguk. "Maaf sekali ya, kak."
"Bener-bener gak bisa mas?" Laurel masih berusaha namun pemuda itu tampak menggeleng sambil tersenyum ke arahnya.
Laurel tampak panik sekarang. Ia mengedarkan pandangannya bingung. Bagaimana ini? Laurel sudah berjanji kepada Max.
"Kalo kita bayar lebih?" tanya Phileo.
Pemuda itu tersenyum kecil. "Maaf, kak. Memang peraturan dari sananya, bisa dibaca di sini." Laki-laki itu menunjuk pada pamflet besar di sebelahnya.
Phileo mengangguk mengerti. "Baik, makasih ya, mas." Kemudian Phileo berjalan mendekati Laurel yang tengah duduk cemas di salah satu sofa di sana.
"Gak bisa Rel. Mau tunggu di sini aja?" tanya Phileo.
Laurel mendesah kecewa. Ia mengusap wajahnya kasar.
Jujur laki-laki itu merasa bersalah sekarang kepada Laurel. Wajah gadis itu sangat murung sekarang.
"Mau nonton Max lari-lari di lapangan," ujar Laurel dengan pundak melemas.
Phileo dapat merasakan dadanya yang sesak mendengar ujaran Laurel barusan. "Masih ada match lain kok. Mereka pasti menang, tenang aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE: MaxLaurel
Teen Fiction[ COMPLETED ] Laurelia Vernande Gomez, Tipe siswa dengan kemampuan rata-rata membuatnya tidak begitu dikenal dan dipedulikan. Namun takdir mempertemukannya dengan si pentolan sekolah, Maximus Alvarez Putra dan segala aksinya membuat namanya kian har...