tigapuluhtiga

2K 144 2
                                    

Maaf, mas. Aku nggak bisa ikut seminar kamu. Kelas aku baru aja mulai.

Pesan itu sudah terkirim sekitar satu setengah jam yang lalu. Juli keluar dari kelas menuju lobi gedung dengan terburu. Angkasa sempat mengabari kalau seminarnya sudah selesai dan ia tengah menunggu di sana.

"Maaf ya, mas." Ujar Juli setelah sampai di depan Angkasa. Ia merasa tidak enak hati karena tidak bisa menemani Angkasa seminar.

Angkasa tersenyum. Ia mengangguk, "Iya nggak apa-apa. Hari ini aku mau traktir kamu. Kita makan siang di luar." Katanya.

Juli belum sempat menolaknya ketika tangan Angkasa merangkul pundaknya dan melangkah keluar gedung. "Aku lagi nggak terima penolakan."

"Gimana seminarnya lancar?" Tanya Juli di sepanjang perjalanan menuju parkiran. Angkasa menganggukkan kepalanya.

"Ada revisi sedikit."

Angkasa melepas rangkulannya setelah sampai di parkiran. Ia duduk di atas motor menghadap Juli.

"Mau makan dimana?"

Juli belum menjawab. Lagipula ia tidak bisa lama-lama karena setelah jam makan siang ia ada kelas tambahan.

"Yang deket aja gimana? Aku masih ada kelas tambahan."

"Oh, bilang dong dari tadi."

"Tadi aku mau jelasin, kamu udah main tarik aku."

Angkasa tergelak mendengarnya. "Terus mau kemana? Kantin kedokteran?"

"Kejauhan."

"Yaudah kantin teknik." Ujar Angkasa. Tapi ia kemudian menggeleng. "Eh nggak jadi, banyak fakboynya. Nanti kamu malah digodain."

Juli melipat tangannya di depan dada. "Temen-temen kamu, kan?" Ejeknya.

Angkasa mendengus sambil memalingkan wajahnya. "Nggak percaya banget kalau aku udah tobat."

Juli berdeham. "Kantin hukum aja deh. Aku belum pernah ke sana."

"Yaudah, ayo." Angkasa memutar tubuhnya. Ia kemudian menyalakan mesin motor dan menyuruh Juli untuk naik.

Fakultas hukum yang berada hanya di seberang fakultas mereka membuat perjalanan tidak begitu jauh. Angkasa berhenti di parkiran kantin hukum.

Ia turun dari motor sambil merapikan rambutnya. Ia memandang kaca spion sejenak. Lalu menoleh ke Juli. "Masih ganteng, kan?"

Juli berdecak, tapi juga mengangguk. Iyain aja.

Sebelum masuk ke dalam kantin. Angkasa mengamati gedung fakultas hukum sebentar. Tidak jauh dari gedung fakultas mereka memang. Tak sengaja Angkasa melihat ke pintu utama gedung.

Mata Angkasa jeli saat ia melihat seorang perempuan yang masuk ke dalam gedung dengan tergesa.

"Kamu tunggu di sini dulu." Ujarnya kepada Juli. Lalu ia sedikit berlari menuju pintu masuk.

Juli dibuat heran. Ia menurut untuk tetap menunggu di parkiran. Karena tidak kuat berdiri, ia akhirnya duduk di atas motor.

Tak lama Angkasa kembali. Juli bisa melihat kekecewaan di wajah laki-laki itu. Angkasa menghampirinya.

"Cari siapa, mas?" Juli tahu sebenarnya Angkasa pasti sedang menyusul seseorang.

Angkasa menggeleng, "Nggak, bukan siapa-siapa." Ia mengulurkan tangannya untuk membantu Juli turun dari motor.

"Aku kira teman lama. Ternyata salah orang." Lanjutnya.

Juli hanya mengangguk lalu ikut melangkah di belakang Angkasa saat laki-laki itu menggenggam tangannya, membawanya masuk ke dalam kantin yang cukup ramai.

"Ayo, aku udah lapar banget nih." Ujarnya saat Juli masih berada di belakang dan berjalan lambat. Ia bahkan memapah Juli agar berjalan di sampingnya.

