"Habis ini kemana lagi?" Tanya Juli setelah mereka memasuki mobil dan meninggalkan rumah ibu.
Dua hari di rumah mami dan tidak melakukan aktivitas membuat Juli bosan. Akhirnya ia mengajak Angkasa untuk jalan-jalan sekaligus mengantar oleh-oleh yang Angkasa sudah siapkan.
Angkasa memutar kemudinya pelan, "Ke bengkel dulu," jawabnya singkat.
Ia melajukan mobil—yang ia pinjam dari Bulan dengan kecepatan sedang. Tak lama mereka sampai di bengkel milik Angkasa.
Bengkel ini lumayan besar. Terdiri dari dua lantai. Lantai bawah untuk montir bekerja dan di lantai atas merupakan ruang kerja Angkasa.
Mereka memasuki bengkel tersebut. Seorang laki-laki seumuran Angkasa menyambut mereka.
"Udah pulang bos?" Tanyanya ramah.
Angkasa mengangguk pelan, ia mengulurkan beberapa paper bag kepada Adrian, "Oleh-olehnya, nih. Dibagi sama Ucup, Joni juga."
Adrian mengangguk senang sambil menerima bingkisan itu, "Siap, bos."
Angkasa kembali menatap Juli yang sedari tadi di sampingnya dan matanya sibuk memindai bangunan yang sepertinya cukup nyaman itu.
Angkasa menyenggol lengan Juli pelan, "Mau mampir dulu nggak?" Tanyanya.
Juli mengendikkan bahunya, ia kembali melihat-lihat bangunan itu.
"Oh iya, kemarin ada yang nyari, bos. Gue bilang lo lagi nggak ada, besok katanya balik lagi." Ujar Adrian setelah meletakkan bingkisan ke dalam.
Angkasa mengerutkan keningnya bingung.
"Nggak tau siapa," balas Adrian.
"Oke deh. Besok kalau datang lagi, bilang gue." Adrian mengangguk.
Angkasa beralih lagi kepada Juli, "Langsung aja ya? Gue laper." Juli hanya mengangguk.
Angkasa pamit kepada karyawannya dan menuntun Juli mendekati mobil, membukakan pintu, dan menyuruh gadis itu masuk.
"Mau makan dimana?" Tanya Angkasa setelah ia melajukan mobilnya.
Juli mengendikkan bahu, ia memasukkan handphonenya ke dalam tas, "Terserah mas aja."
Angkasa hanya tersenyum kecil mendengar jawaban dari Juli. "Kenapa senyum gitu?" Tanya Juli.
Angkasa menoleh singkat, ia menyunggingkan senyum yang lebih lebar, "Nggak apa-apa. Rasanya beda aja." Juli mengerutkan kening bingung.
"Sebutan mas dari kamu itu rasanya spesial."
Juli memutar bola matanya kesal, "Lebay. Tukang martabak juga aku panggil mas." Ia merengut.
Angkasa terkekeh, ia memberhentikan mobil saat lampu merah menyala.
Ia menoleh ke Juli dan menatapnya tepat di mata. Yang ditatap memalingkan wajahnya, "Apa sih?"
"Hei, dengar ya," ujar Angkasa.
"Bukan tentang panggilannya, tapi tentang siapanya... dan aku suka waktu kamu manggil aku mas." Ia mengerlingkan sebelah matanya genit. Juli bergidik ngeri.
***
Mereka akhirnya berhenti di depan rumah kontrakan yang sudah mereka tinggal cukup lama. Dengan satu kantong berisi dua plastik mi ayam dan es teh, Juli turun disusul dengan Angkasa.
Karena Juli malas untuk makan di tempat, akhirnya ia menyuruh Angkasa membeli mi ayam dan memakannya di rumah kontrakan sekaligus melihat keadaan rumah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Momen
RomanceJuli sama sekali tidak berpikir hidupnya berubah saat ia baru memasuki perguruan tinggi. Orangtuanya meminta untuk menikah dengan anak sahabat mereka. Karena Juli sangat menyayangi ayahnya, maka ia tidak bisa menolak. Angkasa sangat kaget saat salah...