tigapuluhempat

1.9K 155 4
                                    

Perkuliahan semester genap memang lebih singkat daripada semester gasal. Sudah seminggu lebih Juli dan Angkasa menyelesaikan ujian akhir semester.

Mereka masih menetap di kontrakan karena Angkasa selalu pergi ke bengkel. Juli merasa tidak enak kalau harus menginap ke rumah mami atau ibu karena jaraknya lumayan jauh dari bengkel Angkasa. Jadi ia memutuskan untuk tetap berada di kontrakan.

Siang ini Juli baru saja selesai menyiapkan makan siang. Ada beberapa sayur dan lauk pauk yang sederhana tapi cukup untuk dimakan dua orang. Kalaupun ada sisa makanan, Juli akan memanaskan kembali untuk makan malam.

Angkasa berjalan gontai melewati Juli yang masih berdiri merapikan piring-piring di atas meja makan. Laki-laki itu berjalan ke kamar mandi.

Beberapa saat Angkasa keluar dari kamar mandi dan ikut bergabung dengan Juli. Mereka duduk bersisian. Juli mengambilkan nasi untuk Angkasa, selanjutnya untuk dirinya sendiri.

Juli menatap Angkasa sekilas lalu menyerahkan piring berisi makanan. Wajahnya tampak begitu lelah dan tidak bersemangat.

"Hari ini aku ke kafe Bian lagi, ternyata ngerjain skripsi bab akhir itu nggak gampang." Ujar Angkasa memberitahu Juli.

Juli mengangguk, ia sudah kembali duduk.

"Kamu nggak usah nungguin aku kalau udah ngantuk. Langsung tidur aja ya?"

"Pede banget kamu ngira aku nungguin kamu?" Juli hanya bercanda. Tapi Angkasa membalasnya dengan senyum.

Gadis itu tahu, Angkasa sedang tidak ingin bercanda. Atau lebih tepatnya ia jarang bercanda beberapa hari ini. Apa memang masalah skripsi seberat itu?

Mereka kemudian menikmati makanan. Hanya terdengar suara sendok dan piring yang bersahutan. Tak lama Angkasa berdiri dan pamit untuk kembali ke bengkel.

Seperti biasa Juli kembali pada aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga. Ia membereskan meja makan. Tak lupa sekalian mencuci piring lalu memeriksa jemuran yang tadi pagi ia jemur.

Karena Juli mulai bosan di kamar. Ia memutuskan untuk membersihkan kamarnya. Ia keluar dari kamar dan mengambil sapu. Kakinya melangkah kembali ke kamar dan mulai menyapu lantainya.

Saat memindahkan keranjang baju kotor, ada sebuah benda yang jatuh. Benda itu menggelinding sampai di kaki Juli. Gadis itu mengambilnya lalu tersenyum. Ia mengangkat benda itu sampai ke depan wajahnya.

"Akhirnya ketemu juga!" Serunya dengan wajah sumringah. Ia berjalan ke meja rias untuk menyimpan benda itu ke tasnya agar tidak hilang lagi.

Saat ia ingin kembali menyapu, handphonenya bergetar. Nama Bulan memenuhi layar persegi panjang itu.

"Iya mbak?" Jawab Juli usai Bulan menyapa dan memberi salam.

"Mau temenin aku belanja nggak? Ada Langit juga kok. Kamu pasti bosen di kontrakan terus, kan?"

Juli mengangguk antusias, "boleh deh, mbak. Nanti aku izin mas Angkasa dulu."

Bulan berdeham, "Oke deh. Mbak jemput kamu sekarang."

Tak lama sambungan terputus. Juli tak lantas kembali mengerjakan pekerjaannya yang tertunda. Ia malah duduk di kursi lalu mengotak-atik handphonenya mencari nomor seseorang.

Sambungan itu baru diangkat pada dering ketiga. Suara Angkasa terdengar setelahnya.

"Kenapa, Jul?"

"Aku izin nemenin mbak Bulan belanja ya, mas?"

"Kemana?"

"Ya paling kayak biasanya."

"Oke, tapi jangan capek-capek."

MomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang