duapuluhdelapan

2.2K 144 15
                                    

Perkuliahan semester genap telah dimulai seminggu yang lalu. Juli dan Angkasa pun sudah kembali ke kontrakan. Mereka pun sering berangkat ke kampus bersama jika jam kuliahnya sama.

Awalnya Juli menolak karena merasa tidak enak. Terlebih banyak perempuan yang kadang memandangnya tidak suka saat ia bersama Angkasa. Namun, Angkasa terus saja mengajaknya berangkat bersama.

Udah, tenang. Mereka siapa coba? Gebetannya aja bukan.

Bukan. Itu bukan Juli yang berbicara. Itu jawaban Sasa saat Juli curhat beberapa hari yang lalu. Sasa juga bilang, 'nggak usah diambil pusing. Lo kan udah jadi istrinya. Kalemin aja.'

Sasa menyikut pelan lengan Juli yang berada di atas meja. Mereka sedang mengerjakan tugas kelompok ke salah satu restoran. Tim mereka terdiri dari Sasa, Juli, dan Widi.

"Nanti yang ngeprint biar gue aja." Widi mengakhiri diskusi.

Mereka menyelesaikan pekerjaan hampir dua jam lebih. Sekarang sudah pukul lima sore.

"Lo baliknya gimana?" Tanya Sasa saat mereka sudah keluar dari restoran. Widi sudah pamit lebih dulu karena ada urusan.

"Ojek mungkin. Kamu duluan aja nggak apa-apa. Lagian kita juga beda arah, Sa." Sasa mengangguk.

"Yaudah, deh. Gue duluan ya." Gadis itu memasuki mobil setelah melambaikan tangan berpamitan kepada Juli.

Sekarang tinggal Juli sendiri. Ia duduk di bangku kecil di depan restoran. Tangannya sibuk mengotak-atik handphonenya.

Juli sangat jarang sekali keluar dari rumah dan bepergian jauh atau jalan-jalan mengelilingi kota. Baru beberapa kali semenjak ia menjadi istri dari Angkasa ia bisa bebas keluar rumah—bersama Angkasa tentu saja.

Juli menghela napas lemah, ia baru saja membiarkan kunci layar handphonenya tertutup. Ternyata jarak dari lokasinya menuju ke kontrakan lumayan jauh. Ongkosnya pun hampir dua kali lipat jika dibandingkan dari rumahnya ke kampus.

Yang lebih sedih lagi, saldo di aplikasi tidak mencukupi untuk membayar dan ia juga tidak memegang uang lebih.

Ia lagi-lagi mendesah. Harusnya tadi minta anterin Sasa aja.

Beberapa lama ia sibuk berpikir, ia kembali menyalakan handphone. Sebenarnya ia ragu untuk meminta tolong, tapi ia juga tidak mau lebih lama diam di sana.

"Aku... Bisa minta tolong?" Ujarnya saat panggilan itu diangkat oleh seseorang setelah memberi salam.

"Apa?"

"Aku tadi habis kerja kelompok, terus mau pulang tapi..." Juli mencoba merangkai kata yang pas, padahal tentu saja Angkasa sudah tahu karena ia sudah izin.

"Uang aku nggak cukup buat naik ojek dan..." Lanjutnya setengah berbisik. Sungguh, entah mengapa ia malu.

"Aku nggak tau ada di mana sekarang."

Juli mendengar Angkasa tertawa. "Kok malah ketawa sih? Nggak ada yang lucu ya!"

"Kamu, kamu yang lucu. Tinggal bilang jemput aja apa susahnya sih?"

Juli berdeham.

"Yaudah aku jalan sekarang. Kirim aja lokasi kamu."

"Oke."

***

Hampir satu jam Juli menunggu Angkasa. Ia pun juga tidak menyalahkan laki-laki itu, mengingat ini jam pulang kerja. Pasti jalanan macet.

"Maaf lama." Ujar Angkasa yang memberhentikan motornya di samping Juli.

Juli mengangguk. Karena sudah waktunya, ia mengajak Angkasa untuk menjalankan ibadah. Setelah beberapa menit mereka keluar dari restoran. Motor matik itu menjelajahi jalanan malam dengan pelan.

MomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang