Sekarang adalah jam pelajaran Bu Yuli - Guru Bahasa Indonesia. Jika biasanya pembelajaran dilaksanakan di dalam kelas. Hari ini sedikit berbeda, guru muda itu meminta para murid untuk mencari sebuah objek - bebas, di luar kelas yang nantinya akan dibuat puisi.
"Kenapa lo cembetut amat?" senggol Eca pada Valerie yang sedang mencabuti rumput yang ketiganya duduki.
Valerie menoleh malas. "Kagak."
"Ah masa?"
Valerie terdiam sebentar sebelum berdeham dan membetulkan posisi duduknya menjadi bersila. "Justin tiba-tiba bilang mau ngomong serius. Menurut lo orang gimana?"
Eca dan Laurel saling berpandang bingung. "Apa-apa? Ulang coba," paksa Eca, "cepet amat lo ngomongnya. Udah tau temen lo bego semua."
Valerie mendengus. "Gak jadi."
"Ih apaaa??" seru Eca panjang, "tadi kuping gue lagi ke mute. Gak dapet notifikasi masuk."
Valerie menghela, kemudian mengulang ucapannya tadi dengan lebih lambat. "Pasti minta putus gak sih?"
Oke, baru pertama kali Laurel melihat sahabatnya secemas ini karena cowok.
"Belom tentu," jawab Laurel sambil memandang Valerie aneh.
"Bisa aja dia mau ngaku habis selingkuh," lanjut Eca santai membuat Laurel memukul lengan gadis itu pelan.
"Gak gitu juga kali," bantah Laurel. "Bisa aja beneran penting," lanjutnya yang diakhiri ringisan kecil. Kepalanya tiba-tiba berdenyut kembali.
"Kenapa lo? Masih puyeng?" tanya Eca.
Laurel tidak menjawab. Suhu tubuhnya tinggi, namun badannya terasa menggigil sekarang.
Eca menempelkan telapaknya pada kening gadis itu, kemudian mengernyit. "Lo aja deh Val. Gak paham dah gue."
Valerie berdecak kemudian menggantikan telapak Eca tadi. Gadis itu mengernyit. "Lo keringet dingin. Ke UKS ayo."
Laurel menggeleng sambil mengusap peluh di sekitar pelipisnya. "Dingin banget gak sih?" tanya Laurel sembari memeluk tubuhnya yang sudah terbalut sweater.
Eca yang sedang mengipasi dirinya sendiri melongo. "Dingin? Ketek gue ampe basah gini lo bilang dingin?"
"Jorok ah Ca!" decak Valerie kemudian memalingkan wajahnya. Matanya memicing pada empat laki-laki yang sedang berkumpul di tribun lapangan.
"Max sama Alex udah baikan?" tanya Valerie pada Eca.
Eca menggeleng. "Lo gak liat itu duduknya jauh-jauhan."
Laurel mendongak, mencari keberadaan keempat laki-laki itu. Namun matanya langsung berkontak dengan manik hijau yang tengah menatap ke arahnya juga. Cepat-cepat ia membuang mukanya ke arah lain.
"Liat-liatan doang. Samperin kagak. Gitu aja terus sampe Vale jadi jablay," cibir Eca setengah hati.
Valerie menatap Eca tajam. "Gak usah bawa-bawa gue."
Eca mengabaikan tatapan Valerie. "Udah kek Rel baikan. Eneg gue sumpah!" seru Eca, "sama-sama masih cinta. Kenapa ribet gini sih?!"
"Siapa bilang gue masih suka sama dia?" balas Laurel acuh.
Eca menghela tajam. "Itu pertanyaan?!"
"Gara-gara lo Alex sama Max berantem kemarin. Sampe sekarang belom baikan juga. Lo gak ngerasa bersalah apa?" sentak Eca blak-blakan.
Laurel menautkan alisnya, gadis itu sebenarnya merasa bersalah. Bahkan ia tidak bisa tidur semalam karena hal ini.
"Bukan urusan gue," balas Laurel pelan. Kepalanya semakin berdenyut karena raungan Eca.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE: MaxLaurel
Teen Fiction[ COMPLETED ] Laurelia Vernande Gomez, Tipe siswa dengan kemampuan rata-rata membuatnya tidak begitu dikenal dan dipedulikan. Namun takdir mempertemukannya dengan si pentolan sekolah, Maximus Alvarez Putra dan segala aksinya membuat namanya kian har...