Angkasa menggeliat malas di balik selimutnya. Sinar matahari yang masuk ke dalam kamar membuatnya tidak bisa kembali tidur nyenyak. Kebetulan hari ini hari Sabtu, mereka menghabiskan waktu di rumah mami.
Sebenarnya Angkasa malas untuk keluar kontrakan. Ia ingin sekali istirahat dengan tenang. Tapi, kemarin malam Juli seolah menyeretnya untuk datang ke rumah mami. Angkasa mana bisa menolak.
Angkasa bangkit dari tempat tidur. Ia berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka. Juli sudah tidak berada di atas ranjang. Pasti gadis itu sudah berada di dapur membantu mami memasak.
"Ada yang bisa aku bantu?" Juli berjengit kaget saat suara itu masuk pendengarannya.
Ia sedikit menoleh ke belakang. Laki-laki itu berada di belakang Juli. Sejak kapan Angkasa di sana?
"Ngagetin aja. Ngapain kamu di situ? Perasaan tadi masih ngorok."
Angkasa mendengus. Ia berjalan ke kabinet untuk mengambil gelas. Tak lama ia berjalan ke dispenser untuk mengambil air minum.
"Mami kemana?" Tanyanya selepas meneguk air.
"Di kamar, baru ambil uang."
"Ngapain, sih. Mas?!" Juli berujar saat Angkasa merapatkan tubuhnya ke Juli dari belakang.
"Mau bantuin kamu." Ia memegang tangan Juli yang sedang memegang pisau.
"Nggak usah. Aku bisa sendiri."
"Udah, sini. Biar cepet." Angkasa tetap memaksa.
Juli menyikut pelan perut Angkasa. "Nggak. Kamu malah ganggu aku."
"Kok ganggu?"
Juli berdecak malas. "Kamu bikin aku nggak fokus motong sayurnya." Ujarnya lirih.
Angkasa menarik bibirnya pelan. Ia tersenyum. "Hah? Apa?" Tubuhnya kembali merapat ke Juli.
"Udah bangun toh kamu, Sa." Suara mami membuat Juli kembali menyikut perut Angkasa lebih jauh. "Mami cari di kamar nggak ada."
Angkasa menjauh. Ia berjalan ke arah meja makan lalu duduk di kursi.
"Kenapa, mi?"
"Bantuin mami dong. Beliin ayam potong di dekat perempatan. Minta cekernya yang banyak, mami lagi pengen masak sup ayam."
Mami menyerahkan beberapa lembar uang ke Angkasa. Ia kemudian berjalan menghampiri Juli.
"Eh," ia kembali menoleh ke Angkasa yang belum pergi. "Jangan lupa minta tolong sekalian cekernya kukunya dipotong."
"Kukunya dipotong?" Ulang Angkasa.
Mami berdeham singkat.
"Nanti kalau mau kutekan nggak bisa dong, mi?"
"Astagfirullah, Sa!"
Mami mencebik. Juli meringis pelan. Sedang Angkasa tergelak kemudian mengangkat tangannya ke udara. "Hehe. Bercanda, mami sayang."
Angkasa meninggalkan kedua perempuan itu sejenak untuk membeli daging ayam.
"Maaf ya, Jul. Angkasa tuh kebiasaan banget suka bikin emosi mami." Ujar mami sambil menyiapkan peralatan masak yang lain.
Jika menoleh, ia tersenyum. "Nggak apa-apa, mi. Udah biasa juga."
Juli mengupas wortel lalu memotongnya kecil-kecil. Mami mencuci beras di wastafel.
"Tapi kamu betah kan sama Angkasa. Dia nggak jahatin kamu, kan?"
Juli tergelak mendengarnya. Meskipun kadang Angkasa menyebalkan, tapi ia tidak pernah membuatnya sakit hati—selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Momen
RomanceJuli sama sekali tidak berpikir hidupnya berubah saat ia baru memasuki perguruan tinggi. Orangtuanya meminta untuk menikah dengan anak sahabat mereka. Karena Juli sangat menyayangi ayahnya, maka ia tidak bisa menolak. Angkasa sangat kaget saat salah...