41

893 38 2
                                    

"Setelah beberapa minggu kami memantau kondisi Jason, kondisinya semakin menurun. Beberapa organ dalamnya mengalami penurunan fungsi. Jantung, hati,juga paru-parunya bisa saja tidak berfungsi dalam waktu dekat. Oleh karena itu,dia memerlukan donor organ dalam."

Suzy hampir pingsan mendengar penjelasan dokter. Jaden hanya bisa menyembunyikan air matanya di balik wajahnya yang kalut. Pikiran Jaden mendadak buntu. Anak satu-satunya kini terbaring lemah.

"Saya harap anda segera mencari donor organ dengan cepat. Kami juga sedang berusaha mencari donor organ yang sesuai untuk Jason."

***
Malam itu terasa sangat dingin bagi Jaden. Ia duduk di kursi taman yang berada di rumah sakit seorang diri. Suzy masih berada di kamar Jason bersama Lucas.

Jaden menatap ke langit lalu tanpa sadar,air matanya mengucur tanpa ampun. Sesak di dadanya tak kunjung hilang begitu ia ingat kematian Jane.

Saat istrinya sakit,Jaden masih sibuk dengan pekerjaannya. Hingga Jane meninggal, Jaden tidak bisa mendampinginya hingga akhir. Jujur, Jaden merasa sangat menyesal dengan kepergian istrinya itu.

Selain karena ia kehilangan sosok perempuan yang ia cintai,ia juga kehilangan rasa sayang Jason sebagai seorang anak padanya. Anak itu berubah dingin dan perlahan membencinya.

Seolah tak ingin mengalah,rasa ego dan emosi Jaden tidak bisa ditahan saat Jason berbuat hal yang menurutnya tidak baik. Jika ditanya apa ia sayang pada Jason, jawabannya tentu saja ia sangat menyayangi anak tunggalnya. Ia bahkan rela mati demi Jason. Ia tidak bisa melihat Jason kesakitan seorang diri meskipun seringkali ia berperilaku kasar pada anak itu.

Jaden mengingat janjinya pada Jason untuk membawanya ke makam Jane, sekedar menuntaskan rasa rindu. Namun,janji itu sepertinya tidak bisa terwujud jika Jason...pergi menyusul Jane. Tidak... bagaimanapun Jaden tidak akan membiarkan Jason mati.

Ini adalah hari ketujuh Jaden mencari donor darah untuk anaknya. Tentu saja hal itu tidak mudah. Ia jadi frustasi. Bagaimanapun, Jason harus tetap hidup. Dia tidak boleh pergi. Kalaupun harus ada yang mati,itu dirinya,bukan Jason.

Jason hanyalah salah satu contoh dari anak yang kurang kasih sayang orang tua setelah kematian Jane. Dia tidak bersalah sekalipun sering melakukan tindakan bodoh yang mengancam nyawanya. Bagi Jaden,itu sudah jelas kesalahannya. Ia yang tidak bisa mendidik Jason dengan benar. Kalaupun itu hukuman, harusnya dirinya saja yang dihukum.

Malam itu juga,di tengah gerimis Jaden membuat keputusan terbesar dalam hidupnya. Apapun alasannya, Jason harus tetap hidup.

***
Jason berjalan tertatih mengikuti langkah Jane menuju cahaya terang di depannya. Langkahnya sempat terseok-seok kala ia mengingat bagaimana perjuangan Jaden agar ia tetap hidup. Mendapati anaknya tertinggal jauh,Jane menoleh ke belakang. Jason berdiri mematung dengan lelehan bening berupa air mata yang memenuhi matanya.

"J?"

"Ma..."

"Apa menurut kamu...ini keputusan yang terbaik?"tanya Jane lembut. Jason menggeleng tidak tahu.

"J,mama tanya sekali lagi. Apa alasan kamu pulang ke mama?Apa hanya untuk melarikan diri?"

"Aku...nggak mau menambah beban bagi mereka,ma. Aku udah terlalu jahat. Selama ini,aku hanya mikirin kesedihan aku atas kematian mama hingga aku nggak sadar,banyak orang yang menderita karena aku, terutama papa. Aku cuma nggak mau penderitaan papa bertambah setelah aku kembali kesana. Aku ingin ikut mama supaya...papa bahagia."

"Siapa yang akan bahagia kalau kamu nggak ada, Jason Bramantya?"

Jason mendengar suara serak agak berat yang sangat familiar di telinganya. Ia menoleh ke belakang dan mendapati Jaden yang berkemeja putih dan celana kain hitam tengah berjalan kearahnya dengan penuh air mata. Jason tidak ingin percaya,namun saat Jaden memeluknya erat,itu terasa hangat.

My Possessive BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang