40

356 28 4
                                    

Apa yang paling kamu takuti di dalam hidup ini?

Kematian?

Kehilangan?

Penyesalan?

Atau mungkin hampir semuanya.

Terkadang,kita terlalu takut akan esok hari yang bahkan belum terjadi. Kita terlalu cemas memikirkan masa depan hingga tidak sadar jika kita harus menjalankan hari ini dengan benar. Mungkin,hal itu akan berlaku untuk beberapa manusia pada umumnya.

Detik ketika antara hidup dan mati bergerak,saat itulah Cassia merasakan ada rasa sakit di dadanya. Rasanya sangat sesak hingga ia tak tahan lagi. Ia tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya. Terlalu menyakitkan.

Malam ini hujan turun dengan deras seiring derasnya rindu Cassia akan sosok laki-laki yang kini terbaring tak berdaya di rumah sakit. Cassia menggigit ujung kukunya cemas. Ia tidak suka hujan sejak kejadian kurang mengenakkan menimpanya.

Cassia menatap keluar jendela. Gelapnya malam serta bunyi petir membuatnya takut. Ia sedikit menitikkan air mata saat teringat kejadian beberapa waktu lalu yang membuat laki-laki yang ia cintai hampir meregang nyawa.

***
"J,jangan lupa pake mantel. Apa kamu bawa mobil aja?Hujannya makin deras."

Jason mengambil helmnya diikuti oleh Lucas yang memasang sepatunya sambil bersungut-sungut. Tadinya ia ingin berangkat sendirian,namun Suzy memaksa Lucas ikut Jason. Menyebalkan memang,tapi sepertinya Jason tidak menolak ataupun keberatan. Mungkin cowok itu sudah taubat nasuha atau insyaf. Tak apalah, paling tidak uang jajan Lucas tidak akan berkurang karena naik ojol.

"Nggak usah ma, bentar lagi juga reda. Heh lo!Buruan napa,udah kayak bekicot."

"Sabar lah!Gue masih masang tali sepatu!"

Jason memutar bola matanya jenuh. Sebenarnya ia malas berboncengan dengan Lucas,tapi kalau menolak juga sungkan. Alhasil mereka berangkat sekolah meskipun gerimis kecil mengguyur kota itu.

Bagi Jason itu tidak masalah,berbeda dengan Lucas yang terus nyerocos. Entah protes karena ia baru keramas atau karena bajunya mulai basah. Jason?Mana peduli. Ia malah senang membuat Lucas kesal.

"Luc."

"Tai. Lo manggil gue kayak merk sabun."

"Yaelah,baperan. Nggak mungkin gue manggil lo Cas. Ntar sama kek Cassia."gerutu Jason dibalik helmnya.

"Namanya juga jodoh pasti ada kesamaannya."

"Najis."Jason terdiam beberapa detik saat mereka berada di lampu merah. Hujan makin deras namun Jason masih bodo amat. Jangan tanya Lucas,dia udah ngabsen seisi kebun binatang tanpa ketinggalan."Eh,kulkas!"

"Heh,woy!Nama gue Lucas. L.U.C.A.S.Bukan alat elektronik!"

"Ribet amat. Eh nder..."

"Sianjing,lo kira gue sender Twitter?"

"Anying ya,lo mau gue panggil apaan,su?"Jason akhirnya menoleh dan membuka kaca helmnya. Nampak Lucas tersenyum ceria bak ketiban durian runtuh.

"Panggil pangeran."

"Nyesel gue nanya. Bodo amat ya,gue mau manggil lo asu."

"Anj..."

"Sebelum lo misuh,gue mau nanya. Ini serius. Jadi lo dengerin baik-baik."

Lampu masih belum menunjukkan tanda-tanda hijau, jadi Jason asyik adu maki dengan Lucas.

"Wah, kalo lo mau ngelamar gue,gue ogah. Gue bukan hombreng."

My Possessive BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang