"Kok gak jadi-jadi sih?" Cecil berseru kesal sambil melempar adonannya.
Laurel berkacak pinggang. "Kayaknya kurang mentega deh."
Cecil memencet-mencet adonannya yang tidak menyatu juga kemudian mengangguk setuju.
"Max, tolong ambilin mentega," pinta Laurel yang tengah sibuk mencampurkan adonan.
Max menghela malas. Laki-laki itu sedang diguna-guna sebagai pembantu.
"Nih." Max menyodorkan mentega itu malas.
Laurel tersenyum gemas. "Makasih, budakku." Cecil terkikik kecil.
Max mendengus kesal. "Lama banget bikin ginian doang."
Laki-laki itu sangat malas sekarang. Waktu quality timenya bersama Laurel terganggu karena adiknya yang tiba-tiba memonopoli gadisnya. Kurang ajar!
"Sabar dong!" sewot Cecil.
Laurel hanya terkekeh melihat wajah Max yang ditekuk malas.
"Nyesel gua bawa Laurel kesini," ujar Max pada Cecil.
Cecil hanya memeletkan lidahnya.
"Anjay jadi," seru Cecil bahagia. "Budak tolong siapkan loyang adonan sekarang."
Laurel menahan tawanya melihat wajah Max sekarang. Namun laki-laki itu tetap bergerak mengambilkan loyang yang diminta Cecil.
"Selesai deh, tinggal tunggu mateng," seru Cecil sambil bertosria dengan Laurel.
"Cecil mau ganti baju dulu. Kotor." Kemudian ia melepas celemeknya dan berlalu meninggalkan Laurel dan Max.
"Muka kamu," ujar Laurel sambil tertawa geli. Max terlihat tidak bahagia sekarang.
Max mendengus malas. "Muka kamu tuh!" balasnya sembari membersihkan wajah Laurel yang penuh dengan tepung.
"Kenapa bisa sampe cemong gini sih?" gumam Max pelan.
Laurel sendiri hanya terkekeh sambil membiarkan jemari laki-laki itu menyapu lembut permukaan wajahnya.
Max masih fokus membersihkan wajah Laurel. Dari jarak sedekat ini Laurel bisa melihat secara detail wajah terstruktur pacarnya itu. Hidung mancung, mata hijau cerahnya, dan alis Max yang tajam.
Dengan iseng Laurel menggosokkan jarinya pada tepung di meja dan memeperkannya pada pipi Max.
Mata Max melotot tidak terima. Cepat-cepat ia kabur dari laki-laki itu. Namun Max langsung menahannya. Merangkul tubuhnya dari belakang.
"Mau kemana hm?" tanya Max dari belakang membuat Laurel tertawa geli.
"Gak sengaja," pekik Laurel sambil menutup wajahnya.
Max tertawa. Satu tangannya menahan tubuh Laurel, satu tangannya lagi digosokkan pada tepung di meja.
"Turunin tangannya. Gak boleh curang," ujar Max.
Laurel menggeleng. "Kita selesain pake cara damai!" balas Laurel masih berusaha melindungi wajahnya.
Max tertawa mendengar Laurel. "Kamu yang mulai. Gak ada damai-damai. Cepet buka!" suruhnya.
"Ah, tapi jangan banyak-banyak mepernya!" seru Laurel.
"Kamu makin lama buka, makin banyak aku mepernya," ancam Max.
Laurel mencebikkan bibirnya. Perlahan ia membuka perlindungannya.
Max sudah bersiap dengan tepung di tangannya. Saat Laurel menurunkan tangannya, Max langsung memeperkan tepung di tangannya ke seluruh wajah Laurel.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE: MaxLaurel
Teen Fiction[ COMPLETED ] Laurelia Vernande Gomez, Tipe siswa dengan kemampuan rata-rata membuatnya tidak begitu dikenal dan dipedulikan. Namun takdir mempertemukannya dengan si pentolan sekolah, Maximus Alvarez Putra dan segala aksinya membuat namanya kian har...