Juli mengerjapkan matanya. Sebenarnya dia tidak terlalu kaget dengan perlakuan Angkasa, hanya saja ia tidak boleh berharap terlalu banyak agar tidak sakit hati nantinya.

***

Angkasa melajukan motornya dengan pelan. Ia sengaja agar bisa menggoda Juli. Tangan kirinya terulur menyentuh lutut Juli yang terbalut celana kulot.

"Pegang, pegang!" Juli menampiknya pelan.

Angkasa tergelak. Ia kembali meletakkan tangannya, tapi Juli juga kembali menyingkirkannya.

"Aw! Ya nggak usah dicubit juga dong." Keluh Angkasa sambil mengibaskan tangannya yang baru saja Juli cubit.

"Ya salah sendiri usil. Nyetir yang bener."

Angkasa memberhentikan motornya di depan halte bus kampus fakultas. Juli turun lalu berjalan ke arah kaca spion. Ia sedikit menunduk untuk melihat wajahnya lewat kaca.

"Cantiknya nggak luntur kok." Ujar Angkasa.

Juli menoleh, menatap Angkasa yang tersenyum lebar tanpa melepas helm. Ia mencebik. "Langsung pulang?" Tanyanya.

Angkasa menggeleng, "Ke kafe Bian dulu, bahas revisi skripsi bentar." Juli hanya mengangguk lalu mempersilakan Angkasa pergi.

Usai mengantarkan Juli kembali ke fakultas, Angkasa bergegas menuju kafe Bian. Ia berjalan ke arah Bian yang berada di meja kasir.

Bian yang melihat raut wajah Angkasa yang cemas, memanggil seorang karyawannya untuk menjaga kasir. Ia melangkahkan kaki ke salah satu meja diikuti Angkasa.

"Tadi gue lihat Karin." Ujar Angkasa setelah duduk.

Mata Bian membeliak. "Yang bener lo? Mungkin lo salah lihat?"

Angkasa mengendikkan bahu, "Ya belum pasti sih. Tadi dia jalannya cepet banget." Ia menghembuskan napas kasar. "Tapi gue yakin kalau itu dia."

"Lihat dimana lo?"

"Di fakultas hukum waktu gue makan siang sama Juli."

"Dia di fakultas hukum?"

Angkasa mengangguk. "Mungkin dia baru aja pindah lagi ke sini."

Bian menyandarkan punggungnya ke kursi saat pelayan datang membawa minuman.

"Terus mau lo gimana?"

Angkasa memijat pelipisnya. "Bantuin gue. Gue mau masalah ini selesai biar gue bisa tenang."

Bian tampak sedikit berpikir, "Gue nggak begitu akrab di hukum." Gumamnya.

"Ya lo tau sendiri, kan. Temen kita banyak yang dari anak teknik." Lanjutnya.

Angkasa meraih minuman lalu meneguknya hingga setengah.

"Tapi gue usahain. Sekalian nyari gebetan baru di sana." Ujar Bian sambil terkekeh.

Angkasa mengangguk, lalu tersenyum. Ia berharap sekali Bian dapat menggali informasi tentang Karin.

Bian pamit sebentar untuk menemui supplier yang datang. Ia meninggalkan Angkasa sendiri. Laki-laki itu beberapa kali memijat pelipisnya. Banyak sekali masalah yang sekarang memenuhi kepalanya.

Masalah uang hilang yang belum ia ikhlaskan. Masalah bengkel yang sepi. Pemasukan uang juga tidak begitu baik. Cincin pernikahan baru yang ingin ia beli karena yang lama belum ditemukan. Ditambah masalah Karin yang tiba-tiba datang kembali.

Angkasa menghembuskan napas lemas. Ia juga belum menceritakan masalah Karin kepada Juli. Atau ia tidak perlu cerita? Setidaknya sampai masalah ini benar-benar jelas.

Ya, sepertinya baiknya begitu.

Angkasa tidak mau Juli menjadi berubah dan salah paham jika ia menjelaskan semuanya, atau bahkan sampai mengenalkan Karin kepadanya.

Mungkin nanti kalau waktu yang tepat sudah tiba.

***
Berlanjut.
Aug, 2020

MomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang