tigapuluhdua

2K 158 10
                                    

Sudah dua minggu lebih Angkasa berkelakuan aneh. Ia menjadi lebih jarang di rumah. Saat ada telepon pasti juga marah-marah. Entah apa yang terjadi dengan laki-laki itu. Apa mungkin ada masalah?

Juli terlonjak kaget saat pintu kontrakan terbuka. Angkasa datang dengan wajah pias dan langsung masuk ke dalam kamar.

Setelah selesai melipat baju. Juli ikut masuk ke dalam kamar untuk menaruh bajunya ke lemari. Ia melihat Angkasa berdiri di depan jendela kamar yang masih tertutup.

Juli bergegas keluar kamar lalu berjalan ke dapur untuk mengambil air minum. Ia kembali ke kamar dan melihat angkasa sudah bersandar pada kusen jendela sambil mengisap rokok.

 Ia kembali ke kamar dan melihat angkasa sudah bersandar pada kusen jendela sambil mengisap rokok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Minumnya, mas." Ujar Juli pelan sambil menyerahkan segelas air putih.

Angkasa mengambil gelas itu dengan lemas. "Makasih."

Juli mengangguk, ia tidak sengaja melihat jari tangan kanan Angkasa yang lebam. "Itu kenapa?"

Belum Angkasa menjawab, Juli sudah berjalan keluar kamar. "Bentar, aku ambil kompresan dulu." 

Juli kembali dengan membawa baskom dan handuk kecil. Ia menarik satu kursi untuk ia duduk.

"Mana tangannya." Angkasa mengulurkan tangannya kepada Juli.

"Ada apa sih, mas?"

Angkasa hanya diam. Ia sedikit meringis saat Juli mulai mengompres jari-jarinya.

Juli sendiri bingung, kenapa hanya jari angkasa yang lebam? Sepertinya Angkasa tidak habis berkelahi dengan seseorang.

"Masalahnya apa sampai kamu mukulin tembok yang nggak salah?" Tanya Juli. Gadis itu mengangkat tangan Angkasa sebentar. "Nih, jadi luka, kan?"

Juli tidak mau memaksa Angkasa untuk bercerita. Mungkin Angkasa belum bisa dan mau untuk menceritakan ada masalah apa yang terjadi sampai ia benar-benar marah dan memukuli tembok sebagai pelampiasannya.

"Kata ayah, kalau kita udah jadi keluarga harus saling terbuka. Biarpun mungkin aku nggak bisa bantu kamu menyelesaikan masalah, seenggaknya aku bisa jadi bahu untuk berbagi beban kamu. Jadi... Kamu nggak terlalu menanggung banyak beban."

Lama Juli menunggu sambil masih mengompres tangan laki-laki itu. Angkasa akhirnya berbicara. "Aku ditipu."

"Ya?" Juli mendongak.

"Aku ditipu sama teman lama yang ngajak join bisnis. Uangku dibawa lari. Sekarang dia malah kabur nggak ada kabar."

Juli menghela napas. "Berapa emang uangnya?"

Angkasa menoleh menatap Juli, "Tigapuluh juta."

Juli membeliak kaget, uang sebanyak itu hilang? Ia berdeham.

"Semua uang itu ada yang dari uang aku sendiri, ada uang bengkel juga."

"Kamu kalau mau marah, marah aja. Aku emang bego banget. Gampang percaya sama orang."

MomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang