empatpuluhlima

2.4K 143 23
                                    

Untuk ke sekian kalinya Juli mengubah posisinya berbaring, dari ke kanan lalu kembali ke kiri. Begitu terus sampai ia akhirnya terlentang sambil menatap langit kamar yang serba putih. Tangannya mengambil handphone di sebelahnya.

Tidak ada notifikasi apapun dari Angkasa. Sejak tadi pagi bahkan tidak ada ucapan selamat pagi dari laki-laki itu. Angkasa hilang seperti ditelan bumi.

Juli mendengus, ia tidak akan bisa tenang kalau belum mengetahui keadaan Angkasa. Bisa-bisanya laki-laki itu tidak memberi kabar sampai sekarang?

Kaki Juli menapaki lantai dan keluar meninggalkan kamar. Ia menuruni tangga dan berjalan ke dapur. Berharap selama ia tertidur siang tadi, ia melewatkan Angkasa yang hanya mengantarkan sebuah makanan, seperti biasanya. But, no! Tidak ada apa-apa di meja makan.

Juli menghela napas pendek, ia kemudian melangkah ke ruang tamu yang hanya dihuni oleh Septian. Adik laki-lakinya itu masih mengenakan seragam sekolah.

"Tadi mas Angkasa ke sini nggak, Sep?"

Septian tidak menjawab, ia terlihat fokus pada permainan PS nya. Juli mendengus. Ia kemudian berjalan melewati televisi yang mengganggu Septian. Laki-laki itu mendecak kesal.

Mata Juli menelusuri jalanan di depannya, sekarang ia sudah berada di luar rumahnya. Barangkali Angkasa baru akan datang sekarang kan?

Sudah beberapa menit Juli berdiri, tapi ia belum menemukan tanda-tanda munculnya Angkasa. Akhirnya ia kembali masuk ke dalam rumah.

"Mas Angkasa tadi nggak ke sini, Sep?" Ia bertanya lagi kepada Septian.

Kesal karena tidak dijawab. Ia kembali berjalan menuju depan televisi dan berdiri di sana. Sambil berkacak pinggang, Juli menatap Septian garang.

"Apaan sih mbak?! Minggir!" Usir Septian. Ia tidak bisa melihat layar televisi karena dihadang oleh Juli.

"Mas Angkasa tadi ke sini nggak?"

"Nggak tau." Jawabnya "Minggir, ah!"

Juli masih berdiri di depan Septian. "Masa nggak tau sih?"

"Kok mbak nyolot?! Orang udah dibilangin nggak tau juga!"

"Ya kan bisa aja dia tadi datang pas aku nggak lihat!"

"Ya gue nggak tau. Lagian mbak yang di rumah seharian." Septian mendengus ia melempar stik PSnya kesal.

"Ya kamu biasa aja dong!" Sungut Juli kesal melihat respons Septian.

"Ya Allah, ya Rabb," Septian mengusap wajah jengkel. "Mbak ya yang nyolot duluan!"

Ibu yang mendengar suara gaduh akhirnya keluar dari dalam kamarnya. Ia menghampiri kedua anaknya yang sedang tidak akur itu.

"Aduh, aduh!" Ibu berjalan menuju ruang tengah. "Kenapa lagi sih tom and Jerry ini? Kerjaannya berantem terus."

"Kenapa, Jul?" Ibu bertanya pada sang kakak.

"Kangen kali tuh, dari tadi tanyain mas Angkasa terus!" Si adik menimpali.

"Ya aku kan cuma tanya baik-baik, kamunya jawab ngegas terus!" Juli membela diri.

"Baik-baik dari Hongkong!"

"Udah, udah! Stop!"

"Dari tadi Angkasa belum ke sini, Jul. Mungkin dia sibuk sama skripsi kali. Kenapa nggak kamu hubungi duluan?"

Gengsi.

"Mana mau dia, Bu. Gengsi lo gedein!" Septian menatap Juli mengejek.

"Udah! Kamu ganti baju sana, Sep!" Melihat Septian yang belum beranjak, ibu menambahi. "Mau ibu sita lagi PSnya?"

MomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang